oleh adi supardi
Tokoh India Indonesia (Etnis India Indonesia) bernama Raam Punjabi yang mempunyai nama lengkap Raam Jethmal Punjabi kelahiran Surabaya, Jawa Timur, 6 Oktober 1943 adalah seorang produser film dan sinetron paling sukses di Indonesia dengan rumah produksinya Multivision Plus.
Multivision Plus menaungi 150 artis, 20 sutradara, dan 300 tenaga yang dikontrak secara eksklusif oleh production house itu dan setiap minggu, Multivision Plus membuat tayangan sinetron lebih kurang 22 jam.
Pada tahun 2004, terbit buku biografi Raam Punjabi berjudul Panggung Hidup Raam Punjabi. Buku setebal lebih dari 300 halaman dan disusun oleh Alberthiene Endah itu banyak mengetengahkan sisi kehidupan Raam Punjabi. Buku tersebut ini diterbitkan Grasindo (kelompok penerbit milik PT Gramedia).
Penyelamat industri perfilman Indonesia, Raam Punjabi memiliki istri bernama :
Shanta Ramchand Harjani (Raakhee Punjabi) dan anak bernama Ameet Punjabi (Alm), Karuishma Punjabi, Amrit Punjabi. Sedangkan Ayah bernama Jethmal Tolaram Punjabi dan Ibu bernama Dhanibhai Jethmal Punjabi
Source : etnisuku.wordpress.com
Waspadai pengaruh Barat,Timur Tengah, dan Asia Timur
Sudah saatnya kita menggali kembali EKSISTENSI BUDAYA BANGSA KITA SENDIRI
Kearifan Lokal Leluhur Nusantara, Bukan Leluhur Barat, Bukan Leluhur Timur Tengah dan Bukan Leluhur Asia Timur
Barat Menipu Berkedok HAM, Timur Tengah Menipu Berkedok Agama, Asia Timur Menipu Berkedok Dagang
Tampilkan postingan dengan label Etnis Suku. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Etnis Suku. Tampilkan semua postingan
Jumat, 18 September 2009
Rabu, 16 September 2009
Etnis India Indonesia : Perkembangan Populasinya
oleh adi supardi
Menurut Wikipedia, diperkirakan populasi Etnis India Indonesia (EII) sekitar 50.000 – 80.000 orang, yang separuhnya bermukim di kawasan Medan dan Pematang Siantar Sumatra Utara, di Jakarta sekitar 10.000 orang dan sisanya tersebar diberbagai wilayah seperti Palembang, Aceh, Bandung, Semarang, Surakarta, Jogjakarta, Surabaya, Malang, Bangil dan Bali.
Hitungan tersebut hanya untuk orang keturunan India yang benar-benar tulen dari India dan belum termasuk yang berdarah campuran.
Ditilik dari asal muasalnya, mereka terdapat tiga kelompok yaitu suku Tamil berasal dari India Selatan, suku Punjabi dan suku Sindhi. dari India Utara.
Untuk agama, mayoritas EII menganut agama Hindu dan Budha, sebagian lain beragama Sikh, Kristen dan Islam.
Source : etnisuku.wordpress.com
Menurut Wikipedia, diperkirakan populasi Etnis India Indonesia (EII) sekitar 50.000 – 80.000 orang, yang separuhnya bermukim di kawasan Medan dan Pematang Siantar Sumatra Utara, di Jakarta sekitar 10.000 orang dan sisanya tersebar diberbagai wilayah seperti Palembang, Aceh, Bandung, Semarang, Surakarta, Jogjakarta, Surabaya, Malang, Bangil dan Bali.
Hitungan tersebut hanya untuk orang keturunan India yang benar-benar tulen dari India dan belum termasuk yang berdarah campuran.
Ditilik dari asal muasalnya, mereka terdapat tiga kelompok yaitu suku Tamil berasal dari India Selatan, suku Punjabi dan suku Sindhi. dari India Utara.
Untuk agama, mayoritas EII menganut agama Hindu dan Budha, sebagian lain beragama Sikh, Kristen dan Islam.
Source : etnisuku.wordpress.com
Selasa, 08 September 2009
Pemahaman dan Penguatan Wawasan Kebangsaan
oleh adi supardi
Suatu bangsa menjadi bangsa besar; produktif dan mandiri, adil dan beradab, solidaritas tinggi dan berwibawa, serta ketegaran yang berkelanjutan, bukan semata-mata dilihat dari besarnya jumlah penduduk; melainkan kualitas manusia (“masyarakat”) sebagai bangsa kuat dan beradab.
Demikian disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Ikatan Sosiologi Indonesia , Dr. Ir. Tri Pranadji, MSi, APU dalam “Forum Komunikasi dan Konsultasi Pembauran dalam Rangka Fasilitasi dan Penguatan Kelembagaan “ di Jakarta 8 September 2009
Dijelaskan, Penguatan pengintegrtasi multicultural bangsa terdapat Enam elemen sosio-kultural : Nilai-nilai sosio-kultural . Kepemimpinan progresif , Struktur masyarakat. Sistem pemerintahan, Kompetensi SDM dan Manajemen social.
Source : etnisuku.wordpress.com
Suatu bangsa menjadi bangsa besar; produktif dan mandiri, adil dan beradab, solidaritas tinggi dan berwibawa, serta ketegaran yang berkelanjutan, bukan semata-mata dilihat dari besarnya jumlah penduduk; melainkan kualitas manusia (“masyarakat”) sebagai bangsa kuat dan beradab.
Demikian disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Ikatan Sosiologi Indonesia , Dr. Ir. Tri Pranadji, MSi, APU dalam “Forum Komunikasi dan Konsultasi Pembauran dalam Rangka Fasilitasi dan Penguatan Kelembagaan “ di Jakarta 8 September 2009
Dijelaskan, Penguatan pengintegrtasi multicultural bangsa terdapat Enam elemen sosio-kultural : Nilai-nilai sosio-kultural . Kepemimpinan progresif , Struktur masyarakat. Sistem pemerintahan, Kompetensi SDM dan Manajemen social.
