Tampilkan postingan dengan label Walisongo. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Walisongo. Tampilkan semua postingan

Rabu, 10 November 2010

Zainudin MZ dan Aida

Awalnya saya berfikir, kalau Zainudi MZ paling tidak menggunakan "Pencemaran Nama Baik" kalau tidak menuntut balik.
Dengan digantinya nama "Tim Pembela ... Zainudin MZ" menjadi "Tim Mediasi ... Zainudin - Aida" memberikan makna lain bagi kita semua.

Tim Pembela mempunyai makna: "Membela Yang Benar". Dengan diganti namanya menjadi Tim Mediasi????

Anak kecil juga tahu...... siapa ya yang salah?????

Kalau ber-apologi, bahwa manusia adalah tempatnya salah. Maka jalan keluarnya, kalau masih jadi manusia biasa, jangan suka menasehati orang lain (Khotbah), karena Anda akan lupa menasehati diri Anda sendiri.

Kasihan donk umatnya, mengagumi orang yang salah. Ini berlaku untuk semua peng-khotbah dari semua aliran agama manapun.

Selanjutnya, semoga kita semua tidak terkecoh. Amin amin amin...

Sabtu, 16 Desember 2006

Pandangan Lain terhadap Islam dan Kristen

Sumber : http://mengenal-islam.t35.com/

Situs ini diperuntukkan bagi masyarakat awam yang ingin mengenal Islam dan Kristen secara benar. Pada umumnya, para ustadz dan guru-guru agama Islam selalu mengajarkan Islam sebagai agama yang cinta damai, agama yang benci kekerasan, agama yang toleransi, agama surgawi, agama yang memperlakukan wanita secara wajar, dan masih banyak lagi kebohongan-kebohongan lainnya. Klaim-klaim mereka seringkali tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.


Dan sesungguhnya, semua sepak terjang mereka memang didukung oleh ajaran murni mereka (Quran & Hadist). Jadi, bukan salah orangnya atau oknum di dalam agama tersebut, melainkan memang agamanya yang tidak benar.

Bila kita tidak mencoba untuk mengenal sendiri Islam dari dekat terutama dengan membaca langsung kitab Alquran dan sumber-sumber tersembunyi mereka, kita tidak akan bisa mengerti dan memahami mengapa umat Islam cenderung kasar dan bertabiat pemarah, enggan menerima kritik, angkuh pantang dihina, suka membuat kerusuhan massal, beringas dengan perampokan dan penjarahannya sambil memperkosa, suka teriak-teriak "Allahuakbar". Dari kitab Alquran, setidaknya, kita bisa mengerti mengapa mereka seperti itu.

Di samping itu, para Ustadz dan Ulama-ulama kampungan seringkali menyebarkan fitnah dan mengajarkan Kristologi yang keliru kepada umat Islam terutama Islam kalangan bawah. Di situs ini kita jawab tuduhan-tuduhan mereka terhadap ajaran kekristenan. Lewat situs ini pula, mari kita singkap kebohongan-kebohongan mereka! Mari kita bongkar kedok Syaitan yang suka mengatasnamakan agama di zaman akhir ini.

Situs ini bukan bermaksud menjelek-jelekkan agama Islam, tetapi secara jujur hendak mengungkap kebenaran tentang apa dan bagaimana Islam itu yang sebenarnya. Situs ini 100% dikelola oleh pribadi, tidak bersangkut paut dengan organisasi atau lembaga manapun.

Kebebasan berpendapat adalah juga kebebaan untuk mengkritik tokoh dan agama yang dimuliakan seseorang. Tanpa kebebasan seperti itu tidak akan ada kebebasan. Kepercayaan tidak harus dihormati. Mereka harus dikritisi, dicermati, dipertanyakan dan jika kekurangan bukti, harus dibuang. Banyak terdapat segala macam kepercayaan. Jika seseorang harus menjaga mulutnya agar tidak berkata apapun yang mungkin melukai kepercayaan orang lain, maka orang itu tidak bisa berkata apa-apa sama sekali. Banyak orang yang memuja Hitler. Apa kita menyarankan orang jangan bicara apapun yang melawan Hitler karena mungkin akan ada orang yang terlukai hatinya? Saat ini orang-orang Korea Utara percaya bahwa Kim Jung Il adalah semacam dewa. Haruskah kita jaga lidah kita dan menghormati monster sadis ini karena ada orang yang mencintai dia dan akan sakit hati jika kita kritik dia? Para pengikut Jim Jones memuja psikopat itu sedemikian sehingga ketika beberapa orang berhasil kabur dari kelompok itu dan menulis hal-hal yang menentangnya,

pemuja-pemuja yang lain membunuh mereka. Ini juga terjadi dalam kasus kelompok pemujaan lain.

Para pemuja mencinta pemimpin mereka hingga mereka mendewakannya dan sangat sakit hati jika ada orang mengritik pemimpinnya. Bahkan inilah perbedaan besar antara 'sebuah kelompok pemujaan' dan agama.

Yesus sering dijelek-jelekkan. Seseorang dengan pemikiran aneh menempatkan salib di dalam botol berisi air kencing dan menyebutnya karya seni. Kristen marah, tapi ini hanya karena kota New York mengijinkan penyimpangan ini dipertunjukkan di museum kota yang dibayar dari uang pajak mereka. Protes dilakukan terhadap museum, tidak terhadap ‘artis’ idiot itu. Artis itu tidak pernah diancam dan tidak takut kehilangan nyawanya. Sebaliknya para muslim membuat kerusuhan dan membunuhi orang-orang tak bersalah ketika beberapa kartun tentang Muhammad dibuat. Ini saja cukup bukti bahwa Islam adalah 'sebuah sekte pemujaan', bukan sebuah agama.

Siapa bilang kepercayaan harus dihargai? Hanya mereka yang tidak bisa membela kepercayaannya secara rasional yang ingin perlindungan terhadap kritik kepercayaan mereka. Karena kepercayaan mereka begitu menjijikan, mereka ingin memaksa orang lain untuk menghargai kepercayaan mereka melalui undang-undang.

Jika para muslim dapat menjawab kritik yang diangkat terhadap Islam, mereka tidak akan bertingkah begitu sadis. Mereka melakukan sensor dan kekerasan persisnya karena mereka gagal dalam hal penggunaan akal. Kenapa para pengikut agama lain tidak bertingkah seperti ini dan kenapa para pengikut aliran pemujaan melakukan hal ini? Karena kebiasaan ini adalah kebiasaan kelompok pemujaan. Islam bukanlah agama tapi adalah sebuah kelompok pemujaan yang berkembang lebih luas.

