Tampilkan postingan dengan label Taman Nasional. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Taman Nasional. Tampilkan semua postingan

Senin, 03 Agustus 2009

Tiga Hari di Taman Nasional Ujung Kulon

Badak bercula satu (Rhinoceros sondaicus) merupakan salah satu satwa langka khas Indonesia yang fenomenal. Hanya segelintir orang yang pernah menjumpainya karena jumlahnya yang sedikit. Itulah salah satu alasan saya untuk ikut WAW yang di adakan ProFauna Indonesia Jakarta ke Taman Nasional Ujung Kulon pada tanggal 20-23 Maret 2008, selain memang aktifitas WAW yang selalu membuat kecanduan.
Saya sudah membayangkan di Ujung Kulon nanti akan ada hutan yang rapat, lintah, monyet, aneka burung dan lainnya juga trek offroad seperti yang pernah saya kunjungi di Way Kambas, Lampung. Pasti menjadi perjalanan yang menarik. Syukur kalau bisa bersalaman dengan badak yang terkenal itu.

Bersama 20 personel lebih kami berangkat pukul 00.30 WIB dari kantor LASA dan ProFauna di Bintara, Kranji dengan semangat badak. Perjalanan menuju Ujung Kulon cukup melelahkan dan membuat penat. Terkadang hujan ikut menemani kami. Tapi untungnya ada pemandangan yang indah seperti kumpulan kuntul kerbau (Bubulcus ibis) di sawah, dan pantai Anyer yang menghindarkan dari kebosanan.

Uwih… 12 jam berlalu. Sudah pukul 13.30 WIB. Akhirnya kami sampai juga di daerah yang terkenal dengan patung badak sebagai lambangnya. Kami menuju Taman Jaya tempat kami menginap di balai RMPU (Rhino Monitoring Protection Unit).

Setelah cukup istirahat di tempat yang telah disediakan oleh RMPU, kami memulai acara diskusi. Materi diberikan oleh petugas RMPU ditambah materi dari Bu Maria, dosen IPB jurusan konservasi yang juga merupakan anggota ProFauna. Diskusi ini cukup menarik karena para petugas RMPU berbagi cerita tentang satwa bercula itu.

Badak Jawa (R. Sondaicus) sangat berbeda dengan badak Sumatra yang tubuhnya lebih kecil dan agak berambut di bagian kepalanya. Sekilas badak jawa lebih mirip badak Afrika tapi tubuhnya lebih kecil berwarna kelabu dengan kekerasan cula seperti tulang. Sensus terakhir pada Desember 2007 dengan 15 transek (jalur Pengamatan) mengestimasi bahwa badak Jawa ini hanya berjumlah 55 ekor tanpa di ketahui jumlah jantan dan betinanya. Data ini tidak terlalu akurat karena peralatan yang digunakan tidaklah canggih. Hanya bedasarkan metode pengamatan tapak, arah, dan kotorannya. Amat disayangkan pemerintah tidak memfasilisasi petugas lapangan menggunakan kamera otomatis untuk pengamatan seperti banyak peneliti asing lakukan. Padahal badak bercula satu merupakan kekayaan negara yang juga dilindungi dunia karena populasinya yang sedikit dan hampir mengalami kepunahan.

Di habitatnya, badak makan sekitar 126 jenis tumbuhan seperti kiara, serlang, segel dan lainnya. Mewabahnya tanaman langkap mengakibatkan matinya tanaman lain karena mengandung racun, mengakibatkan banyak tumbuhan pakan badak menjadi langka. Itulah ancaman bagi badak jawa kini selain pembalakan hutan.

Selain badak jawa, Ujung Kulon yang mempunyai luas 120.551 Ha yang terdiri dari daratan dan perairan juga ditinggali satwa-satwa yang tidak kalah mempesonanya seperti penyu, owa, kangkareng, kancil, merak dan lainnya. Untuk mencapai hutan tempat habitat badak dan teman-temannya yang terletak di selatan Ujung Kulon diperlukan waktu yang cukup lama. Apalagi jika ditempuh dengan jalur darat. Maka petugas lapangan MRPU memakai jalur perairan untuk menuju lokasi.