Source : etnisuku.wordpress.com
Minggu, 30 Agustus 2009
Etnis India Indonesia : Masjid Al Anshor Pekojan, Kecamatan Tambora , Jakarta Barat, Indonesia
oleh adi supardi
Bangunan Masjid Al Anshor yang terletak di Rt.006/Rw.04 Kelurahan Pekojan, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat, Indonesia. Pada massa penjajahan Belanda, daerah itu bernama Kampoeng Toea Pekojan. Nama PE-KOJA-N adalah kampong tempat tinggal orang Kodja. Sebutan orang Kodja adalah orang India atau etnis India.
Bangunan Masjid Al Anshor yang disamping terdapat pemakaman kuno, bernilai sejarah berkaitan Etnis India Indonesia, karena bangunan Masjid Al Anshor diatas tanah wakaf dari Warga Negara India dengan bukti sertifikat nomor : M.166 tanggal 18-03-92 AIW/PPAIW : W3/011/c/4/1991 tanggal 8-5-1991. Diperkuat dengan pemasangan Papan Undang Undang Monumen oleh Pemerintah DKI Jakarta (Dinas Musium dan Sejarah) berbunyi : Perhatian : SK Gubernur No.cb.11/1/12/72 tanggal 10 Januari 1972 (Lembaran Daerah no.60/1972). Gedung ini dilindungi Undang Undang Monumen ST BL 1931 no.238. Segala tindakan berupa pembongkaran, perubahan, pemindahan diatas bangunan ini hanya dapat dilakukan seizin Gubernur Kepala Daerah. Setiap pelanggaran akan dituntut sesuai Undang Undang yang berlaku.
Selain itu, berkaitan sejarah Bangunan Masjid Al Anshor , terdapat bangunan musholla tertua bernama Langgar Tinggi di dirikan pada tahun 1249 H (1829 M) yang terletak di Rt.02/Rw.01 Kelurahan Pekojan, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat, Indonesia.
Peninggalan Etnis India atas Bangunan Masjid Al Anshor beserta makam kuno tersebut dapat dijadikan tempat obyek wisata religius (keagamaan).
Source : etnisuku.wordpress.com
Bangunan Masjid Al Anshor yang terletak di Rt.006/Rw.04 Kelurahan Pekojan, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat, Indonesia. Pada massa penjajahan Belanda, daerah itu bernama Kampoeng Toea Pekojan. Nama PE-KOJA-N adalah kampong tempat tinggal orang Kodja. Sebutan orang Kodja adalah orang India atau etnis India.
Bangunan Masjid Al Anshor yang disamping terdapat pemakaman kuno, bernilai sejarah berkaitan Etnis India Indonesia, karena bangunan Masjid Al Anshor diatas tanah wakaf dari Warga Negara India dengan bukti sertifikat nomor : M.166 tanggal 18-03-92 AIW/PPAIW : W3/011/c/4/1991 tanggal 8-5-1991. Diperkuat dengan pemasangan Papan Undang Undang Monumen oleh Pemerintah DKI Jakarta (Dinas Musium dan Sejarah) berbunyi : Perhatian : SK Gubernur No.cb.11/1/12/72 tanggal 10 Januari 1972 (Lembaran Daerah no.60/1972). Gedung ini dilindungi Undang Undang Monumen ST BL 1931 no.238. Segala tindakan berupa pembongkaran, perubahan, pemindahan diatas bangunan ini hanya dapat dilakukan seizin Gubernur Kepala Daerah. Setiap pelanggaran akan dituntut sesuai Undang Undang yang berlaku.
Selain itu, berkaitan sejarah Bangunan Masjid Al Anshor , terdapat bangunan musholla tertua bernama Langgar Tinggi di dirikan pada tahun 1249 H (1829 M) yang terletak di Rt.02/Rw.01 Kelurahan Pekojan, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat, Indonesia.
Peninggalan Etnis India atas Bangunan Masjid Al Anshor beserta makam kuno tersebut dapat dijadikan tempat obyek wisata religius (keagamaan).
Source : etnisuku.wordpress.com
Jumat, 28 Agustus 2009
Muslim Etnis India Indonesia, sejarah masuknya Islam ke Indonesia dari India ?
oleh adi supardi
Sejauh ini, perbincangan mengenai sejarah masuknya Islam ke Indonesia masih didominasi dua teori yang sudah klasik dan klise, serta disinyalir penulis buku ini mengandung penanaman ideologi otentisitas. Bias ideologi otentisitas itu kira-kira menyatakan, kalau Islam yang datang ke Nusantara bukan berasal dari tanah Arab atau Timur Tengah, maka nilai kesahihan dan ke-afdhal-annya akan dipertanyakan. Makanya, teori pertama tentang datangnya Islam di Nusantara menyatakan bahwa Islam dibawa ke Nusantara oleh para pedagang yang berasal dari Arab/Timur Tengah. Teori ini dikenal sebagai teori Arab, dan dipegang oleh Crawfurd, Niemann, de Holander. Bahkan Fazlur Rahman juga mengikuti mazhab ini (Rahman: 1968). Kedua adalah teori India. Teori ini menyatakan bahwa Islam yang datang ke Nusantara berasal dari India. Pelopor mazhab ini adalah Pijnapel yang kemudian diteliti lebih lanjut oleh Snouck, Fatimi, Vlekke, Gonda, dan Schrieke (Drewes: 1985; Azra: 1999).
Muslim Etnis India Indonesia memiliki sejarah peninggalan tempat ibadah seperti pembangunan Masjid Raya Kota Singkawang, Provinsi Kalimantan Barat, Musholla atau Langgar Tinngi yang didirikan pada tahun 11249 H (1829 M) dan Masjid kuno Al-Anshsor yang dibangun pada 1648 oleh para Muslim India. Menurut Sekretaris DPC NU Kota Singkawang, Bakri, Masjid Raya Kota Singakwang dibangun sekitar abad 12 oleh Muslim India.
Apakah peninggalan sejarah pembangunan masjid dan musholla atau Langgar tersebut dapat memperkuat bahwa Islam yang datang ke Nusantara berasal dari India ?
