Tampilkan postingan dengan label Kejawen. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kejawen. Tampilkan semua postingan

Kamis, 06 Agustus 2009

Mbah Surip - Sang Pembawa Pesan

Kesahajaannya mengingatkan kita, bahwa hidup ini tidak banyak persoalan.

Semua orang bertanya-tanya, mengapa mbah Surip, hanya dengan lagu-lagunya yang sederhana, dan gaya yang seadanya, dapat membawanya ke puncak ketenaran seorang seniman sejati.

Inilah pesan yang disampaikan oleh Almarhum mbah Surip, bahwa bangsa kita yang telah kehilangan indentitas, seolah diingatkan, bahwa inilah indentitas orang Indonesia asli.

Sederhana, tidak sirik kepada lingkungan sekitar, rendah hati, menolong sesama, tidak membohongi apalagi menghianati diri sendiri, merupakan pola pikir dasar orang Indonesia sesungguhnya, sebelum Orde Baru.

Dalam falsafah hidup orang Indonesia Kuno, hidup adalah pasrah. Sehingga kita, tidak kaget menghadapi segala persoalan. Pasrah dalam falsafah orang Indonesia, bukan berarti tidak berusaha, tetapi lebih pada mensyukuri hasil yang sudah dicapai.

Sehingga seperti mbah Surip, selalu konsisten dan memiliki komitmen kepada pilihan hidupnya. Hal ini terlihat, ketika mendadak kaya, mbah Surip pun tidak kaget dan tidak berubah.

Mudah-mudahan setelah pesan yang disampaikan oleh mbah Surip ini, kita semua akan berubah menjadi orang yang pasrah. Amin amin amin

Jika hal itu tercapai, maka bukan tidak mungkin, kita akan kembali menjadi bangsa yang besar. Amin amin amin....

Selasa, 28 Juli 2009

Islam Masuk Indonesia

1) Jaman Majapahit "SERAT DARMOGANDUL" oleh Laurent

2) Jaman Pajajaran oleh wachdiejr

3) Mohtar Lubis : Islam masuk Indonesia secara damai ?

4) Terror Agama Islam Mazhab Hambali di Tanah Batak
oleh: Batara R. Hutagalung

5) KERIS: lambang peradaban Melayu (pra-Islam) yg dihancurkan Islam, oleh : Orang Melayu, Dr Fachdie Noor

6) Ulasan tentang Buku VS NAIPAUL, 'Beyond belief : Islamic Excursions Among the Converted Peoples. In the Land of Converts: An Islamic Journey'

7) Jihad di Lombok dan Bali

Nuansa masuknya Islam ke Indonesia ada pada Serat "Darmo Gandhul"

Tidak pernah diceritakan dalam sejarah, saat kita di Sekolah dahulu, bahwa masuknya Islam ke Tanah Jawa ternyata menyimpan cerita yang sungguh luar biasa kasarnya.

Kejadian tersebut ternyata terekam dalam Serat Darmo Gandhul. Dalam serat yang aslinya berbahasa Jawa Kuno, dipaparkan perjalanan beberapa wali, juga hambatan dan benturan dengan Budaya, Agama Lokal, dan Agama-agama Pendatang yang sudah lebih dahulu ada di tanah Jawa ketimbang Islam.

Penulis serat ini sendiri tidak menunjukkan jati diri aslinya. Hal ini, disebabkan kondisi yang tidak aman, jika penulis memberikan indentitas aslinya. Tetapi, dari gaya tulisannya, dapat ditafsirkan penulis serta tersebut adalah Ronggo Warsito.

Ia menggunakan nama samaran Ki Kalam Wadi, yang berarti Rahasia atau Kabar Yang Dirahasiakan. Ditulis dalam bentuk prosa dengan pengkisahan yang menarik. Isi Darmo Gandhul tentu saja mengagetkan kita yang selama ini mengira bahwa masuknya agama Islam di Indonesia dilakukan dengan cara damai (dibawa oleh saudagar2 penipu), dan seolah tanpa gaya-gaya kebiadaban perang seperti di negeri lahirnya Agama Islam.

Mengungsinya para pemeluk Hindu dan Budha ke berbagai wilayah, misalnya ke Pulau Bali, ke kawasan pegunungan dan hutan rimba, adalah salah satu pertanda bahwa mereka menghindari tindakan pembantaian massal oleh sekelompok orang yang ingin meng-Islam-kan P Jawa.