Esoknya kami menyeberang ke Pulau Peucang. Langit pagi sangat indah. Kami menyewa kapal nelayan berkapasitas 25 orang. Matahari selalu menemani perjalanan kami selama 2,5 jam. Di tengah lautan kami berjumpa dengan elang bondol (Haliastur indus) juga pecuk ular (Anhinga melanogaster) yang terbang indah di atas laut.

Pulau Peucang sangatlah indah. Kami disambut oleh kijang (Muntiacus muntjak) jantan, monyet ekor panjang (Macaca fasicularis) yang tersenyum di atas pasir putih, dan rombongan ikan hunu (nama lokal untuk ikan seperti teri) di laut yang jernih dan kehijauan.

Kami diberi fasilitas menginap gratis oleh BKSDA Ujung Kulon di sebuah bangunan bekas kantor. Setelah menaruh tas, kami ditemani Pak Tumino, guide Pulau Peucang menyusuri hutan menuju sisi lain dari pulau indah ini. Ia memberikan banyak informasi tentang tumbuhan juga satwa yang berada disini. Tumbuhan disini (berakar serabut, akar pipih juga akar nafas) menyesuaikan diri dengan kondisi tanah yang tidak terlalu dalam. Kalau digali, 1,5 meter sudah merupakan bebatuan karang.

Di pulau ini kami menjumpai kancil (Tragulus javanicus), kijang, biawak, babi hutan (Sus sp.), helikopter, sebutan jagawana untuk burung kangkareng (Antracoceros sp.) yang bertengger di atas pohon yang tinggi, dan burung merak (Pavo munticus) yang cantik. Tiga kilometer sudah kami berjalan. Akhirnya sampai juga ke sisi lain dari pulau ini. Ya ampun indah sekali!!! Seperti di negeri dongeng. Ada karang copong yang tengahnya bolong menghiasi pantai berkarang. Dan kami juga bisa melihat Anak Gunung Krakatau.

Sorenya sekitar pukul 17.00 WIB kami menuju Cidaun yang berada di Pulau Jawa. Di sini kami melihat kawnan banteng (Bos javanicus) betina yang asyik ngerumpi sambil merumput. Juga dua pasang merak (P. Munticus) yang asyik bercinta. Kami harus extra hati-hati, tanpa suara dan bersembunyi diantara savanna dan pohon agar satwa-satwa itu tidak terkejut. Walaupun gatal yang amat sangat karena rumput yang menusuk tetapi kami puas memotret satwa-satwa indah itu.

Di malam hari, disekitar penginapan, babi hutan berkeliaran ditemani cahaya rembulan. Begitupula para monyet ekor panjang yang terkadang nakal karena suka mencuri makanan.

Esok paginya kami bersiap kembali ke Taman Jaya.Belum puas rasanya hanya semalam disini. Kamipun membawa semua perlengkapan. Ketika membawa logistic ke perahu, seekor monyet muda menghadang Irma yang membawa sekotak nasi. Ia meminta jatah preman. Untung saja Irma berhasil kabur dan monyet itu dengan kesal kembali ke koloninya.

Di perjalanan pulang kami juga kembali bersua dengan elang bondol yang terbang bebas di cakrawala. Tak lupa kami mampir ke Pulau Hadeleum yang letaknya tak jauh dari Taman Jaya. Di pulau kecil ini juga terdapat satwa yang jenisnya sama dangan pulau Peucang. Sayang kami hanya bisa menikmati seperempat perjalanan di pulau ini karena hujan turun dengan lebat. Setelah hujan reda kami memutuskan kembali ke perahu karena hari menjelang sore dan meneruskan perjalanan menuju Taman Jaya untuk beristirahat dan besok pagi kembali ke Jakarta.

Pesona Ujung Kulon dengan pulau-pulau kecil di sekitarnya sangatlah indah baik secara panorama dan keanekaragaman hayatinya. Suatu saat pasti saya akan kembali menjelajah plus dengan hutannya. Dan berharap dapat berpose bersama badak.
Suara Satwa

Source : http://www.profauna.org/suarasatwa/id/2008/02/tiga_hari_di_taman_nasional_ujung_kulon.html

Kamis, 23 Juli 2009

7 Keajaiban Alam Dunia






Taman Nasional
Komodo Melaju ke Babak Final

Mega Putra Ratya - detikNews

foto: new7wonder.com

Jakarta - Menjadi sebuah kebanggaan bagi bangsa Indonesia ketika Taman
Nasional Komodo (TNK) berhasil menjadi salah satu finalis Kampanye "New 7
Wonders of Nature". TNK dinilai berhak melaju ke tahap final setelah
menyisihkan kurang lebih 440 nominasi dari 220 negara.
 