Kepada yang mengetahui sejarah pembangunan masjid itu dengan sejarah perkembangan Muslim Etnis India Indonesia, dipersilahkan membagi pengetahuan ini yang mungkin dapat bermanfaat bagi yang membutuhkannya. Teriam kasih
Sumber : etnisuku.wordpress.com
Sejauh ini, perbincangan mengenai sejarah masuknya Islam ke Indonesia masih didominasi dua teori yang sudah klasik dan klise, serta disinyalir penulis buku ini mengandung penanaman ideologi otentisitas. Bias ideologi otentisitas itu kira-kira menyatakan, kalau Islam yang datang ke Nusantara bukan berasal dari tanah Arab atau Timur Tengah, maka nilai kesahihan dan ke-afdhal-annya akan dipertanyakan. Makanya, teori pertama tentang datangnya Islam di Nusantara menyatakan bahwa Islam dibawa ke Nusantara oleh para pedagang yang berasal dari Arab/Timur Tengah. Teori ini dikenal sebagai teori Arab, dan dipegang oleh Crawfurd, Niemann, de Holander. Bahkan Fazlur Rahman juga mengikuti mazhab ini (Rahman: 1968). Kedua adalah teori India. Teori ini menyatakan bahwa Islam yang datang ke Nusantara berasal dari India. Pelopor mazhab ini adalah Pijnapel yang kemudian diteliti lebih lanjut oleh Snouck, Fatimi, Vlekke, Gonda, dan Schrieke (Drewes: 1985; Azra: 1999).
Muslim Etnis India Indonesia memiliki sejarah peninggalan tempat ibadah seperti pembangunan Masjid Raya Kota Singkawang, Provinsi Kalimantan Barat, Musholla atau Langgar Tinngi yang didirikan pada tahun 11249 H (1829 M) dan Masjid kuno Al-Anshsor yang dibangun pada 1648 oleh para Muslim India. Menurut Sekretaris DPC NU Kota Singkawang, Bakri, Masjid Raya Kota Singakwang dibangun sekitar abad 12 oleh Muslim India.
Apakah peninggalan sejarah pembangunan masjid dan musholla atau Langgar tersebut dapat memperkuat bahwa Islam yang datang ke Nusantara berasal dari India ?
Kepada yang mengetahui sejarah pembangunan masjid itu dengan sejarah perkembangan Muslim Etnis India Indonesia, dipersilahkan membagi pengetahuan ini yang mungkin dapat bermanfaat bagi yang membutuhkannya. Teriam kasih
Sumber : etnisuku.wordpress.com
Kamis, 27 Agustus 2009
Peninggalan muslim India di Kelurahan Pekojan, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat, Indonesia
oleh adi supardi
Pekojan merupakan salah satu tempat bersejarah diJakarta. Daerah pekojan pada era kolonial Belanda dikenal sebagai kampung Arab. Namun kini, mayoritas penghuni Pekojan adalah keturunan Tionghoa.
Pemerintah Hindia Belanda pada abad ke-18 menetapkan Pekojan sebagai kampung Arab. Kala itu, para imigran yang datang dari Hadramaut (Yaman Selatan) ini diwajibkan lebih dulu tinggal di sini. Baru dari Pekojan mereka menyebar ke berbagai kota dan daerah.
Di Pekojan, Belanda pernah mengenakan sistem passen stelsel dan wijken stelsel. Bukan saja menempatkan mereka dalam ghetto-ghetto, tapi juga mengharuskan mereka memiliki pas atau surat jalan bila bepergian ke luar wilayah. Sistem macam ini juga terjadi di Kampung Ampel, Surabaya, dan sejumlah perkampungan Arab lainnya di Nusantara.
Kampung Pekojan merupakan cikal bakal dari sejumlah perkampungan Arab yang kemudian berkembang di Batavia. Dari tempat inilah mereka kemudian menyebar ke Krukut dan Sawah Besar (Jakarta Barat); Jatipetamburan, Tanah Abang, dan Kwitang (Jakarta Pusat); Jatinegara dan Cawang (Jakarta Timur).
Sebelum ditetapkan sebagai kampung Arab, Pekojan merupakan tempat tinggal warga Koja (Muslim India). Sampai kini, masih terdapat Gang Koja –yang telah berganti nama jadi Jl Pengukiran II. Di sini terdapat sebuah masjid kuno Al-Anshsor yang dibangun pada 1648 oleh para Muslim India.
Tidak sampai satu kilometer dari tempat ini, masih di Kelurahan Pekojan, terdapat Masjid Kampung Baru yang dibangun pertengahan abad ke-18. Warga Muslim India yang telah menyebar di Jakarta, setiap Lebaran shalat Id di masjid ini. Sambil bernostalgia mengenang para leluhurnya yang tinggal di kawasan ini. sumber : wikipedia
Para pembaca yang mengetahui sejarah perkembangan muslim India Pekojan ini, diharapkan dapat menambahkan melengkapi berita ini.
Terima kasih.
Sumber : etnisuku.wordpress.com
Pekojan merupakan salah satu tempat bersejarah diJakarta. Daerah pekojan pada era kolonial Belanda dikenal sebagai kampung Arab. Namun kini, mayoritas penghuni Pekojan adalah keturunan Tionghoa.
Pemerintah Hindia Belanda pada abad ke-18 menetapkan Pekojan sebagai kampung Arab. Kala itu, para imigran yang datang dari Hadramaut (Yaman Selatan) ini diwajibkan lebih dulu tinggal di sini. Baru dari Pekojan mereka menyebar ke berbagai kota dan daerah.
Di Pekojan, Belanda pernah mengenakan sistem passen stelsel dan wijken stelsel. Bukan saja menempatkan mereka dalam ghetto-ghetto, tapi juga mengharuskan mereka memiliki pas atau surat jalan bila bepergian ke luar wilayah. Sistem macam ini juga terjadi di Kampung Ampel, Surabaya, dan sejumlah perkampungan Arab lainnya di Nusantara.
Kampung Pekojan merupakan cikal bakal dari sejumlah perkampungan Arab yang kemudian berkembang di Batavia. Dari tempat inilah mereka kemudian menyebar ke Krukut dan Sawah Besar (Jakarta Barat); Jatipetamburan, Tanah Abang, dan Kwitang (Jakarta Pusat); Jatinegara dan Cawang (Jakarta Timur).
Sebelum ditetapkan sebagai kampung Arab, Pekojan merupakan tempat tinggal warga Koja (Muslim India). Sampai kini, masih terdapat Gang Koja –yang telah berganti nama jadi Jl Pengukiran II. Di sini terdapat sebuah masjid kuno Al-Anshsor yang dibangun pada 1648 oleh para Muslim India.