Alasan kenapa Islam bertahan selama ini persisnya karena strategi fallacy (buah pikiran yg keliru). Para muslim akan mengeluarkan ancaman-ancaman mereka untuk mengintimidasi para pengritik mereka dan membungkam mereka lalu mengumumkan kemenangan. Ini sebabnya diskusi sungguhan antara akademisi muslim dan para pengritik Islam tidak pernah terjadi. Alasannya adalah para muslim tidak tahan terhadap kritik akan nabi mereka. Kenapa? Apa karena mereka tidak bisa menjawabnya? Segera setelah mereka sadar akan posisi mereka yang tersudut dan dalam bahaya mereka mencari alasan-alasan untuk kabur.

Menghargai kepercayaan yang salah bukan sebuah kebaikan sama sekali. Malah sebenarnya sebuah fallacy. Apa definisi dari kepercayaan? Kepercayaan artinya menerima sebuah dalil tanpa bukti. Sekali anda punya bukti, maka bukan lagi sebuah kepercayaan tapi sebuah fakta. Seorang anak bisa saja percaya jika dia memakan biji semangka, maka tanaman semangka akan tumbuh di perutnya. Kepercayaan ini tidak harus dihargai. Tentu saja, anda akan tersenyum dan mungkin mendengarkan keseluruhan ceritanya dg penuh perhatian. Anda tidak mengejeknya atau membuat dia sedih. Lagipula dia cuma anak-anak. Anda cinta anak ini tapi adalah menggelikan jika kita katakan kita harus hargai kepercayaannya yang lucu itu juga. Jika dia bertumbuh besar dan dapat mengerti lebih baik, anda jelaskan padanya bahwa semangka tidak dapat tumbuh di dalam perut.

Sekarang bagaimana jika anak ini menjadi dewasa dan tetap ingin berpegang pada kepercayaan lucunya? (Kebanyakan kepercayaan-kepercayaan yang dipegang orang dg keramat lebih lucu lagi dari kepercayaan tentang biji semangka yg tumbuh di perut). Apa anda akan tetap sabar menghadapi pikiran bodohnya? Ya! Sepanjang kepercayaannya tidak melukai orang lain, anda harus membiarkannya. Bukan hak kita memutuskan apa yg harus dipercaya orang lain dan apa yang tidak boleh mereka percayai. Ini inti dari kebebasan berpikir. Kita mungkin tidak setuju dengan Hinduisme, Kejawen, Zoroastrianisme atau Bahais. Karena agama ini tidak mengganggu, kita tidak berhak untuk menghentikan mereka dan memaksa mereka yang percaya untuk meninggalkan kepercayaan mereka. Tapi, kita tidak boleh membiarkan kepercayaan yang mengganggu/merusak orang lain.

Jika sebuah agama mengajarkan: bunuh kafir di mana pun kau temukan; mereka najis, jangan berteman dengan mereka, tuhan membenci mereka dan mereka adalah bahan api neraka, agama seperti ini berbahaya. Umat manusia harus bersatu memusnahkan agama setan ini. Doktrin kebencian yang sama membawa banyak kematian dan kehancuran pada abad terakhir. Setiap orang harus bergabung untuk melawannya. Kita jangan biarkan hal ini terjadi lagi. Kita harus memusnahkan setiap doktrin jahat. Kepercayaan yang tidak toleran jangan diberi toleransi. Ketika kemanusiaan melawan dan mengakhiri doktrin jahat Nazisme, setiap orang berjanji ‘tidak akan lagi’, tapi sebuah doktrin yang mirip atau bahkan lebih berbahaya sedang mengangkat kepalanya lagi. Orang tidak melawannya karena menyamar sebagai agama. Kita harus membuka topengnya dan bilang TIDAK. Islam membawa lebih banyak kematian dan kehancuran dari Nazisme. Harus dihentikan sebelum membakar dunia. Satu orang mengulang dengan persis perkataan-perkataan Hitler. Dia menyangkal

holocast sementara menjanjikan melakukan holocaust lain. Buku Hitler menjadi buku paling laris di Turki selama beberapa tahun ini. Hitler jadi pahlawan dari muslim. Quran lebih jahat dari Mein Kamph. Kita jangan biarkan muslim melakukan apa yang Nazi lakukan. Jangan lagi, kita biarkan kejahatan menjadi bertambah kuat. Kita harus sadarkan para muslim!

Masyarakat yang bebas dan beradab harus melindungi hak-hak SEMUA penduduknya untuk bebas. Yang dimaksud dengan SEMUA adalah setiap orang, bukan hanya mayoritas. Tanpa kebebasan berpikir dan kepercayaan tidak akan ada kebebasan. Jadi bagaimana jika sekelompok orang memutuskan untuk memaksakan kepercayaannya pada orang lain?

Dalam hal ini menjadi tanggung jawab negara untuk menahan kelompok ini dengan maksud melindungi yang lain. Intoleransi bukan sebuah hak. Anda punya hak untuk mengritik kepercayaan manapun tapi anda tidak punya hak untuk tidak toleran, menimbulkan kebencian dan membuat kekerasan. Mereka yang melakukannya harus dihentikan dengan hukum. Jika mereka tidak mengerti dengan logika maka harus dihentikan dengan kekuatan. Kebebasan anda berakhir pada kebebasan orang lain. Ini batas dari kebebasan dari masyarakat yang bebas di mana setiap orang bebas. Islam Jahat sangat khas. Satu-satunya agama yang menganjurkan intoleransi dan kebencian.

Muhammad tidak menghargai kepercayaan orang lain. Bukan untuk ini kita menyalahkannya. Kita menyalahkan dia karena dia tidak toleran pada kepercayaan-kepercayaan orang lain itu.

Bukankah para muslim membakar gereja-gereja dan sinagoga-sinagoga? Bukankah mereka menghina dewa-dewa Hindu? Bukankah mereka merusak patung-patung Buddha di Bamian? Mungkin anda akan berkata bahwa para muslim itu tidak tahu, tapi bagaimana mengenai Muhammad? Bukankah dia (Muhammad) menghina kepercayaan trinitas dari Kristen, yang sebenarnya tidak dimengerti oleh dia sendiri? Bukankah dia menghina dan akhirnya menghancurkan patung-patung kaum Quraish?

Yang dipelajari Muslim tentang Islam di mesjid2 dan forum2 Islam hanyalah kebaikan2 Muhammad saja. Tidak pernah dibahas bagaimana Muhammad memancungi kafir, memperkosa kafir, menjarah kafir demi makanan, uang, tanah, wanita2. Mana pernah kalian dengar tentang hal itu di mesjid? Justru mesjid2 di tetangga pada sibuk jerit2 menghina kafir tanpa malu2 pakai megaphone segala. Teman-teman Muslim saya tidak pernah tahu bahwa Muhammad mengawini anak perempuan kecil usia 6 tahun. Mereka tidak tahu kalau Muhammad cekcok sama Hafsa gara2 Muhammad meniduri babunya Hafsah (Mariyah) di ranjang Hafsa. Mereka tidak tahu kalau Muhammad memancung 900 Yahudi usia 13 tahun ke atas yang sudah tidak berdaya lagi selama sehari semalam. Mereka tidak tahu kalau tentara Muslim suka memperkosa tawanan wanita kafir di hari yang sama sanak keluarga wanita2 kafir itu dibunuh. Yang jelek2 sih disembunyikan terus oleh para ustad dan imam. Yang bagus2 saja yang terus dikeluarin dan ditunjukan pada Muslim.