Dengan versi singkat Darmo Gandhul yang dirangkum dari Tabloid Posmo terbitan Surabaya. Dapat lebih mudah dipahami oleh pembaca yang awam sekalipun, Posmo menyuntingnya disana-sini. Yang menjadi catatan, kita harus kritis menyikapi isi cerita yang mungkin juga sangat tendensius ini.

Isi dari serat ini rasanya masih relevan dikaitkan dengan zaman sekarang, dimana mulai bermunculan kelompok fundamentalis Islam, terorisme yang mengatas namakan agama, dan juga kelompok-kelompok yang bermimpi untuk mendirikan kekhalifahan Islam di negeri ini.

Tokoh2 terkait:

Para penulis :
- Ki Kalam Wadi - Penulis Serat
- Raden Budi - guru Ki Kalam Wadi
- Darmo Gandhul - murid Ki Kalam Wadi

Para pelaku :
- Prabu Brawijaya - Raja Majapahit terakhir, sangat menyesali atas hilangnya sifat dan sikap Budi Luhur putranya Raden Patah YTPHN, karena ajaran Agama Pendatang. Yang pada akhirnya, dengan tega menghianati dan menggulingkan dirinya dari tampuk kepemimpinannya, demi memuluskan penyebaran Agama Islam

- Putri Campa (Dwarawati? Dara Petak?) - permaisuri Prabu Brawijaya
dari Cina yg memperkenalkan Islam pada Pabu Brawijaya, yang kemudian disesali oleh Prabu Brawijaya

- Sayid Rahmad - kemenakan Putri Campa (Sunan Ampel) yang pada akhirnya diberi ijin Prabu Brawijaya untuk menyebar Islam di Jawa

- Sayid Kramat - Sunan Bonang, tokoh licik yang mengakibatkan permusuhan antara Prabu Brawijaya dengan Puteranya Sendiri ("Raden Patah Yang Tak Punya Hati Nurani"). Ia-lah yang mengajarkan "Raden Patah YTPHN" untuk membenci ayahnya sendiri, yang sesungguhnya sudah mengajari dan menempatkannya dirinya sebagai Adipati Demak.

Dari kutipan buku 'Suci' Islam :

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan bapak-bapak dan saudara-saudaramu pelindung-pelindungmu, jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka pelindung-pelindungmu, maka mereka itulah orang-orang yang lalim. [9.24]

(Pernyataan diatas persis seperti pernyataan dalam teori-teori Ideologi, di luar ideologinya adalah musuh - Pertanyaannya; ini Agama buatan Tuhan Yang Maha Esa atau buatan Manusia, koq pola pikirnya, pola pikir Manusia)

- Raden Patah YTPHN (Babah) - putra Prabu Brawijaya, dikenal juga sebagai Adipati Demak/Senapati Jimbuningrat/Sultan Syah Alam Akbar Khalifaturrasul Amirilmukminin Tajudil Abdulhamid Khak/Sultan Adi Surya Alam di Bintoro. Putera Lalim yang membawa kesengsaraan pada Majapahit dan akhirnya, tanah air kita ini.

(Di Sekolah, kita tidak pernah diajarkan bahwa kejatuhan Majapahit sebenarnya diakibatkan oleh kerakusan seorang anak. Paling cuma dikatakan : Majapahit vs Demak)

- Sunan Kalijaga : negosiator licik yang berhasil merebut kembali hati Prabu Brawijaya, setelah Raden Patah YTPHN berpura-pura menyesali perbuatannya. Sunan Kalijaga ini yang menarik Prabu Brawijaya masuk Islam.

Perbuatan Prabu Brawijaya masuk Islam ini kemudian dicela oleh tokoh bijak, Ki Sabdopalon.