Komodo Island





"Pada tanggal 21 Juli 2009 pukul 12.07 GMT (19.07 WIB), New 7 Wonders Foundation telah mengumumkan TNK sebagai salah satu dari 28 finalis yang berhak untuk melanjutkan ke tahap final (Tahap III)," bunyi rilis Departemen Kebudayaan dan Pariwisata yang diterima detikcom, Rabu (22/7/2009).

Masyarakat Indonesia diharapkan memberi dukungan sebanyak mungkin agar Taman Nasional Komodo di Flores, Manggarai, Nusa Tenggara Timur, menjadi salah satu dari tujuh keajaiban dunia.

"Mengajak seluruh masyarakat Indonesia dan dunia untuk berpartisipasi aktif melakukan pemilihan, agar terpilih sebagai salah satu dari 'Tujuh Keajaiban Dunia bernuansa Alam' yang akan ditentukan pada tahun 2011," begitu bunyi seruan tersebut.

Ayo tunggu apa lagi, pilih lagi untuk tahap final ini....sekarang saatnya melakukan sesuatu yang nyata untuk mengharumkan nama negeri ini dan menunjukan pada dunia Indonesia kita yang sebenarnya.

Bagi anda yang akan memilih dapat melakukan dengan dua cara, Pertama memilih dengan cara online melalui website http://www.new7wond ers.com. Kedua, memilih melalui telephone (SLI) dengan menekan +41 77 312 4041. Setelah pesan selesai dan terdengar bunyi beep tekan kode 7717 untuk memilih Taman Nasional Komodo.

Dukung Taman Nasional Komodo.. Dukung Indonesia-mu.

Source : detik.com

Selasa, 04 November 2008

Gagal Selamatkan Badak, RPU Bengkulu Dibubarkan

Bengkulu (ANTARA News) - Keberadaan Rhino Patroli Unit (RPU) yang bertugas menjaga populasi badak di kawasan hutan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) wilayah Bengkulu dari aktivitas perburuan, menyebabkan satuan kerja itu dibubarkan.

"Kini tak ada lagi RPU. Dari hasil penelitian dan penelusuran tidak ada lagi badak bercula dua dan satu di Bengkulu," ujar Kepala Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu, Edi Sediyarto, di Bengkulu, Selasa.

Namun demikian, ada satu badak asal Bengkulu yang sempat diboyong ke Lampung untuk ditangkarkan, hingga satwa itu diharapkan masih bisa berkembang biak.

Edi mengatakan, badak sangat sulit bereproduksi hingga populasi mereka menyusut dengan cepat. Ia belum tahu apakah badak yang ditangkarkan di Lampung itu akan dikembalikan ke habitat di Bengkulu.

Dalam upaya menyelamatkan badak, telah dibentuk satuan kerja "Rescue Project" dengan tugas menyelamatkan satwa badak yang tersisa, namun hasilnya tidak optimal.

Bentuk kegagalan tersebut terlihat jelas dari populasi badak yang semula diperkirakan sebanyak 40-60 ekor tahun 1992, menjadi hanya 2-3 ekor pada 2004 dan sekarang tidak lagi terlihat jejak kehidupan satwa tergolong appendix I itu lagi.

Bagi pemburu, mendapatkan badak di tengah hutan yang maha luas ibarat seorang pecandu shabu-shabu yang terus ketagihan hingga mendapatkan satwa dimaksud.

Kini satuan kerja penyelamatan badak tengah mencari sisa badak yang mungkin masih tersisa itu untuk seterusnya dibawa ke Way Kambas Lampung guna dikembangbiakan dengan cara "ex-situ" (di luar habitat).

Keberadaan proyek penyelamatan ini didukung dana dari organisasi pecinta satwa, tetapi tidak dijelaskan jenis bantuannya.

Kepala RPU Edi Kusuma menyatakan, pihaknya sudah berupaya melakukan tugas secara optimal dalam mencegah terjadinya pembunuhan terhadap badak di hutan-hutan wilayah TNKS, namun hasilnya tetap mengecewakan.