Sumber : http://mengenal-islam.t35.com/

Kegeraman seorang Indonesia akan rusaknya budayanya sendiri

Dalam refleksi kosong, kadang-kadang saya jadi geram ketika mengingat sejarah tentang penyebaran virus Islam ke Indonesia.

Para penjahat itu adalah Wali Songo dan mereka-mereka yg membuka jalan bagi masuknya virus Arab ke nusantara. Dulu, pada abad ke-8 saja leluhur kita sudah berteknologi tinggi dan mampu membangun Borobudur (salah satu bukti peradaban paling maju pada zaman itu).

Abad ke-13 Gajah Mada menjelajahi dan menyatukan sebagian besar kawasan Asia Tenggara, dan sebagai bangsa kita mencapai masa keemasan.

Abad berikutnya, mulai para pembawa virus Arab (bukan orang Arab) datang (yakni antara abad 14-15) yang akhirnya pelan-pelan menggerogoti kerajaan Majapahit dan hancur tinggal puing-puing. Dari kerajaan adi-kuasa di Asia Tenggara dengan bangunan2 megahnya (pura, candi-candi), menjadi kerajaan tengu di Yogja & Solo yg istananya aja cuma dari kayu dan udah mau roboh ditiup angin.

Coba kalau Islam tidak masuk ke Indonesia, barangkali kita sudah lebih maju saat ini dan cara berfikir kita pasti lebih advanced. Kalau sejak abad ke-8 saja sudah bisa bikin Borobudur, membangun kota-kota seindah Bali, menguasai kawasan seluas Asia Tenggara harusnya pada abad ke-16 menara Eifel ada di Jawa, bukan di Paris.

Terkadang saya jadi bertanya, Islam sudah memberi apa sih kpd
Indonesia? Kecuali terorisme, budaya jenggot, dan jilbab? Sementara meskipun hanya sisa-sisa, kita sampai sekarang masih bisa menikmati hasil warisan leluhur kita melalui industri pariwisata Borobudur & Bali. Ironisnya, Islam bukan saja telah merusak mental bangsa kita, bahkan telah beberapa kali berusaha menghancurkan warisan budaya asli kita.

Thn 85-an teroris muslim beberapa kali mengebom Borobudur dan belakangan ini mau menghancurkan Bali.

Saya sampai sekarang belum bisa melihat sisi baik apa yang sudah disumbangkan oleh orang Arab ? Kecuali duit2 recehan dari Saudi ke masjid-masjid yang pro Wahabi. Itu pun dampaknya lahir para pasukan jihadi yang siap menjadi relawan perang membela orang Arab yg berantem dengan sepupunya sendiri (Yahudi).

Justru, setelah bangsa kita digerogoti oleh virus Arab (mulai abad 14-15),
akhirnya (pada abad ke-16) bangsa kecil seperti Belanda bisa menguasai kita. Demikianlah seterusnya sampai hari ini. Dengan kata lain, penyebaran virus budaya jahiliyah Arab (melalui Islam) telah merusak banyak tatanan sosial budaya lain yang tanpanya barangkali malah bisa lebih maju.

Jika salah satu kriteria bangsa yg maju/modern adalah bangsa yg telah
memperkenalkan budaya-budaya unggul, maka seberapa majukah bangsamu hari ini? Ukurannya ada di organ bagian atasnya Muslim Melayu yang mereka tutupi dengan peci bau minyak pelet atau jilbab penutup ketombe.

Kaji Dullah

Sumber : http://mengenal-islam.t35.com/Sejarah_Wali_Songo.htm

Jumat, 19 Mei 2006

MISSING LINK : ARAB - MUHAMMAD & JAWA - WALISONGO

May 19, 2006

Dalam rangka untuk mencapai tujuannya, salah satu usaha yg dilakukan oleh Muhamad adalah : mengadopsi tokoh2 , kisah dan firman Tuhan yang ada pada Kaum Yahudi dan Nasrani (Ahlul Kitab) yang ada di tanah Arab saat itu.

Tokoh, kisah dan firman tadi kemudian dipermak menurut kepentingan Muhamad menjadi produk baru bernama Quran & Islam. Selanjutnya produk baru ini dijual kembali kepada Kaum Yahudi dan Nasrani. Yang tahu ttg produk ini tentu saja menolak. Yang tidak tahu pasti menerima (meskipun menerima dg bayaran nyawa).

Bagi kaum Yahudi dan Nasrani yang menolak, Muhamad menyebut mereka sebagai orang kafir, penghuni neraka.

Sekarang mari kita lihat sejarah perkembangan Islam di Jawa.

Walisongo (Sunan Kalijogo), mengadopsi cerita wayang yg sudah menjadi budaya Jawa dengan latar belakang Hindu India (Mahabarata). Baik tokoh, cerita dan 'firman' dalam cerita pewayangan tadi diubah (baca: dibelokkan) oleh walisongo, dipermak menjadi produk baru dan lagi2 produk ini dijual kepada orang2 Hindu Jawa. Bagi yang tahu, mending kabur kayak leluhurnya dahulu yg pada kabur ke Pulau Bali. Lagi2, bagi orang Jawa yg memiliki cerita pewayangan asli yg tidak percaya dg cerita wayang versi Walisongo disebut : Kapir, calon penghuni neraka.

Berikut link dalam bahasa Jawa :

http://www.suaramerdeka.com/cybernews/kejawen/blencong/blencong-kejawe n09.html

Terjemahannya Kurang lebih begini :

Menyambut Hari Raya Idul Fitri ini, ada suatu cerita dalam pewayangan yang perlu diperhatikan.

Walisanga dalam mengemban tugas luhur dalam rangka mengIslamkan tanah Jawa, mengetahui bahwa wayang bisa menjadi sarana siar Islam yang sangat efektif. Dalam bukunya, Poerbosoebroto yang berjudul Wayang lambang Ajaran Islam, banyak sekali hal2 yang berkaitan dengan maksud Walisanga tadi.