Tidak sampai satu kilometer dari tempat ini, masih di Kelurahan Pekojan, terdapat Masjid Kampung Baru yang dibangun pertengahan abad ke-18. Warga Muslim India yang telah menyebar di Jakarta, setiap Lebaran shalat Id di masjid ini. Sambil bernostalgia mengenang para leluhurnya yang tinggal di kawasan ini. sumber : wikipedia
Para pembaca yang mengetahui sejarah perkembangan muslim India Pekojan ini, diharapkan dapat menambahkan melengkapi berita ini.
Terima kasih.
Sumber : etnisuku.wordpress.com
Jumat, 10 Juli 2009
Hak-hak Minoritas dan Multikulturalisme di Indonesia
Oleh Ridwan al-Makassary
Adalah rahasia umum bahwa Indonesia adalah hamparan masyarakat heterogen yang sedang terus menerus mendefinisikan dirinya. Dikenal sebagai masyarakat majemuk (pluralis), Indonesia terbentuk dari lima ratus etnik yang berbicara dalam enam ratus jenis bahasa.
Dewasa ini berbagai kelompok etnik tersebut hidup berdampingan dengan kelompok etnik lokal lainnya baik di kota maupun di desa. Dalam konteks ini, jalinan hubungan antar-etnik semakin intensif dibandingkan dengan jaman dulu. Selanjutnya, realitas ini rentan menimbulkan problematika akomodasi perbedaan budaya antara kelompok pendatang dan komunitas lokal, terutama jika komunitas pendatang cenderung lebih baik secara ekonomi.
Gagasan tentang hakminoritas dan multikulturalise menjadi signifikan dalam konteks semacam itu. Masa depan Indonesia akan sangat ditentukan oleh bagaimana keragaman itu bisa dikelola dengan baik sehingga bisa menghasilkan konstruksi masyarakat pluralis yang mengakui dan merayakan perbedaan.
Menurut Parsudi Suparlan, Kelompok minoritas adalah orang-orang yang diperlakukan secara diskriminatif dalam masyarakat karena ciri-ciri fisik tubuh atau asal-usul keturunannya atau kebudayaannya berbeda. Mereka tidak saja diperlakukan sebagai orang luar dalam masyarakat tempat mereka hidup, namun juga menempati posisi yang tidak menguntungkan, karena mereka tidak memperoleh akses terhadap sosial, ekonomi, dan politik.
Dewasa ini diskursus hak minoritas didominasi oleh teori politik, terutama setelah bangkrutnya ideologi komunisme yang melahirkan gelombang nasionalisme etnik di Eropa Timur yang secara dramatik telah merubah proses demokratisasi. Namun, terdapat beberapa faktor di dalam sistem demokrasi yang mapan yang menunjukkan pentingnya etnisitas; resistensi orang pribumi melawan imgiran dan pengungsi di berbagai negara Barat maju, kebangkitan dan mobilisasi politik indegenous people yang berujung pada lahirnya draft deklarasi hak indegenous people di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Selain itu, peningkatan ancaman separatis terjadi di sejumlah negara demokratis seperti Kanada (Quebeq), Inggris (Skotlandia), Belgia (Flanders) dan Spanyol (Katalonia).
Sementara itu, kondisi multikultur sebuah negara tidak dengan serta merta meniscayakan warganya hidup dalam tatanan multikultural. Satu negara hanya dapat dikatakan sebagai sebuah negara multikultur jika berbagai divesitas budaya yang eksis memiliki kesetaraan dalam arena publik.
Konsep multikulturalisme pada dasarnya menyokong gagasan mengenai perbedaan dan heteroginitas, sekaligus mendorong isu kesetaraan antara kelompok mayoritas dan minoritas. Karenanya, poin multikulturalisme adalah apakah entitas yang beragam tersebut memperoleh status yang setara dalam negara, atau justru mengalami minoritisasi melalui kebijakan publik negara.
Indonesia memang merupakan negara dengan kondisi multikultur, tetapi belum semua warganya bisa menerima gagasan tentang sebuah tatanan multikultural. Munculnya keterbukaan politik saat ini, setelah selama lebih dari tiga dekade hidup dalam pasungan otoritarianisme, itu justru menjadi salah satu pintu masuk bagi berlangsungnya bermacam-macam proses penguatan politik identitas (primordial) di banyak tempat. Lebih dari sekedar bentuk-bentuk euphoria politik setelah lepas dari otoritarianisme, kecenderungan politisasi identitas etnik dan agama yang sekarang terjadi di beberapa daerah sampai pada level ketika kebersamaan sebagai sebuah bangsa mulai dipertaruhkan. Beberapa tendensi formalisasi agama melalui kebijakan publik dalam label peraturan daerah, misalnya, mengundang resiko dilanggarnya the lowest common denominator yang sudah disepakati bersama sejak Indonesia meraih kemerdekaan dari kolonialisme tahun 1945 yang lalu, yakni fundamen bahwa Indonesia bukanlah negara yang didasarkan pada satu agama tertentu.
Singkatnya, semua anak bangsa mesti menyadari bahwa negara ini adalah milik bersama dan bukan milik etnik dan agama tertentu. Karenanya diperlukan kebijakan publik yang bisa memayungi semua kelompok dan mewujudkan integrasi sosial. Dalam hal ini, hak-hakminoritas dan multikulturalisme dapat menjadi alternatif dan solusi bagi masa depan Indonesia yang lebih baik.
Penulis adalah Koordinator Program Islam dan Hak Asasi Manusia di Center for the Study of Religion and Culture (CSRC) UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Sumber : www.pelita.or.id/baca.php?id=74945
Adalah rahasia umum bahwa Indonesia adalah hamparan masyarakat heterogen yang sedang terus menerus mendefinisikan dirinya. Dikenal sebagai masyarakat majemuk (pluralis), Indonesia terbentuk dari lima ratus etnik yang berbicara dalam enam ratus jenis bahasa.
Dewasa ini berbagai kelompok etnik tersebut hidup berdampingan dengan kelompok etnik lokal lainnya baik di kota maupun di desa. Dalam konteks ini, jalinan hubungan antar-etnik semakin intensif dibandingkan dengan jaman dulu. Selanjutnya, realitas ini rentan menimbulkan problematika akomodasi perbedaan budaya antara kelompok pendatang dan komunitas lokal, terutama jika komunitas pendatang cenderung lebih baik secara ekonomi.