Ia menyatakan timnya selama 20 hari dalam satu bulan berada di dalam hutan, berkeliling mengawasi setiap jengkal hutan dari aktivitas perburuan.

Hanya saja, luas TNKS yang mencapai raturan ribu hektare sementara petugas RPU hanya belasan orang, mengakibatkan hasil pengawasan tidak bisa berjalan secara baik. (*)

Source : http://www.antara.co.id/view/?i=1225792457&c=WBM&s=

Kamis, 03 April 2008

Tiga Hari di Taman Nasional Ujung Kulon

Badak bercula satu (Rhinoceros sondaicus) merupakan salah satu satwa langka khas Indonesia yang fenomenal. Hanya segelintir orang yang pernah menjumpainya karena jumlahnya yang sedikit. Itulah salah satu alasan saya untuk ikut WAW yang di adakan ProFauna Indonesia Jakarta ke Taman Nasional Ujung Kulon pada tanggal 20-23 Maret 2008, selain memang aktifitas WAW yang selalu membuat kecanduan.
Saya sudah membayangkan di Ujung Kulon nanti akan ada hutan yang rapat, lintah, monyet, aneka burung dan lainnya juga trek offroad seperti yang pernah saya kunjungi di Way Kambas, Lampung. Pasti menjadi perjalanan yang menarik. Syukur kalau bisa bersalaman dengan badak yang terkenal itu.

Bersama 20 personel lebih kami berangkat pukul 00.30 WIB dari kantor LASA dan ProFauna di Bintara, Kranji dengan semangat badak. Perjalanan menuju Ujung Kulon cukup melelahkan dan membuat penat. Terkadang hujan ikut menemani kami. Tapi untungnya ada pemandangan yang indah seperti kumpulan kuntul kerbau (Bubulcus ibis) di sawah, dan pantai Anyer yang menghindarkan dari kebosanan.

Uwih… 12 jam berlalu. Sudah pukul 13.30 WIB. Akhirnya kami sampai juga di daerah yang terkenal dengan patung badak sebagai lambangnya. Kami menuju Taman Jaya tempat kami menginap di balai RMPU (Rhino Monitoring Protection Unit).

Setelah cukup istirahat di tempat yang telah disediakan oleh RMPU, kami memulai acara diskusi. Materi diberikan oleh petugas RMPU ditambah materi dari Bu Maria, dosen IPB jurusan konservasi yang juga merupakan anggota ProFauna. Diskusi ini cukup menarik karena para petugas RMPU berbagi cerita tentang satwa bercula itu.

Badak Jawa (R. Sondaicus) sangat berbeda dengan badak Sumatra yang tubuhnya lebih kecil dan agak berambut di bagian kepalanya. Sekilas badak jawa lebih mirip badak Afrika tapi tubuhnya lebih kecil berwarna kelabu dengan kekerasan cula seperti tulang. Sensus terakhir pada Desember 2007 dengan 15 transek (jalur Pengamatan) mengestimasi bahwa badak Jawa ini hanya berjumlah 55 ekor tanpa di ketahui jumlah jantan dan betinanya. Data ini tidak terlalu akurat karena peralatan yang digunakan tidaklah canggih. Hanya bedasarkan metode pengamatan tapak, arah, dan kotorannya. Amat disayangkan pemerintah tidak memfasilisasi petugas lapangan menggunakan kamera otomatis untuk pengamatan seperti banyak peneliti asing lakukan. Padahal badak bercula satu merupakan kekayaan negara yang juga dilindungi dunia karena populasinya yang sedikit dan hampir mengalami kepunahan.

Di habitatnya, badak makan sekitar 126 jenis tumbuhan seperti kiara, serlang, segel dan lainnya. Mewabahnya tanaman langkap mengakibatkan matinya tanaman lain karena mengandung racun, mengakibatkan banyak tumbuhan pakan badak menjadi langka. Itulah ancaman bagi badak jawa kini selain pembalakan hutan.

Selain badak jawa, Ujung Kulon yang mempunyai luas 120.551 Ha yang terdiri dari daratan dan perairan juga ditinggali satwa-satwa yang tidak kalah mempesonanya seperti penyu, owa, kangkareng, kancil, merak dan lainnya. Untuk mencapai hutan tempat habitat badak dan teman-temannya yang terletak di selatan Ujung Kulon diperlukan waktu yang cukup lama. Apalagi jika ditempuh dengan jalur darat. Maka petugas lapangan MRPU memakai jalur perairan untuk menuju lokasi.