Oleh walisanga, wayang diubah menjadi media dakwah Islam. Akidah Islam disiarkan melalui mitologi Hindu. Hal2 yang berkaitan dengan Dewa (Hyang, Sang Hyang) yang menjadi sesembahan masyarakat waktu itu dikait-kaitkan dengan cerita nabi. Mitologi Hindu berpegang pada dewa sebagai sesembahannya. Karena itu, walisanga memadukan cerita silsilah wayang dengan nabi2.

Cerita silsilah wayang digarap dan diurutkan ke atas sampai pada nabi Adam. Metode dakwah Walisanga lewat mitologi Hindu, sangat tepat dengan kontek budaya masyarakat Jawa waktu itu (abad 15) yang memeluk agama Hindu.

Untuk menyiarkan akidah Islam, Walisanga memilih cara atau metode, yang menurut Drs Ridin Sofyan cs dalam buku Islamisasi Jawa disebut 'de-dewanisasi' cerita (lebih tepatnya de-sakralisasi dewa/tuhan hindu kali ya .red). Cerita yang berhubungan dengan dewa2 diubah supaya akidah Islam bisa masuk hati sanubari masyarakat waktu itu.

Rukun Islam juga menjadi pilihan siar dan dakwah Islam. Kalimasada (kalimat sahadat) sebagai ajaran (tauhid) islam masuk dalam cerita pewayangan. Puntadewa yang juga mempunyai nama Dharmakusuma yang juga Yudhistira menjadi wayang pilihan yang memegang surat atau Jamus Kalimasada.

Prof Poerbatjaraka menerangkan bahwa Kalimasada berasal dari kata kali+maha+usada yang berarti 'suatu hal yang mempunyai nilai agung untuk sepanjang jaman'. Dalam dunia pewayangan, Kalimasada adalah jimat atau senjata pusakanya Prabu Puntadewa, raja Amarta. Dalam perang Barathayudha, Salya (dari kerajaan Kurawa) harus bertarung melawan Puntadewa. Salya mempunyai senjata pusaka Aji Candrabirawa yang dahsyat, namun dikalahkan oleh Puntadewa. Jamus Kalimasada mampu mengakhiri kekuatan Salya.

Dalam pedahlangan diceritakan bahwa Puntadewa adalah putra dari Dewi (dalam hal ini manusia) Kunthi dengan Bethara (Dewa ya dewa, bukan manusia) Darma melalui mantra Adityarhedaya. Dewa Darma di Kahyangan (Surga) adalah dewa kebenaran dan keadilan. Alkisah Prabu Pandhu saat itu ingin memiliki seorang putra yang dapat bertindak adil dan benar. Dalam pewayangan, Puntadewa memiliki watak/sifat yang halus,penurut, bersahaja, rela,iklas,sabar, menerima.Puntadewa menjadi tokoh wayang yang memiliki darah berwarna putih.Menjadi lambang wayang yang berhati bersih dan suci.Maka sangat tepat sekali bila Puntadewa dipilih sebagai tokoh yang memiliki Jamus Kalimasada.
Masih berkaitan dangan hal Kalimasada atau kalimat sahadat, di tanah Demak ada cerita tutur tinular (cerita turun temurun kali ya, cerita dari kakek nenek). Waktu itu Sunan Kalijaga (salah satu tokoh walisanga) bertemu dengan seorang yang sudah tua pikun.Orang tadi mengaku bernama Darmakusuma, yang sudah lama sekali berkelana kemana mana. Pada akhirnya dia mengeluh kepada Sunan Kalijaga supaya diberitahu jalan mati (makssudnya: sudah tua pikun, pengin segera mati kog ya ndak mati2).Sunan Kalijaga memberi petunjuk untuk membaca Kalimasada atau kalimat sahadat.

Diceritakan bahwa setelah Darmakusuma membaca kalimasada, dia langsung meninggal. Mayatnya diurus dan dikuburkan dibelakang Masjid Demak. Ternyata kalimat sahadat dalam dunia pewayangan diletakkan oleh walisanga dalam penggarapan cerita wayang secara indah dan unik. Dalam bulan puasa yang penuh berkah dari Allah swt ini, watak dan sifat Puntadewa tadi dapatlah menjadi cermin atau teladan yang dapat diterapkan dalam dunia keluarga.

Sutadi, Ketua Pepadi jawa Tengah
Moe, translator

------------------------
Note:
1. Sesungguhnya saya bersaksi, bentuk kalimasada sesungguhnya adalah senjata tajam (saya lupa kalo ndak cakra/pedang) - coba search aja. Memang kata ini mirip sekali dg kalimat sahada. Inilah kepandaian mereka dalam membelokkan sesuatu.
2. seingat saya dalam cerita buku yang saya baca dulu :dewa darma mengintip dewi kunthi itu saat mandi di danau, menjadi birahi dan orgasme. Air maninya jatuh ke dauh tempat dewi kunthi yang membuatnya hamil.

Sumber : http://mengenal-islam.t35.com/Sejarah_Wali_Songo.htm

Jumat, 23 Juni 2000

Walisongo

Walisongo atau Walisanga dikenal sebagai penyebar agama Islam di tanah Jawa pada abad ke-17. Mereka tinggal di tiga wilayah penting pantai utara Pulau Jawa, yaitu Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat.

Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat para Walisongo ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.
Daftar isi

* 1 Arti Walisongo
* 2 Nama-nama Walisongo
o 2.1 Maulana Malik Ibrahim
o 2.2 Sunan Ampel
+ 2.2.1 Sunan Bonang dan Sunan Drajat
o 2.3 Sunan Kudus
o 2.4 Sunan Giri
o 2.5 Sunan Kalijaga
+ 2.5.1 Sunan Muria
o 2.6 Sunan Gunung Jati
* 3 Tokoh pendahulu Walisongo
o 3.1 Syekh Jumadil Qubro
o 3.2 Syekh Maulana Akbar
o 3.3 Syekh Quro
o 3.4 Syekh Datuk Kahfi
o 3.5 Syekh Khaliqul Idrus
* 4 Bukti dan analisa sejarah bahwa Walisongo keturunan Hadramaut
* 5 Kontroversi
* 6 Sumber tertulis tentang Walisongo
* 7 Lihat pula
* 8 Pranala luar
* 9 Referensi

Arti Walisongo

Ada beberapa pendapat mengenai arti Walisongo. Pertama adalah wali yang sembilan, yang menandakan jumlah wali yang ada sembilan, atau sanga dalam bahasa Jawa. Pendapat lain menyebutkan bahwa kata songo/sanga berasal dari kata tsana yang dalam bahasa Arab berarti mulia. Pendapat lainnya lagi menyebut kata sana berasal dari bahasa Jawa, yang berarti tempat.