Gagasan tentang hakminoritas dan multikulturalise menjadi signifikan dalam konteks semacam itu. Masa depan Indonesia akan sangat ditentukan oleh bagaimana keragaman itu bisa dikelola dengan baik sehingga bisa menghasilkan konstruksi masyarakat pluralis yang mengakui dan merayakan perbedaan.
Menurut Parsudi Suparlan, Kelompok minoritas adalah orang-orang yang diperlakukan secara diskriminatif dalam masyarakat karena ciri-ciri fisik tubuh atau asal-usul keturunannya atau kebudayaannya berbeda. Mereka tidak saja diperlakukan sebagai orang luar dalam masyarakat tempat mereka hidup, namun juga menempati posisi yang tidak menguntungkan, karena mereka tidak memperoleh akses terhadap sosial, ekonomi, dan politik.
Dewasa ini diskursus hak minoritas didominasi oleh teori politik, terutama setelah bangkrutnya ideologi komunisme yang melahirkan gelombang nasionalisme etnik di Eropa Timur yang secara dramatik telah merubah proses demokratisasi. Namun, terdapat beberapa faktor di dalam sistem demokrasi yang mapan yang menunjukkan pentingnya etnisitas; resistensi orang pribumi melawan imgiran dan pengungsi di berbagai negara Barat maju, kebangkitan dan mobilisasi politik indegenous people yang berujung pada lahirnya draft deklarasi hak indegenous people di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Selain itu, peningkatan ancaman separatis terjadi di sejumlah negara demokratis seperti Kanada (Quebeq), Inggris (Skotlandia), Belgia (Flanders) dan Spanyol (Katalonia).
Sementara itu, kondisi multikultur sebuah negara tidak dengan serta merta meniscayakan warganya hidup dalam tatanan multikultural. Satu negara hanya dapat dikatakan sebagai sebuah negara multikultur jika berbagai divesitas budaya yang eksis memiliki kesetaraan dalam arena publik.
Konsep multikulturalisme pada dasarnya menyokong gagasan mengenai perbedaan dan heteroginitas, sekaligus mendorong isu kesetaraan antara kelompok mayoritas dan minoritas. Karenanya, poin multikulturalisme adalah apakah entitas yang beragam tersebut memperoleh status yang setara dalam negara, atau justru mengalami minoritisasi melalui kebijakan publik negara.
Indonesia memang merupakan negara dengan kondisi multikultur, tetapi belum semua warganya bisa menerima gagasan tentang sebuah tatanan multikultural. Munculnya keterbukaan politik saat ini, setelah selama lebih dari tiga dekade hidup dalam pasungan otoritarianisme, itu justru menjadi salah satu pintu masuk bagi berlangsungnya bermacam-macam proses penguatan politik identitas (primordial) di banyak tempat. Lebih dari sekedar bentuk-bentuk euphoria politik setelah lepas dari otoritarianisme, kecenderungan politisasi identitas etnik dan agama yang sekarang terjadi di beberapa daerah sampai pada level ketika kebersamaan sebagai sebuah bangsa mulai dipertaruhkan. Beberapa tendensi formalisasi agama melalui kebijakan publik dalam label peraturan daerah, misalnya, mengundang resiko dilanggarnya the lowest common denominator yang sudah disepakati bersama sejak Indonesia meraih kemerdekaan dari kolonialisme tahun 1945 yang lalu, yakni fundamen bahwa Indonesia bukanlah negara yang didasarkan pada satu agama tertentu.
Singkatnya, semua anak bangsa mesti menyadari bahwa negara ini adalah milik bersama dan bukan milik etnik dan agama tertentu. Karenanya diperlukan kebijakan publik yang bisa memayungi semua kelompok dan mewujudkan integrasi sosial. Dalam hal ini, hak-hakminoritas dan multikulturalisme dapat menjadi alternatif dan solusi bagi masa depan Indonesia yang lebih baik.
Penulis adalah Koordinator Program Islam dan Hak Asasi Manusia di Center for the Study of Religion and Culture (CSRC) UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Sumber : www.pelita.or.id/baca.php?id=74945
Rabu, 01 Juli 2009
Kota Singkawang : Swasembada Beras ?
oleh adi supardi
Pencetakan sawah baru akan meningkatkan pendapatan, kesejahteraan masyarakat petani dan diharapkan Singkawang sebagai daerah swasembada beras hingga ekspor beras ke daerah atau negara lain.
Staf Bidang Pengelolaan Lahan dan Air Dinas Pertanian dan Kehutanan Kota Singkawang, Abdul Hakim, mengatakan, rencana program pencetakan sawah baru seluas 2000 hektar di daerah Kota Singkawang, Provinsi Kalimantan Barat. Sejak tahun 2007 hingga 2009 sudah dilaksanakan cetak sawah baru seluas 325 hektar dan sisanya sekitar 1.675 hektar akan dilanjutkan tahun berikutnya secara bertahap.
Dijelaskan, hal-hal yang menjadi kendala dalam pelaksanaan program pencetakan sawah baru ini diantaranya masalah kondisi medan yang berat, pergeseran iklim/cuaca yang tidak menentu dan dana kurang memadai.
Sementara itu, Ketua Kelompok Tani Harapan Makmur, Tusiran, menanggapi perkembangan proyek pencetakan sawah baru di Dusun Kulor Desa Pajintan, Kecamatan Singkawang Timur, Kota Singkawang, Provinsi Kalimantan Barat. Singkawang, mengatakan, sudah dilakukan pembuatan parit-parit dan sedang terus dikerjakan cetak sawah baru sesuai kebijakan pemerintah yang telah menyetujui pencetakan sawah tahun 2009 seluas 25 hektar untuk kelompok tani harapan makmur.
Mengenai kasus subsidi pupuk sudah selesai dan tidak ada masalah lagi. Bahkan sekarang subsidi pupuk berjalan lancar kepada para petani untuk meningkatkan hasil pertaniannya. Mengenai proyek irigasi rusak sudah diperbaiki dengan dibangun ulang sudah selesai pada akhir bulan Pebruari 2009. kata tusiran.
Dengan pembangunan infrastruktur pertanian (irigasi, jalan dll) dan penambahan pencentakan sawah baru serta kelancaran distribusi pupuk kepada para petani secara cepat tepat waktu musim tanam, akan terjadi peningkatan hasil pertanian dan Singkawang sebagai daerah swasembada beras hingga ekspor ke daerah atau negara lain. semoga.