Tokoh-tokoh pelaku lainnya :
- Raden Kusen (Raden Husen/Raden Arya Pecattanda) - saudara kandung Raden Patah YTPHN(lain ayah)
- Ki Bandar - sahabat Sunan Bonang
- Bandung Bondowoso
- Nyai Plencing - dedemit
- Buta Locaya - Raja Dedemit (mantan Patih Sri Jayabaya)
- Ni Mas Ratu Pagedongan (Ni Mas Ratu Angin-Angin)
- Kyai Tunggul Wulung
- Kyai Patih
- Syech Siti Jenar
- Tumenggung Kertosono
- Sunan Giri
- Arya Damar - Bupati Palembang
- Patih Mangkurat
- Setyasena - Komandan Pasukan Cina Islam
- Bupati Pati
- Adipati Pengging
- Adipati Pranaraga
- Sabdo Palon
- Naya Genggong

Senin, 23 Maret 2009

Penghayat Kepercataan Tuhan YME Dapatkan Pelayanan Hak Administrasi

Senin, 23 Maret 2009 17:28 WIB | Peristiwa | | Dibaca 84 kali
Jakarta (ANTARA News) - Seseorang dan kelompok penganut Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa mendapatkan hak-hak administrasi seperti pencamtuman dalam KTP, akte kelahiran, perkawinan dan kematian, kata Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan YME Depbudpar KP Sulistyo Tirtokusumo.


Sulistyo mengatakan hal itu di Jakarta, Senin, di sela sela Lokakarya Sosialisasi RPB Mendagri dan Menbudpar Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Kewajiban Kepala Daerah/Wk Kepda dalam pelestarian kebudayaan dan dalam pelayanan kepada penghayat kepercayaan terhadap Tuhan YME.

Ia menjelaskan, pemenuhan hak administrasi dan menjalankan keyakinannya oleh pemerintah kepada penghayat kepercayaan didasarkan atas amanat UU No 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan dan PP No 37/2007 tentang Pelaksanaan UU No 23/2006.

Sementara itu, Dirjen Nilai Budaya Seni dan Film, Tjetjep Suparman mengatakan, dengan UU dan PP tersebut,penghayat kepercayaan terhadap Tuhan YME tidak boleh didiskriminasikan dan mereka berhak mendapatkan perlindungan dan pelayanan adminitrasi seperti pencantuman dalam KTP, akte perkawinan, kelahiran dan kematian, dan pendirian pesucen (tempat berdoa), dan lahan pemakaman.

Menurut data Depbudpar, saat ini terdapat 1.515 organisasi penghayat kepercayaan terhadap TYME, 245 diantaranya memiliki kepengurusan di tingkat nasional dan jumlah pemeluknya se-Indonesia sekitar 10 juta orang.

Sedangkan, masalah pengawasan penghayat kepercayaan ditangani oleh Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakor Pakem) yang beranggotakan delapan instansi pemerintah di pusat.

Terkait sosialisasi rancangan peratuan bersama (RPB) Mendagri dan Menbudpar, Suparman mengharapkan, adanya standar yang sama dari daerah se Indonesia dalam pelayanan kepada para penghayat kepercayaan Tuhan YME serta pemenuhan hak sipilnya sesuai perintah UUD 1945, UU No 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia dan UU No 23/2006 tentang Kependudukan.

Dirjen mengharapkan, terkait RPB tersebut, pemda kab/kota se Indonesia berkomitmen mengalokasikan anggaran yang proporsional untuk pelesatarian kebudayaan dan pelayanan penghayat kepercyaan Tuhan YME.(*)Kejawen Online

Sumber : http://www.antara.co.id/view/?i=1237804113&c=NAS&s=

Rabu, 18 Maret 2009

Pencatatan Perkawinan Penghayat Kepercayaan Masih Terkendala

Pengambil keputusan dianggap kurang memahami makna ‘penghayat kepercayaan’. Jumlah penghayat kepercayaan di Indonesia diperkirakan mencapai 10 juta orang.

Para penghayat kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sejatinya sudah menikmati kebijakan yang ditempuh Pemerintah dalam dua tahun terakhir. Sebab, sejak Peraturan Pemerintah (PP) No. 37 Tahun 2007 terbit, syarat dan tata cara pencatatan perkawinan bagi penghayat kepercayaan sudah jelas. PP 37 tadi adalah peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.

PP 37 menjadi payung bagi penghayat kepercayaan melangsungkan perkawinan berdasarkan kepercayaan masing-masing. Menurut Sulistyo Tirtokusumo, Direktur Kepercayaan pada Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, selama ini masalah terbesar perkawinan bagi pasangan penghayat kepercayaan adalah keberadaan petugas yang menandatangani surat perkawinan. “Persoalannya siapa yang menandatangani,” ujar Sulistyo di sela-sela seminar “Pemenuhan dan Perlindungan Hak-Hak Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa” di Jakarta, Rabu (18/3) pagi.