Esoknya kami menyeberang ke Pulau Peucang. Langit pagi sangat indah. Kami menyewa kapal nelayan berkapasitas 25 orang. Matahari selalu menemani perjalanan kami selama 2,5 jam. Di tengah lautan kami berjumpa dengan elang bondol (Haliastur indus) juga pecuk ular (Anhinga melanogaster) yang terbang indah di atas laut.

Pulau Peucang sangatlah indah. Kami disambut oleh kijang (Muntiacus muntjak) jantan, monyet ekor panjang (Macaca fasicularis) yang tersenyum di atas pasir putih, dan rombongan ikan hunu (nama lokal untuk ikan seperti teri) di laut yang jernih dan kehijauan.

Kami diberi fasilitas menginap gratis oleh BKSDA Ujung Kulon di sebuah bangunan bekas kantor. Setelah menaruh tas, kami ditemani Pak Tumino, guide Pulau Peucang menyusuri hutan menuju sisi lain dari pulau indah ini. Ia memberikan banyak informasi tentang tumbuhan juga satwa yang berada disini. Tumbuhan disini (berakar serabut, akar pipih juga akar nafas) menyesuaikan diri dengan kondisi tanah yang tidak terlalu dalam. Kalau digali, 1,5 meter sudah merupakan bebatuan karang.

Di pulau ini kami menjumpai kancil (Tragulus javanicus), kijang, biawak, babi hutan (Sus sp.), helikopter, sebutan jagawana untuk burung kangkareng (Antracoceros sp.) yang bertengger di atas pohon yang tinggi, dan burung merak (Pavo munticus) yang cantik. Tiga kilometer sudah kami berjalan. Akhirnya sampai juga ke sisi lain dari pulau ini. Ya ampun indah sekali!!! Seperti di negeri dongeng. Ada karang copong yang tengahnya bolong menghiasi pantai berkarang. Dan kami juga bisa melihat Anak Gunung Krakatau.

Sorenya sekitar pukul 17.00 WIB kami menuju Cidaun yang berada di Pulau Jawa. Di sini kami melihat kawnan banteng (Bos javanicus) betina yang asyik ngerumpi sambil merumput. Juga dua pasang merak (P. Munticus) yang asyik bercinta. Kami harus extra hati-hati, tanpa suara dan bersembunyi diantara savanna dan pohon agar satwa-satwa itu tidak terkejut. Walaupun gatal yang amat sangat karena rumput yang menusuk tetapi kami puas memotret satwa-satwa indah itu.

Di malam hari, disekitar penginapan, babi hutan berkeliaran ditemani cahaya rembulan. Begitupula para monyet ekor panjang yang terkadang nakal karena suka mencuri makanan.

Esok paginya kami bersiap kembali ke Taman Jaya.Belum puas rasanya hanya semalam disini. Kamipun membawa semua perlengkapan. Ketika membawa logistic ke perahu, seekor monyet muda menghadang Irma yang membawa sekotak nasi. Ia meminta jatah preman. Untung saja Irma berhasil kabur dan monyet itu dengan kesal kembali ke koloninya.

Di perjalanan pulang kami juga kembali bersua dengan elang bondol yang terbang bebas di cakrawala. Tak lupa kami mampir ke Pulau Hadeleum yang letaknya tak jauh dari Taman Jaya. Di pulau kecil ini juga terdapat satwa yang jenisnya sama dangan pulau Peucang. Sayang kami hanya bisa menikmati seperempat perjalanan di pulau ini karena hujan turun dengan lebat. Setelah hujan reda kami memutuskan kembali ke perahu karena hari menjelang sore dan meneruskan perjalanan menuju Taman Jaya untuk beristirahat dan besok pagi kembali ke Jakarta.

Pesona Ujung Kulon dengan pulau-pulau kecil di sekitarnya sangatlah indah baik secara panorama dan keanekaragaman hayatinya. Suatu saat pasti saya akan kembali menjelajah plus dengan hutannya. Dan berharap dapat berpose bersama badak.
Suara Satwa

Source : http://www.profauna.org/suarasatwa/id/2008/02/tiga_hari_di_taman_nasional_ujung_kulon.html
Proyek Bersih Parpol Hanya Slogan - AntiKorupsi.org