Sumber : etnisuku.wordpress.com
Pencetakan sawah baru akan meningkatkan pendapatan, kesejahteraan masyarakat petani dan diharapkan Singkawang sebagai daerah swasembada beras hingga ekspor beras ke daerah atau negara lain.
Staf Bidang Pengelolaan Lahan dan Air Dinas Pertanian dan Kehutanan Kota Singkawang, Abdul Hakim, mengatakan, rencana program pencetakan sawah baru seluas 2000 hektar di daerah Kota Singkawang, Provinsi Kalimantan Barat. Sejak tahun 2007 hingga 2009 sudah dilaksanakan cetak sawah baru seluas 325 hektar dan sisanya sekitar 1.675 hektar akan dilanjutkan tahun berikutnya secara bertahap.
Dijelaskan, hal-hal yang menjadi kendala dalam pelaksanaan program pencetakan sawah baru ini diantaranya masalah kondisi medan yang berat, pergeseran iklim/cuaca yang tidak menentu dan dana kurang memadai.
Sementara itu, Ketua Kelompok Tani Harapan Makmur, Tusiran, menanggapi perkembangan proyek pencetakan sawah baru di Dusun Kulor Desa Pajintan, Kecamatan Singkawang Timur, Kota Singkawang, Provinsi Kalimantan Barat. Singkawang, mengatakan, sudah dilakukan pembuatan parit-parit dan sedang terus dikerjakan cetak sawah baru sesuai kebijakan pemerintah yang telah menyetujui pencetakan sawah tahun 2009 seluas 25 hektar untuk kelompok tani harapan makmur.
Mengenai kasus subsidi pupuk sudah selesai dan tidak ada masalah lagi. Bahkan sekarang subsidi pupuk berjalan lancar kepada para petani untuk meningkatkan hasil pertaniannya. Mengenai proyek irigasi rusak sudah diperbaiki dengan dibangun ulang sudah selesai pada akhir bulan Pebruari 2009. kata tusiran.
Dengan pembangunan infrastruktur pertanian (irigasi, jalan dll) dan penambahan pencentakan sawah baru serta kelancaran distribusi pupuk kepada para petani secara cepat tepat waktu musim tanam, akan terjadi peningkatan hasil pertanian dan Singkawang sebagai daerah swasembada beras hingga ekspor ke daerah atau negara lain. semoga.
Sumber : etnisuku.wordpress.com
Kamis, 02 April 2009
Seminar Internasional dan Festival Tradisi Lisan Memperkokoh Persatuan Kesatuan Bangsa
By adi supardi
Indonesia yang terdiri dari berbagai pulau besar dan kecil, yang dihuni oleh berbagai etnis, suku, penganut agama dan adanya tradisi lisan mencerminkan kemajemukan dan pluralisme serta kekayaan budaya yang merupakan potensi untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.
Upaya penguatan tradisi lisan telah dilakukan enam kali seminar dan Festival Tradisi Lisan yaitu Seminar Internasional dan Festival Tradisi Lisan Nusantara I tahun 1993 dengan tema “ Tradisi, Inovasi, dan Tantangan Tradisi Lisan; Seminar ke II tahun 1996 dengan tema “Kajian Tradisi Lisan Masa Lalu, Masa Kini, dan Masa Mendatang” Seminar ke III pada tahun 1999 sebagai bagian dari kegiatan Festival Budaya Nusantara (FBN) dengan tema “Suara-Suara Milenium: Dialog Antarbudaya”; Seminar ke IV dengan tema “Tradisi Lisan dalam Konteks Budaya Masa Kini”; dan Seminar ke V tahun 2006 dengan tema “Dinamika dan Revitalisasi Tradisi Lisan”. Seminar ke VI dengan tema “Tradisi Lisan sebagai Kekuatan Kultural Membangun Peradaban” yang diselenggarakan di Wakatobi, Sulawesi Tenggara pada 1-3 Desember 2008 dengan menghasilkan sepuluh butir rekomendasi Sedangkan seminar ke VII akan diselengggarakan di Bangka Belitung pada tahun 2010.
Seminar Internasional dan Festival Tradisi Lisan Nusantara diselenggarakan di daerah Wakatobi bernilai strategis bagi kepentingan nasional, karena kegiatan ini baru pertama kali di selenggarakan diluar Jakarta seiring pelaksanaan otonomi daerah.
Mengingat secara geografis daerah Wakatobi terletak pada titik pusat atau Jantung Segitiga Karang Dunia yaitu segitiga terumbu karang dunia yang meliputio 6 negara yakni Indonesia, Malaysia, The Philipines, Papua New Guinea, Solomon Island dan Timor Leste.
Wakatobi mempunyai keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Dari tiga pusat penyelaman kelas dunia, diketahui bahwa dari 850 jenis karang dunia, sekitar 90% ditemukan di Wakatobi yakni 750 jenis, Caribia hanya memiliki 50 jenis karang dan Laut Merah (Mesir) 300 jenis.
Potensi sumber daya alam daerah Wakatobi dengan keindahan terumbu karang laut sangat berpeluang untuk dijadikan daerah wisata kedua setelah Bali guna mendapatkan devisa dan pendapatan asli daerah (PAD) sekaligus meningkatkan kesejahteraan rakyat, sehingga selayaknya untuk dikembangkan.
Source : etnisuku.wordpress.com
Indonesia yang terdiri dari berbagai pulau besar dan kecil, yang dihuni oleh berbagai etnis, suku, penganut agama dan adanya tradisi lisan mencerminkan kemajemukan dan pluralisme serta kekayaan budaya yang merupakan potensi untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.
Upaya penguatan tradisi lisan telah dilakukan enam kali seminar dan Festival Tradisi Lisan yaitu Seminar Internasional dan Festival Tradisi Lisan Nusantara I tahun 1993 dengan tema “ Tradisi, Inovasi, dan Tantangan Tradisi Lisan; Seminar ke II tahun 1996 dengan tema “Kajian Tradisi Lisan Masa Lalu, Masa Kini, dan Masa Mendatang” Seminar ke III pada tahun 1999 sebagai bagian dari kegiatan Festival Budaya Nusantara (FBN) dengan tema “Suara-Suara Milenium: Dialog Antarbudaya”; Seminar ke IV dengan tema “Tradisi Lisan dalam Konteks Budaya Masa Kini”; dan Seminar ke V tahun 2006 dengan tema “Dinamika dan Revitalisasi Tradisi Lisan”. Seminar ke VI dengan tema “Tradisi Lisan sebagai Kekuatan Kultural Membangun Peradaban” yang diselenggarakan di Wakatobi, Sulawesi Tenggara pada 1-3 Desember 2008 dengan menghasilkan sepuluh butir rekomendasi Sedangkan seminar ke VII akan diselengggarakan di Bangka Belitung pada tahun 2010.