Pendapat lain yang mengatakan bahwa Walisongo ini adalah sebuah dewan yang didirikan oleh Raden Rahmat (Sunan Ampel) pada tahun 1474. Saat itu dewan Walisongo beranggotakan Raden Hasan (Pangeran Bintara); Makhdum Ibrahim (Sunan Bonang, putra pertama dari Sunan Ampel); Qasim (Sunan Drajad, putra kedua dari Sunan Ampel); Usman Haji (Pangeran Ngudung, ayah dari Sunan Kudus); Raden Ainul Yaqin (Sunan Giri, putra dari Maulana Ishaq); Syekh Suta Maharaja; Raden Hamzah (Pangeran Tumapel) dan Raden Mahmud.

Para Walisongo adalah intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Pengaruh mereka terasakan dalam beragam bentuk manifestasi peradaban baru masyarakat Jawa, mulai dari kesehatan, bercocok-tanam, perniagaan, kebudayaan, kesenian, kemasyarakatan, hingga ke pemerintahan.

Nama-nama Walisongo

Meskipun terdapat perbedaan pendapat mengenai siapa saja yang termasuk sebagai Walisongo, pada umumnya terdapat sembilan nama yang dikenal sebagai anggota Walisongo yang paling terkenal, yaitu:

* Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim
* Sunan Ampel atau Raden Rahmat
* Sunan Bonang atau Raden Makhdum Ibrahim
* Sunan Drajat atau Raden Qasim
* Sunan Kudus atau Jaffar Shadiq
* Sunan Giri atau Raden Paku atau Ainul Yaqin
* Sunan Kalijaga atau Raden Said
* Sunan Muria atau Raden Umar Said
* Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah

Para Walisongo tidak hidup pada saat yang persis bersamaan. Namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, bila tidak dalam ikatan darah juga karena pernikahan atau dalam hubungan guru-murid.

Maulana Malik Ibrahim

!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Sunan Gresik

Maulana Malik Ibrahim , keturunan ke-11 dari Husain bin Ali, juga disebut sebagai Sunan Gresik, atau terkadang Syekh Maghribi dan Makdum Ibrahim As-Samarqandy. Maulana Malik Ibrahim diperkirakan lahir di Samarkand di Asia Tengah, pada paruh awal abad ke-14. Babad Tanah Jawi versi Meinsma menyebutnya Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah Jawa terhadap As-Samarqandy, berubah menjadi Asmarakandi.[1] Sebagian cerita rakyat, ada pula yang menyebutnya dengan panggilan Kakek Bantal.

Maulana Malik Ibrahim adalah wali pertama yang membawakan Islam di tanah Jawa. Maulana Malik Ibrahim juga mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Ia banyak merangkul rakyat kebanyakan, yaitu golongan yang tersisihkan dalam masyarakat Jawa di akhir kekuasaan Majapahit. Misinya ialah mencari tempat di hati masyarakat sekitar yang ketika itu tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Pada tahun 1419, setelah selesai membangun dan menata pondokan tempat belajar agama di Leran, Maulana Malik Ibrahim wafat. Makamnya kini terdapat di desa Gapura Wetan, Gresik, Jawa Timur.

Sunan Ampel

Sunan Ampel bernama asli Raden Rahmat, keturunan ke-12 dari Husain bin Ali, adalah putra Maulana Malik Ibrahim, Muballigh yang bertugas dakwah di Champa, dengan ibu putri Champa. Jadi, terdapat kemungkinan Sunan Ampel memiliki darah Uzbekistan dari ayahnya dan Champa dari ibunya. Sunan Ampel adalah tokoh utama penyebaran Islam di tanah Jawa, khususnya untuk Surabaya dan daerah-daerah sekitarnya.

Sunan Bonang dan Sunan Drajat

Sunan Bonang dan Sunan Drajat adalah putra Sunan Ampel. Mereka adalah putra-putra Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban bernama Arya Teja. Sunan Bonang dan Sunan Drajat merupakan keturunan ke-13 dari Husain bin Ali

Sunan Kudus

Sunan Kudus adalah putra Sunan Ngudung, putra Raden Usman Haji yang belum dapat diketahui dengan jelas silsilahnya. Sunan Kudus adalah buah pernikahan Sunan Ngudung yang menikah dengan Syarifah, adik dari Sunan Bonang. Sunan Kudus keturunan ke-14 dari Husain bin Ali, diperkirakan wafat pada tahun 1550.

Sunan Giri

Sunan Giri adalah putra Maulana Ishaq. Sunan Giri adalah keturunan ke-12 dari Husain bin Ali, merupakan murid dari Sunan Ampel dan saudara seperguruan dari Sunan Bonang.

Sunan Kalijaga

Sunan Kalijaga adalah putra adipati Tuban yang bernama Tumenggung Wilatikta atau Raden Sahur. Dalam satu riwayat, Sunan Kalijaga disebutkan menikah dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishaq.

Sunan Muria

Sunan Muria atau Raden Umar Said adalah putra Sunan Kalijaga. Ia adalah putra dari Sunan Kalijaga yang menikah dengan Dewi Sujinah, putri Sunan Ngudung.

Sunan Gunung Jati

Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah adalah putra Syarif Abdullah putra Nurul Alam putra Syekh Jamaluddin Akbar. Di titik ini (Syekh Jamaluddin Akbar Gujarat) bertemulah garis nasab Sunan Ampel dan Sunan Gunung Jati. Ibunda Sunan Gunung Jati adalah Nyai Rara Santang, seorang putri keturunan keraton Pajajaran, anak dari Sri Baduga Maharaja, atau dikenal juga sebagai Prabu Siliwangi dari perkawinannya dengan Nyai Subang Larang. Makam dari Nyai Rara Santang bisa kita temui di dalam klenteng di Pasar Bogor, berdekatan dengan pintu masuk Kebun Raya Bogor.

Tokoh pendahulu Walisongo

Syekh Jumadil Qubro

!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Syekh Jumadil Qubro

Syekh Jumadil Qubro adalah tokoh yang sering disebutkan dalam berbagai babad dan cerita rakyat sebagai salah seorang pelopor penyebaran Islam di tanah Jawa. Ia umumnya dianggap bukan keturunan Jawa, melainkan berasal dari Asia Tengah. Terdapat beberapa versi babad yang meyakini bahwa ia adalah keturunan ke-10 dari Husain bin Ali, yaitu cucu Nabi Muhammad SAW. Sedangkan Martin van Bruinessen (1994) menyatakan bahwa ia adalah tokoh yang sama dengan Jamaluddin Akbar (lihat keterangan Syekh Maulana Akbar di bawah).