Nah, PP 37 mengintrodusir istilah pemuka penghayat kepercayaan. Pemuka penghayat kepercayaan adalah sebutan bagi orang yang ditunjuk dan ditetapkan oleh organisasi penghayat kepercayaan untuk mengisi dan menandatangani surat perkawinan. Menurut Sulistyo, pemuka penghayat kepercayaan tidak selalu sesepuh dari penghayat bersangkutan. Yang pasti, pemuka penghayat kepercayaan tadi kudu didaftarkan pada Direktorat Kepercayaan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.

Sepanjang perkawinan dilaksanakan di hadapan pemuka penghayat kepercayaan yang ditunjuk organisasi penghayat, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata tidak akan mempersulit. “Kami justru mempermudah,” ujar Sulistyo.

Secara yuridis, peristiwa perkawinan penghayat kepercayaan wajib dilaporkan kepada Kantor Catatan Sipil paling lambat 60 hari sejak perkawinan berlangsung. Dalam laporan itu turut dilampirkan surat perkawinan yang diteken pemuka penghayat kepercayaan, salinan KTP, pasphoto suami dan isteri, akta kelahiran, atau paspor suami – isteri bagi orang asing.

Bisa jadi Sulistyo benar. Sebab, selama ini banyak perkawinan penghayat kepercayaan yang tidak tercatatkan di Kantor Catatan Sipil. Sebab, mereka melaksanakan perkawinan sendiri tanpa ada surat perkawinan yang diisi dan diteken pemuka penghayat kepercayaan. Konsekuensi hukumnya jelas.

Menurut Prof. Wila Chandrawila Supriadi, Guru Besar Universitas Parahyangan Bandung, dari sudut pandang hukum negara perkawinan semacam itu bisa dianggap sebagai kumpul kebo. Anak hasil hubungan perkawinan tersebut hanya mempunyai hubungan hukum dengan ibunya. Surat perkawinan yang diteken pemuka penghayat kepercayaan seharusnya bisa menghindarkan para penghayat dari problem hukum tersebut. Pasangan yang hendak menikah memberitahukan niatnya kepada pemuka penghayat kepercayaan yang sudah ditunjuk. Misalnya pemuka yang ditunjuk Himpunan Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa (HPK).

Masalahnya, masih ada perkawinan yang dilaksanakan masyarakat adat tanpa surat perkawinan. Apalagi, organisasi penghayat kepercayaan tidak tunggal. Menurut Sulistyo, ada 245 organisasi penghayat di tingkat pusat dan 954 organisasi cabang, dengan jumlah pengikut sekitar 10 juta orang. Akibatnya, acapkali perkawinan dilaksanakan menurut adat setempat saja. Dari sudut pandang adat, perkawinan tentu saja sah. Tetapi, kata Wila, ketika berhadapan dengan hukum negara, perkawinan menjadi cacat kalau tidak dicatatkan. Dengan kata lain, ketika pasangan penghayat hendak memperjuangkan hak-hak sipil, mereka akan menghadapi masalah hukum kalau perkawinan mereka tidak dicatatkan.

Di mata KRA Esno Kusnodho Suryaningrat, Ketua Umum HPK, masalah yang selama ini timbul antara lain bersumber dari pihak-pihak yang seharusnya memberikan perlindungan terhadap hak-hak sipil penghayat. Maksudnya, siapa lagi, kalau bukan Pemerintah. Pemerintah, kata pria yang biasa disapa Romo Guru itu, kurang memahami makna penghayat kepercayaan. Penghayat kepercayaan sering dianggap sebagai penganut animisme-dinamisme. “Padahal yang penghayat laksanakan adalah budaya spritual leluhur kita. Kami juga percaya akan adanya Tuhan Yang Maha Esa,” tandas Romo Guru.

Sumber : http://cms.sip.co.id/hukumonline/detail.asp?id=21475&cl=Berita

Jumat, 20 Juli 2007

HAK WARGA NEGARA

Penghayat Kepercayaan
Minta Dilindungi UU

Jumat, 20 Juli 2007
JAKARTA (Suara Karya): Musyawarah nasional kedua Badan Kerja Sama Organisasi-organisasi Kepercayaan terhadap Tuhan YME (BKOK) yang berlangsung sejak Minggu (15/7), ditutup secara resmi oleh mantan Ketua DPR Akbar Tandjung, Selasa (17/7).