Seminar Internasional dan Festival Tradisi Lisan Nusantara diselenggarakan di daerah Wakatobi bernilai strategis bagi kepentingan nasional, karena kegiatan ini baru pertama kali di selenggarakan diluar Jakarta seiring pelaksanaan otonomi daerah.
Mengingat secara geografis daerah Wakatobi terletak pada titik pusat atau Jantung Segitiga Karang Dunia yaitu segitiga terumbu karang dunia yang meliputio 6 negara yakni Indonesia, Malaysia, The Philipines, Papua New Guinea, Solomon Island dan Timor Leste.
Wakatobi mempunyai keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Dari tiga pusat penyelaman kelas dunia, diketahui bahwa dari 850 jenis karang dunia, sekitar 90% ditemukan di Wakatobi yakni 750 jenis, Caribia hanya memiliki 50 jenis karang dan Laut Merah (Mesir) 300 jenis.
Potensi sumber daya alam daerah Wakatobi dengan keindahan terumbu karang laut sangat berpeluang untuk dijadikan daerah wisata kedua setelah Bali guna mendapatkan devisa dan pendapatan asli daerah (PAD) sekaligus meningkatkan kesejahteraan rakyat, sehingga selayaknya untuk dikembangkan.
Source : etnisuku.wordpress.com
Jumat, 27 Maret 2009
Peran Tokoh Etnis India Indonesia Dalam Kemajuan Negara Kesatuan Republik Indonesia
By adi supardi
Sesuai kemampuan, bakat dan profesi masing-masing peran Tokoh India Indonesia dari Etnis India Indonesia dalam kemajuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) diantanya :
Anand Krishna
Anand Krishna (lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 1 September 1956; umur 52 tahun) adalah seorang spiritualis lintas agama, nasionalis, humanis, budayawan dan penulis yang tinggal di Jakarta, Indonesia.
Walaupun berdarah keturunan India, tapi semangat kecintaannya terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sangatlah tinggi.
Kepeduliannya terhadap kondisi jiwa spiritual masyarakat Indonesia dituangkan dengan pendirian Yayasan Anand Ashram (berafiliasi dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa – Department of Public Information sejak 15 Desember 2006) sebagai Centre for Holistic Health and Meditation sejak tahun 1991.
Love is the Only Solution adalah satu-satunya cara yang digunakan Anand Krishna dalam menyikapi hidup di dunia ini untuk mewujudkan Love, Peace, and Harmony dalam Satu Bumi, Satu Langit dan Satu Umat Manusia (One Earth One Sky, One Humandkind
Ayu Azhari
Ayu Azhari (dilahirkan sebagai Siti Khadijah, lahir 19 November 1969; umur 39 tahun) adalah seorang aktris, model dan penyanyi asal Indonesia. Saudaranya, Sarah Azhari, Ibra Azhari, Rahma Azhari juga aktris. Ayu menikah tiga kali. Dari semua pernikahannya ia memperoleh enam anak yaitu Axel Gondokusumo (dari pernikahan dengan Djody Gondokusumo), Sean Azad, Mariam Nur Al Iman dan Sulaiman Atiq (dari pernikahan dengan Teemu Yusuf Ibrahim) serta Isabelle Tramp dan Lennon Tramp(dari pernikahan dengan Mike Tramp).
Farouk Achmad bin Asgar Ali
Farouk Achmad bin Asgar Ali (lahir: Pandori Bali, Pakistan, 4 Juli 1939 – wafat: 13 April 2003) atau lebih dikenal dengan nama Farouk Afero adalah seorang aktor senior Indonesia. Awal karir di dunia film layar lebar Indonesia di mulai dengan bermain dalam film Ekspedisi Terakhir yang dibintangi Ratno Timoer, Dicky Zulkarnaen, dan Soekarno M. Noer pada tahun 1964.
Gurnam Singh
Gurnam Singh (lahir di Punjab, India, 16 Agustus 1931; umur 77 tahun) adalah mantan pelari Indonesia yang meraih tiga medali emas pada cabang lari pada Asian Games keempat di Jakarta pada tahun 1962, masing-masing pada nomor lari maraton, 5000 dan 10000 meter.
Harbrinderjit Singh Dillon
Harbrinderjit Singh Dillon (lahir di Medan, Sumatera Utara, 23 April 1945; umur 63 tahun) atau lebih dikenal dengan nama H. S. Dillon adalah salah satu tokoh Indonesia di bidang Hak Asasi Manusia dan sosial ekonomi. Saat ini ia menjabat sebagai Direktur Kemitraan untuk Reformasi Pemerintahan. Ia pernah meraih penghargaan Global Award dari Priyadarshni Academy, India sebagai orang keturunan India di luar negaranya yang memberikan kontribusi di negara yang ditinggalinya.
Kiki Fatmala
Kiki Fatmala (lahir di Jakarta, Indonesia, 26 Oktober 1969; umur 39 tahun) adalah pemain film dan sinetron Indonesia
Marissa Haque
Marissa Grace Haque (lahir di Balikpapan, Kalimantan Timur, 15 Oktober 1962; umur 46 tahun) adalah seorang pemeran, sutradara dan produser film dan televisi, konsultan hukum, dosen tamu di berbagai universitas negeri dan swasta, guru pendidikan khusus tunarungu, dan politikus Indonesia. Dia menikah dengan penyanyi rock Indonesia, pencipta lagu, pengembang perumahan, dan politikus dari PAN (Partai Amanat Nasional) Ikang Fawzi (Ahmad Zulficar Fawzi), dan dikaruniai dua orang anak perempuan. Ia adalah kakak kandung dari Soraya Haque dan Shahnaz Haque.
Karier politiknya langsung melesat ketika bergabung dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan terpilih sebagai anggota DPR-RI pada tahun 2004.