Sebagian babad berpendapat bahwa Syekh Jumadil Qubro memiliki dua anak, yaitu Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik) dan Maulana Ishaq, yang bersama-sama dengannya datang ke pulau Jawa. Syekh Jumadil Qubro kemudian tetap di Jawa, Maulana Malik Ibrahim ke Champa, dan adiknya Maulana Ishaq mengislamkan Samudera Pasai. Dengan demikian, beberapa Walisongo yaitu Sunan Ampel (Raden Rahmat) dan Sunan Giri (Raden Paku) adalah cucunya; sedangkan Sunan Bonang, Sunan Drajad dan Sunan Kudus adalah cicitnya. Hal tersebut menyebabkan adanya pendapat yang mengatakan bahwa para Walisongo merupakan keturunan etnis Uzbek yang dominan di Asia Tengah, selain kemungkinan lainnya yaitu etnis Persia, Gujarat, ataupun Hadramaut.

Makamnya terdapat di beberapa tempat yaitu di Semarang, Trowulan, atau di desa Turgo (dekat Pelawangan), Yogyakarta. Belum diketahui yang mana yang betul-betul merupakan kuburnya.[2]

Syekh Maulana Akbar

Syekh Maulana Akbar adalah adalah seorang tokoh di abad 14-15 yang dianggap merupakan pelopor penyebaran Islam di tanah Jawa. Nama lainnya ialah Syekh Jamaluddin Akbar dari Gujarat, dan ia kemungkinan besar adalah juga tokoh yang dipanggil dengan nama Syekh Jumadil Kubro, sebagaimana tersebut di atas. Hal ini adalah menurut penelitian Martin van Bruinessen (1994), yang menyatakan bahwa nama Jumadil Kubro (atau Jumadil Qubro) sesungguhnya adalah hasil perubahan hyper-correct atas nama Jamaluddin Akbar oleh masyarakat Jawa.[3]

Silsilah Syekh Maulana Akbar (Jamaluddin Akbar) dari Nabi Muhammad SAW umumnya dinyatakan sebagai berikut: Sayyidina Husain, Ali Zainal Abidin, Muhammad al-Baqir, Ja'far ash-Shadiq, Ali al-Uraidhi, Muhammad al-Naqib, Isa ar-Rummi, Ahmad al-Muhajir, Ubaidullah, Alwi Awwal, Muhammad Sahibus Saumiah, Alwi ats-Tsani, Ali Khali' Qasam, Muhammad Shahib Mirbath, Alwi Ammi al-Faqih, Abdul Malik (Ahmad Khan), Abdullah (al-Azhamat) Khan, Ahmad Jalal Syah, dan Jamaluddin Akbar al-Husaini (Maulana Akbar).

Menurut cerita rakyat, sebagian besar Walisongo memiliki hubungan atau berasal dari keturunan Syekh Maulana Akbar ini. Tiga putranya yang disebutkan meneruskan dakwah di Asia Tenggara; adalah Ibrahim Akbar (atau Ibrahim as-Samarkandi) ayah Sunan Ampel yang berdakwah di Champa dan Gresik, Ali Nuralam Akbar kakek Sunan Gunung Jati yang berdakwah di Pasai, dan Zainal Alam Barakat.

Penulis asal Bandung Muhammad Al Baqir dalam Tarjamah Risalatul Muawanah (Thariqah Menuju Kebahagiaan) memasukkan beragam catatan kaki dari riwayat-riwayat lama tentang kedatangan para mubaligh Arab ke Asia Tenggara. Ia berkesimpulan bahwa cerita rakyat tentang Syekh Maulana Akbar yang sempat mengunjungi Nusantara dan wafat di Wajo, Makasar (dinamakan masyarakat setempat makam Kramat Mekkah), belum dapat dikonfirmasikan dengan sumber sejarah lain. Selain itu juga terdapat riwayat turun-temurun tarekat Sufi di Jawa Barat, yang menyebutkan bahwa Syekh Maulana Akbar wafat dan dimakamkan di Cirebon, meskipun juga belum dapat diperkuat sumber sejarah lainnya.

Syekh Quro

Syekh Quro adalah pendiri pesantren pertama di Jawa Barat, yaitu pesantren Quro di Tanjungpura, Karawang pada tahun 1428.[4]

Nama aslinya Syekh Quro ialah Hasanuddin. Beberapa babad menyebutkan bahwa ia adalah muballigh (penyebar agama} asal Mekkah, yang berdakwah di daerah Karawang. Ia diperkirakan datang dari Champa atau kini Vietnam selatan. Sebagian cerita menyatakan bahwa ia turut dalam pelayaran armada Cheng Ho, saat armada tersebut tiba di daerah Tanjung Pura, Karawang.

Syekh Quro sebagai guru dari Nyai Subang Larang, anak Ki Gedeng Tapa penguasa Cirebon. Nyai Subang Larang yang cantik dan halus budinya, kemudian dinikahi oleh Raden Manahrasa dari wangsa Siliwangi, yang setelah menjadi raja Kerajaan Pajajaran bergelar Sri Baduga Maharaja. Dari pernikahan tersebut, lahirlah Pangeran Kian Santang yang selanjutnya menjadi penyebar agama Islam di Jawa Barat.

Makam Syekh Quro terdapat di desa Pulo Kalapa, Lemahabang, Karawang.

Syekh Datuk Kahfi

Syekh Datuk Kahfi adalah muballigh asal Baghdad memilih markas di pelabuhan Muara Jati, yaitu kota Cirebon sekarang. Ia bernama asli Idhafi Mahdi.

Majelis pengajiannya menjadi terkenal karena didatangi oleh Nyai Rara Santang dan Kian Santang (Pangeran Cakrabuwana), yang merupakan putra-putri Nyai Subang Larang dari pernikahannya dengan raja Pajajaran dari wangsa Siliwangi. Di tempat pengajian inilah tampaknya Nyai Rara Santang bertemu atau dipertemukan dengan Syarif Abdullah, cucu Syekh Maulana Akbar Gujarat. Setelah mereka menikah, lahirlah Raden Syarif Hidayatullah kemudian hari dikenal sebagai Sunan Gunung Jati.

Makam Syekh Datuk Kahfi ada di Gunung Jati, satu komplek dengan makam Sunan Gunung Jati.

Syekh Khaliqul Idrus

Syekh Khaliqul Idrus adalah seorang muballigh Parsi yang berdakwah di Jepara. Menurut suatu penelitian, ia diperkirakan adalah Syekh Abdul Khaliq, dengan laqob Al-Idrus, anak dari Syekh Muhammad Al-Alsiy yang wafat di Isfahan, Parsi.