Munas berhasil menyusun pengurus baru periode 2007 - 2012. Pengurus terdiri dari lima presidium yaitu Naen Suryono, SH, MH, Hartini Wahyono, Engkus Ruswana, MM, Ir Harry Noegroho, dan Arnold Panahal serta dilengkapi pengurus inti dan departemen.

Untuk pertama kali dibentuk dewan penasihat terdiri dari Djoko Soemono Soemodisastro, Brigjen (Purn) Sumarsomo Wiryowijoyo SH, Kartini Soedono, Prof Dr Wila Chandrawila Supriadi, dan Bambang Soeratman. Mereka dilantik oleh Akbar Tandjung.

Munas bertemakan "Kembali ke Jatidiri Bangsa" yang berlangsung di Kompleks Candra Wilwatikta, Pandaan, Pasuruan, Jawa Timur juga memperjuangkan eksistensi kepercayaan terhadap Tuhan YME agar diakui dan dilindungi dalam perundangan negara sehingga penghayat kepercayaan bisa mendapatkan hak-haknya sebagai warga negara yang sama dengan warna negara pemeluk agama. Di samping itu, menjalin kerja sama dengan instansi pemerintah dalam upaya memasukkan pelajaran budi pekerti dalam kurikulum pendidikan.

Pembukaan munas II dihadiri antara lain anggota DPR Guruh Soekarnoputra, Gubernur Jawa Timur Imam Utomo, Wakil Ketua DPRD Jawa Timur Ir HM Ridwan Hisjam, dan undangan lainnya.

Dalam pandangan tentang eksistensi penghayat kepercayaan dalam era globalisasi, ketika membuka munas, Minggu (15/7), Ketua DPR Agung Laksono berpendapat di era globalisasi ini diperlukan sikap dan karakter yang konsisten untuk meneguhkan kembali jati diri kita sebagai bangsa Indonesia.

"Kita harus terus bangunkan jiwa dan jati diri bangsa Indonesia dan kemudian barulah badan atau fisiknya. Hal ini disimak dari filosofi cuplikan lagu kebangsaan Indonesia, yakni 'Indonesia Raya' yakni, 'bangunlah jiwanya, bangunlah badannya,'" katanya.

Di sinilah, menurut Agung, perlu dipahami bahwa bangsa ini dalam menghadapi berbagai tantangannya memerlukan bukan saja golongan yang pandai, tetapi juga golongan yang berbudi pekerti luhur, golongan yang cerdas sekaligus bijak. Tanpa melihat asal- usul kultural, ras, agama, aliran politik dan sebagainya.

Agung Laksono yakin dalam komunitas para penghayat kepercayaan terhadap Tuhan YME pun memiliki nilai-nilai budi pekerti yang luhur dalam hubungan antar-sesama manusia dan sesama bangsa.

Sementara itu, Subsdit Kelembagaan Kepercayaan Depdiknas Sri Hartini, menyatakan bagi para penghayat, budi pekerti kemanusiaan yang luhur merupakan konsekuensi dari kepercayaannya kepada Tuhan YME. (Susiana)

Sumber :http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=177959

Sabtu, 16 Desember 2006

Kegeraman seorang Indonesia akan rusaknya budayanya sendiri

Dalam refleksi kosong, kadang-kadang saya jadi geram ketika mengingat sejarah tentang penyebaran virus Islam ke Indonesia.

Para penjahat itu adalah Wali Songo dan mereka-mereka yg membuka jalan bagi masuknya virus Arab ke nusantara. Dulu, pada abad ke-8 saja leluhur kita sudah berteknologi tinggi dan mampu membangun Borobudur (salah satu bukti peradaban paling maju pada zaman itu).

Abad ke-13 Gajah Mada menjelajahi dan menyatukan sebagian besar kawasan Asia Tenggara, dan sebagai bangsa kita mencapai masa keemasan.

Abad berikutnya, mulai para pembawa virus Arab (bukan orang Arab) datang (yakni antara abad 14-15) yang akhirnya pelan-pelan menggerogoti kerajaan Majapahit dan hancur tinggal puing-puing. Dari kerajaan adi-kuasa di Asia Tenggara dengan bangunan2 megahnya (pura, candi-candi), menjadi kerajaan tengu di Yogja & Solo yg istananya aja cuma dari kayu dan udah mau roboh ditiup angin.