Sarah Azhari
Sarah Azhari (lahir di Jakarta, 16 Juni 1977; umur 31 tahun) adalah seorang aktris dan model asal Indonesia. Saudaranya, Ayu Azhari,Ibra Azhari dan Rahma Azhari adalah selebritis Indonesia. Sarah lebih sering menjadi model daripada membintangi film atau menyanyi. Salah satu filmnya adalah garapan sutradara Garin Nugroho, “Daun di Atas Bantal” yang dibintanginya bersama aktris senior Christine Hakim. Pada tahun 1999, Sarah juga mengeluarkan album bertajuk “Peluk Aku Cium Aku”.
Raam Punjabi
Raam Punjabi yang mempunyai nama lengkap Raam Jethmal Punjabi (lahir di Surabaya, Jawa Timur, 6 Oktober 1943; umur 65 tahun) adalah seorang produser film dan sinetron di Indonesia. Dia mengaku sebagai produser paling sukses saat ini dengan rumah produksinya Multivision Plus.
Sumber : etnisuku.wordpress.com
Sesuai kemampuan, bakat dan profesi masing-masing peran Tokoh India Indonesia dari Etnis India Indonesia dalam kemajuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) diantanya :
Anand Krishna
Anand Krishna (lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 1 September 1956; umur 52 tahun) adalah seorang spiritualis lintas agama, nasionalis, humanis, budayawan dan penulis yang tinggal di Jakarta, Indonesia.
Walaupun berdarah keturunan India, tapi semangat kecintaannya terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sangatlah tinggi.
Kepeduliannya terhadap kondisi jiwa spiritual masyarakat Indonesia dituangkan dengan pendirian Yayasan Anand Ashram (berafiliasi dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa – Department of Public Information sejak 15 Desember 2006) sebagai Centre for Holistic Health and Meditation sejak tahun 1991.
Love is the Only Solution adalah satu-satunya cara yang digunakan Anand Krishna dalam menyikapi hidup di dunia ini untuk mewujudkan Love, Peace, and Harmony dalam Satu Bumi, Satu Langit dan Satu Umat Manusia (One Earth One Sky, One Humandkind
Ayu Azhari
Ayu Azhari (dilahirkan sebagai Siti Khadijah, lahir 19 November 1969; umur 39 tahun) adalah seorang aktris, model dan penyanyi asal Indonesia. Saudaranya, Sarah Azhari, Ibra Azhari, Rahma Azhari juga aktris. Ayu menikah tiga kali. Dari semua pernikahannya ia memperoleh enam anak yaitu Axel Gondokusumo (dari pernikahan dengan Djody Gondokusumo), Sean Azad, Mariam Nur Al Iman dan Sulaiman Atiq (dari pernikahan dengan Teemu Yusuf Ibrahim) serta Isabelle Tramp dan Lennon Tramp(dari pernikahan dengan Mike Tramp).
Farouk Achmad bin Asgar Ali
Farouk Achmad bin Asgar Ali (lahir: Pandori Bali, Pakistan, 4 Juli 1939 – wafat: 13 April 2003) atau lebih dikenal dengan nama Farouk Afero adalah seorang aktor senior Indonesia. Awal karir di dunia film layar lebar Indonesia di mulai dengan bermain dalam film Ekspedisi Terakhir yang dibintangi Ratno Timoer, Dicky Zulkarnaen, dan Soekarno M. Noer pada tahun 1964.
Gurnam Singh
Gurnam Singh (lahir di Punjab, India, 16 Agustus 1931; umur 77 tahun) adalah mantan pelari Indonesia yang meraih tiga medali emas pada cabang lari pada Asian Games keempat di Jakarta pada tahun 1962, masing-masing pada nomor lari maraton, 5000 dan 10000 meter.
Harbrinderjit Singh Dillon
Harbrinderjit Singh Dillon (lahir di Medan, Sumatera Utara, 23 April 1945; umur 63 tahun) atau lebih dikenal dengan nama H. S. Dillon adalah salah satu tokoh Indonesia di bidang Hak Asasi Manusia dan sosial ekonomi. Saat ini ia menjabat sebagai Direktur Kemitraan untuk Reformasi Pemerintahan. Ia pernah meraih penghargaan Global Award dari Priyadarshni Academy, India sebagai orang keturunan India di luar negaranya yang memberikan kontribusi di negara yang ditinggalinya.
Kiki Fatmala
Kiki Fatmala (lahir di Jakarta, Indonesia, 26 Oktober 1969; umur 39 tahun) adalah pemain film dan sinetron Indonesia
Marissa Haque
Marissa Grace Haque (lahir di Balikpapan, Kalimantan Timur, 15 Oktober 1962; umur 46 tahun) adalah seorang pemeran, sutradara dan produser film dan televisi, konsultan hukum, dosen tamu di berbagai universitas negeri dan swasta, guru pendidikan khusus tunarungu, dan politikus Indonesia. Dia menikah dengan penyanyi rock Indonesia, pencipta lagu, pengembang perumahan, dan politikus dari PAN (Partai Amanat Nasional) Ikang Fawzi (Ahmad Zulficar Fawzi), dan dikaruniai dua orang anak perempuan. Ia adalah kakak kandung dari Soraya Haque dan Shahnaz Haque.
Karier politiknya langsung melesat ketika bergabung dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan terpilih sebagai anggota DPR-RI pada tahun 2004.
Sarah Azhari
Sarah Azhari (lahir di Jakarta, 16 Juni 1977; umur 31 tahun) adalah seorang aktris dan model asal Indonesia. Saudaranya, Ayu Azhari,Ibra Azhari dan Rahma Azhari adalah selebritis Indonesia. Sarah lebih sering menjadi model daripada membintangi film atau menyanyi. Salah satu filmnya adalah garapan sutradara Garin Nugroho, “Daun di Atas Bantal” yang dibintanginya bersama aktris senior Christine Hakim. Pada tahun 1999, Sarah juga mengeluarkan album bertajuk “Peluk Aku Cium Aku”.
Raam Punjabi
Raam Punjabi yang mempunyai nama lengkap Raam Jethmal Punjabi (lahir di Surabaya, Jawa Timur, 6 Oktober 1943; umur 65 tahun) adalah seorang produser film dan sinetron di Indonesia. Dia mengaku sebagai produser paling sukses saat ini dengan rumah produksinya Multivision Plus.
Sumber : etnisuku.wordpress.com
Langganan:
Postingan (Atom)