Syekh Khaliqul Idrus di Jepara menikahi salah seorang cucu Syekh Maulana Akbar yang kemudian melahirkan Raden Muhammad Yunus. Raden Muhammad Yunus kemudian menikahi salah seorang putri Majapahit hingga mendapat gelar Wong Agung Jepara. Pernikahan Raden Muhammad Yunus dengan putri Majapahit di Jepara ini kemudian melahirkan Raden Abdul Qadir yang menjadi menantu Raden Patah, bergelar Adipati Bin Yunus atau Pati Unus. Setelah gugur di Malaka 1521, Pati Unus dipanggil dengan sebutan Pangeran Sabrang Lor. [5]

Bukti dan analisa sejarah bahwa Walisongo keturunan Hadramaut

Walaupun masih ada pendapat yang menyebut Walisongo adalah keturunan Samarkand (Asia Tengah), Champa atau tempat lainnya, namun tampaknya tempat-tampat tersebut lebih merupakan jalur penyebaran para mubaligh daripada merupakan asal-muasal mereka yang sebagian besar adalah kaum Sayyid atau Syarif. Beberapa argumentasi yang diberikan oleh Muhammad Al Baqir, dalam bukunya Thariqah Menuju Kebahagiaan, mendukung bahwa Walisongo adalah keturunan Hadramaut:

* L.W.C van den Berg, Islamolog dan ahli hukum Belanda yang mengadakan riset pada 1884-1886, dalam bukunya Le Hadhramout et les colonies arabes dans l'archipel Indien (1886)[6] mengatakan:

”Adapun hasil nyata dalam penyiaran agama Islam (ke Indonesia) adalah dari orang-orang Sayyid Syarif. Dengan perantaraan mereka agama Islam tersiar di antara raja-raja Hindu di Jawa dan lainnya. Selain dari mereka ini, walaupun ada juga suku-suku lain Hadramaut (yang bukan golongan Sayyid Syarif), tetapi mereka ini tidak meninggalkan pengaruh sebesar itu. Hal ini disebabkan mereka (kaum Sayyid Syarif) adalah keturunan dari tokoh pembawa Islam (Nabi Muhammad SAW).”

* van den Berg juga menulis dalam buku yang sama (hal 192-204):

”Pada abad ke-15, di Jawa sudah terdapat penduduk bangsa Arab atau keturunannya, yaitu sesudah masa kerajaan Majapahit yang kuat itu. Orang-orang Arab bercampul-gaul dengan penduduk, dan sebagian mereka mempuyai jabatan-jabatan tinggi. Mereka terikat dengan pergaulan dan kekeluargaan tingkat atasan. Rupanya pembesar-pembesar Hindu di kepulauan Hindia telah terpengaruh oleh sifat-sifat keahlian Arab, oleh karena sebagian besar mereka berketurunan pendiri Islam (Nabi Muhammad SAW). Orang-orang Arab Hadramawt (Hadramaut) membawa kepada orang-orang Hindu pikiran baru yang diteruskan oleh peranakan-peranakan Arab, mengikuti jejak nenek moyangnya."
Pernyataan van den Berg spesifik menyebut abad ke-15, yang merupakan abad spesifik kedatangan atau kelahiran sebagian besar Walisongo di pulau Jawa. Abad ke-15 ini jauh lebih awal dari abad ke-18 yang merupakan saat kedatangan gelombang berikutnya, yaitu kaum Hadramaut yang bermarga Assegaf, Al Habsyi, Al Hadad, Alaydrus, Alatas, Al Jufri, Syihab, Syahab dan banyak marga Hadramaut lainnya.

* Hingga saat ini umat Islam di Hadramaut sebagian besar bermadzhab Syafi’i, sama seperti mayoritas di Srilangka, pesisir India Barat (Gujarat dan Malabar), Malaysia dan Indonesia. Bandingkan dengan umat Islam di Uzbekistan dan seluruh Asia Tengah, Pakistan dan India pedalaman (non-pesisir) yang sebagian besar bermadzhab Hanafi.
* Kesamaan dalam pengamalan madzhab Syafi'i bercorak tasawuf dan mengutamakan Ahlul Bait; seperti mengadakan Maulid, membaca Diba & Barzanji, beragam Shalawat Nabi, doa Nur Nubuwwah dan banyak amalan lainnya hanya terdapat di Hadramaut, Mesir, Gujarat, Malabar, Srilangka, Sulu & Mindanao, Malaysia dan Indonesia. Kitab fiqh Syafi’i Fathul Muin yang populer di Indonesia dikarang oleh Zainuddin Al Malabary dari Malabar, isinya memasukkan pendapat-pendapat baik kaum Fuqaha maupun kaum Sufi. Hal tersebut mengindikasikan kesamaan sumber yaitu Hadramaut, karena Hadramaut adalah sumber pertama dalam sejarah Islam yang menggabungkan fiqh Syafi'i dengan pengamalan tasawuf dan pengutamaan Ahlul Bait.
* Di abad ke-15, raja-raja Jawa yang berkerabat dengan Walisongo seperti Raden Patah dan Pati Unus sama-sama menggunakan gelar Alam Akbar. Gelar tersebut juga merupakan gelar yang sering dikenakan oleh keluarga besar Jamaluddin Akbar di Gujarat pada abad ke-14, yaitu cucu keluarga besar Azhamat Khan (atau Abdullah Khan) bin Abdul Malik bin Alwi, seorang anak dari Muhammad Shahib Mirbath ulama besar Hadramaut abad ke-13. Keluarga besar ini terkenal sebagai mubaligh musafir yang berdakwah jauh hingga pelosok Asia Tenggara, dan mempunyai putra-putra dan cucu-cucu yang banyak menggunakan nama Akbar, seperti Zainal Akbar, Ibrahim Akbar, Ali Akbar, Nuralam Akbar dan banyak lainnya.

Kontroversi

Sejarawan Slamet Muljana mengundang kontroversi dalam buku Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa (1968), dengan menyatakan bahwa Walisongo adalah keturunan Tionghoa Indonesia.[rujukan?] Pendapat tersebut mengundang reaksi keras masyarakat yang berpendapat bahwa Walisongo adalah keturunan Arab-Indonesia. Pemerintah Orde Baru sempat melarang terbitnya buku tersebut.[rujukan?]

Sumber tertulis tentang Walisongo

1. Terdapat beberapa sumber tertulis masyarakat Jawa tentang Walisongo, antara lain Serat Walisanga karya Ranggawarsita pada abad ke-19, Kitab Walisongo karya Sunan Dalem (Sunan Giri II) yang merupakan anak dari Sunan Giri, dan juga diceritakan cukup banyak dalam Babad Tanah Jawi.
2. Mantan Mufti Johor Sayyid `Alwî b. Tâhir b. `Abdallâh al-Haddâd (meninggal tahun 1962) juga meninggalkan tulisan yang berjudul Sejarah perkembangan Islam di Timur Jauh (Jakarta: Al-Maktab ad-Daimi, 1957). Ia menukil keterangan diantaranya dari Haji `Ali bin Khairuddin, dalam karyanya Ketrangan kedatangan bungsu (sic!) Arab ke tanah Jawi sangking Hadramaut.
3. Dalam penulisan sejarah para keturunan Bani Alawi seperti al-Jawahir al-Saniyyah oleh Sayyid Ali bin Abu Bakar Sakran, 'Umdat al-Talib oleh al-Dawudi, dan Syams al-Zahirah oleh Sayyid Abdul Rahman Al-Masyhur; juga terdapat pembahasan mengenai leluhur Sunan Gunung Jati, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Bonang dan Sunan Gresik.