Coba kalau Islam tidak masuk ke Indonesia, barangkali kita sudah lebih maju saat ini dan cara berfikir kita pasti lebih advanced. Kalau sejak abad ke-8 saja sudah bisa bikin Borobudur, membangun kota-kota seindah Bali, menguasai kawasan seluas Asia Tenggara harusnya pada abad ke-16 menara Eifel ada di Jawa, bukan di Paris.

Terkadang saya jadi bertanya, Islam sudah memberi apa sih kpd
Indonesia? Kecuali terorisme, budaya jenggot, dan jilbab? Sementara meskipun hanya sisa-sisa, kita sampai sekarang masih bisa menikmati hasil warisan leluhur kita melalui industri pariwisata Borobudur & Bali. Ironisnya, Islam bukan saja telah merusak mental bangsa kita, bahkan telah beberapa kali berusaha menghancurkan warisan budaya asli kita.

Thn 85-an teroris muslim beberapa kali mengebom Borobudur dan belakangan ini mau menghancurkan Bali.

Saya sampai sekarang belum bisa melihat sisi baik apa yang sudah disumbangkan oleh orang Arab ? Kecuali duit2 recehan dari Saudi ke masjid-masjid yang pro Wahabi. Itu pun dampaknya lahir para pasukan jihadi yang siap menjadi relawan perang membela orang Arab yg berantem dengan sepupunya sendiri (Yahudi).

Justru, setelah bangsa kita digerogoti oleh virus Arab (mulai abad 14-15),
akhirnya (pada abad ke-16) bangsa kecil seperti Belanda bisa menguasai kita. Demikianlah seterusnya sampai hari ini. Dengan kata lain, penyebaran virus budaya jahiliyah Arab (melalui Islam) telah merusak banyak tatanan sosial budaya lain yang tanpanya barangkali malah bisa lebih maju.

Jika salah satu kriteria bangsa yg maju/modern adalah bangsa yg telah
memperkenalkan budaya-budaya unggul, maka seberapa majukah bangsamu hari ini? Ukurannya ada di organ bagian atasnya Muslim Melayu yang mereka tutupi dengan peci bau minyak pelet atau jilbab penutup ketombe.

Kaji Dullah

Sumber : http://mengenal-islam.t35.com/Sejarah_Wali_Songo.htm

Jumat, 19 Mei 2006

MISSING LINK : ARAB - MUHAMMAD & JAWA - WALISONGO

May 19, 2006

Dalam rangka untuk mencapai tujuannya, salah satu usaha yg dilakukan oleh Muhamad adalah : mengadopsi tokoh2 , kisah dan firman Tuhan yang ada pada Kaum Yahudi dan Nasrani (Ahlul Kitab) yang ada di tanah Arab saat itu.

Tokoh, kisah dan firman tadi kemudian dipermak menurut kepentingan Muhamad menjadi produk baru bernama Quran & Islam. Selanjutnya produk baru ini dijual kembali kepada Kaum Yahudi dan Nasrani. Yang tahu ttg produk ini tentu saja menolak. Yang tidak tahu pasti menerima (meskipun menerima dg bayaran nyawa).

Bagi kaum Yahudi dan Nasrani yang menolak, Muhamad menyebut mereka sebagai orang kafir, penghuni neraka.

Sekarang mari kita lihat sejarah perkembangan Islam di Jawa.

Walisongo (Sunan Kalijogo), mengadopsi cerita wayang yg sudah menjadi budaya Jawa dengan latar belakang Hindu India (Mahabarata). Baik tokoh, cerita dan 'firman' dalam cerita pewayangan tadi diubah (baca: dibelokkan) oleh walisongo, dipermak menjadi produk baru dan lagi2 produk ini dijual kepada orang2 Hindu Jawa. Bagi yang tahu, mending kabur kayak leluhurnya dahulu yg pada kabur ke Pulau Bali. Lagi2, bagi orang Jawa yg memiliki cerita pewayangan asli yg tidak percaya dg cerita wayang versi Walisongo disebut : Kapir, calon penghuni neraka.