Lihat pula

* Mazhab Syafi'i
* Suku Arab-Indonesia
* Syekh Muhammad Shahib Mirbath
* Sunan Bayat
* Ki Ageng Pandan Arang

Pranala luar

* (en) Najmuddin al-Kubra, Jumadil Kubra and Jamaluddin al-Akbar: Traces of Kubrawiyya influence in early Indonesian Islam Online publication of Martin van Bruinessen, by Universiteit Utrecht
* (id) Syekh Hasanuddin: Pendiri Pesantren Pertama di Jawa Barat Republika Online: Jumat, 28 April 2006

Referensi

1. ^ Meinsma, J.J., 1903. Serat Babad Tanah Jawi, Wiwit Saking Nabi Adam Dumugi ing Tahun 1647. S'Gravenhage.
2. ^ Istilah maqam, selain berarti kubur juga dapat berarti tempat menetap atau tempat yang pernah dikunjungi seorang tokoh; contohnya seperti makam Nabi Ibrahim di Masjidil Haram.
3. ^ van Bruinessen, Martin, 1994. Najmuddin al-Kubra, Jumadil Kubra and Jamaluddin al-Akbar: Traces of Kubrawiyya influence in early Indonesian Islam, Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 150, hal 305-329.
4. ^ Drs. H. Ridwan Saidi (27 Maret 2007). Disampaikan pada Seminar Genealogi Intelektual Ulama Betawi. Diselenggarakan oleh JIC (Jakarta Islamic Centre), Jakarta. Artikel Republika Online: Jumat, 13 April 2007.
5. ^ Lihat pula: Pangeran Sabrang Lor.
6. ^ van den Berg, Lodewijk Willem Christiaan, 1886. ''Le Hadhramout et les colonies arabes dans l'archipel Indien. Impr. du gouvernement, Batavia.

l • d • s
Sunan-sunan Walisongo

Gresik • Ampel • Bonang • Drajat • Kudus • Giri • Kalijaga • Muria • Gunung Jati

SEJARAH WALISONGO

Menengok konflik Masa Lalu
Biasanya, konflik yang terjadi di kalangan ulama -terutama ulama jaman dahulu, lebih banyak diakibatkan karena persoalan (rebutan pengaruh) politik. Tidak hanya terjadi pada era kiai-ulama masa kini, tapi sejak jaman Wali Songo-pun, konflik seperti itu pernah terjadi.

Bahkan, sejarah Islam telah mencatat bahwa jenazah Muhammad Rasulullah SAW baru dimakamkan tiga hari setelah wafatnya, dikarenakan para sahabat justru sibuk rebutan soal posisi khalifah pengganti Nabi
(Tarikh Ibnu Ishak, ta'liq Muhammad Hamidi).

Di era Wali Songo -kelompok ulama yang "diklaim" oleh NU sebagai nenek-moyangnya dalam perihal berdakwah dan ajarannya, sejarah telah mencatat pula terjadinya konflik yang "fenomenal" antara Wali Songo (yang mementingkan syari'at) dengan kelompok Syekh Siti Jenar (yang mengutamakan hakekat).

Konflik itu berakhir dengan fatwa hukuman mati bagi Syekh Siti Jenar dan pengikutnya. Sejarah juga mencatat bahwa dalam persoalan politik, Wali Songo yang oleh masyarakat dikenal sebagai kelompok ulama penyebar agama Islam di Nusantara yang cukup solid dalam berdakwah itu, Ternyata juga bisa terpolarisasi ke dalam tiga kutub politik; Giri Kedaton (Sunan Giri, di Gresik), Sunan Kalijaga (Adilangu, Demak) dan Sunan Kudus (Kudus).

Kutub-kutub politik itu memiliki pertimbangan dan alasan sendiri-sendiri yang berbeda, dan sangat sulit untuk dicarikan titik temunya; dalam sidang para wali sekalipun. Terutama perseteruan dari dua nama yang terakhir, itu sangat menarik. Karena pertikaian kedua wali tersebut dengan begitu gamblangnya sempat tercatat dalam literatur sejarah klasik Jawa, seperti: "Babad Demak", "Babad Tanah Djawi", "Serat Kandha", dan "Babad Meinsma".

Lagi-lagi, konflik itu diakibatkan karena persoalan politik. Perseteruan yang terjadi antara para wali itu bisa terjadi, bermula setelah Sultan Trenggono (raja ke-2 Demak) wafat. Giri Kedaton yang beraliran "Islam mutihan" (lebih mengutamakan tauhid) mendukung Sunan Prawata dengan pertimbangan ke-'alimannya. Sementara Sunan Kudus mendukung Aryo Penangsang karena dia merupakan pewaris sah (putra tertua) dari Pangeran Sekar Seda Lepen (kakak Trenggono) yang telah dibunuh oleh Prawata (anak Trenggono). Sedangkan Sunan Kalijaga (aliran tasawuf, abangan) mendukung Joko Tingkir (Hadiwijaya), dengan pertimbangan ia akan mampu memunculkan sebuah kerajaan kebangsaan nusantara yang akomodatif terhadap budaya.

Sejarah juga mencatat, konflik para wali itu "lebih seru" bila dibandingkan dengan konflik ulama sekarang, karena pertikaian mereka sangat syarat dengan intrik politik yang kotor, seperti menjurus pada pembunuhan terhadap lawan politik. Penyebabnya tidak semata karena persoalan politik saja, tapi di sana juga ada hal-hal lain seperti: pergesekan pengaruh ideologi, hegemoni aliran oleh para wali, pengkhianatan murid terhadap guru, dendam guru terhadap murid, dan sebagainya.


*catatan wachdie..
bagaimana bangsa indonesia tidak dijajah? jika kita melihat cerita para negarawan islamnya sendiri pada rakus kekuasaan!!!!

Sumber : http://mengenal-islam.t35.com/Sejarah_Wali_Songo.htm

Kelicikan Walisongo

.. pada waktu Siti Jenar dihukum mati darahnya berwarna putih dan berbau harum. terdengar musik dari angkasa .. namun atas kelicikan walisongo, mayat Siti Jenar diganti dengan mayat anjing kemudian dipertontonkan di depan umum...

Aliran Siti Jenar inilah yang kemudian berkembang menjadi aliran kejawen di Jawa...


Sumber : http://mengenal-islam.t35.com/Sejarah_Wali_Songo.htm
Proyek Bersih Parpol Hanya Slogan - AntiKorupsi.org