Berikut link dalam bahasa Jawa :

http://www.suaramerdeka.com/cybernews/kejawen/blencong/blencong-kejawe n09.html

Terjemahannya Kurang lebih begini :

Menyambut Hari Raya Idul Fitri ini, ada suatu cerita dalam pewayangan yang perlu diperhatikan.

Walisanga dalam mengemban tugas luhur dalam rangka mengIslamkan tanah Jawa, mengetahui bahwa wayang bisa menjadi sarana siar Islam yang sangat efektif. Dalam bukunya, Poerbosoebroto yang berjudul Wayang lambang Ajaran Islam, banyak sekali hal2 yang berkaitan dengan maksud Walisanga tadi.

Oleh walisanga, wayang diubah menjadi media dakwah Islam. Akidah Islam disiarkan melalui mitologi Hindu. Hal2 yang berkaitan dengan Dewa (Hyang, Sang Hyang) yang menjadi sesembahan masyarakat waktu itu dikait-kaitkan dengan cerita nabi. Mitologi Hindu berpegang pada dewa sebagai sesembahannya. Karena itu, walisanga memadukan cerita silsilah wayang dengan nabi2.

Cerita silsilah wayang digarap dan diurutkan ke atas sampai pada nabi Adam. Metode dakwah Walisanga lewat mitologi Hindu, sangat tepat dengan kontek budaya masyarakat Jawa waktu itu (abad 15) yang memeluk agama Hindu.

Untuk menyiarkan akidah Islam, Walisanga memilih cara atau metode, yang menurut Drs Ridin Sofyan cs dalam buku Islamisasi Jawa disebut 'de-dewanisasi' cerita (lebih tepatnya de-sakralisasi dewa/tuhan hindu kali ya .red). Cerita yang berhubungan dengan dewa2 diubah supaya akidah Islam bisa masuk hati sanubari masyarakat waktu itu.

Rukun Islam juga menjadi pilihan siar dan dakwah Islam. Kalimasada (kalimat sahadat) sebagai ajaran (tauhid) islam masuk dalam cerita pewayangan. Puntadewa yang juga mempunyai nama Dharmakusuma yang juga Yudhistira menjadi wayang pilihan yang memegang surat atau Jamus Kalimasada.

Prof Poerbatjaraka menerangkan bahwa Kalimasada berasal dari kata kali+maha+usada yang berarti 'suatu hal yang mempunyai nilai agung untuk sepanjang jaman'. Dalam dunia pewayangan, Kalimasada adalah jimat atau senjata pusakanya Prabu Puntadewa, raja Amarta. Dalam perang Barathayudha, Salya (dari kerajaan Kurawa) harus bertarung melawan Puntadewa. Salya mempunyai senjata pusaka Aji Candrabirawa yang dahsyat, namun dikalahkan oleh Puntadewa. Jamus Kalimasada mampu mengakhiri kekuatan Salya.

Dalam pedahlangan diceritakan bahwa Puntadewa adalah putra dari Dewi (dalam hal ini manusia) Kunthi dengan Bethara (Dewa ya dewa, bukan manusia) Darma melalui mantra Adityarhedaya. Dewa Darma di Kahyangan (Surga) adalah dewa kebenaran dan keadilan. Alkisah Prabu Pandhu saat itu ingin memiliki seorang putra yang dapat bertindak adil dan benar. Dalam pewayangan, Puntadewa memiliki watak/sifat yang halus,penurut, bersahaja, rela,iklas,sabar, menerima.Puntadewa menjadi tokoh wayang yang memiliki darah berwarna putih.Menjadi lambang wayang yang berhati bersih dan suci.Maka sangat tepat sekali bila Puntadewa dipilih sebagai tokoh yang memiliki Jamus Kalimasada.
Masih berkaitan dangan hal Kalimasada atau kalimat sahadat, di tanah Demak ada cerita tutur tinular (cerita turun temurun kali ya, cerita dari kakek nenek). Waktu itu Sunan Kalijaga (salah satu tokoh walisanga) bertemu dengan seorang yang sudah tua pikun.Orang tadi mengaku bernama Darmakusuma, yang sudah lama sekali berkelana kemana mana. Pada akhirnya dia mengeluh kepada Sunan Kalijaga supaya diberitahu jalan mati (makssudnya: sudah tua pikun, pengin segera mati kog ya ndak mati2).Sunan Kalijaga memberi petunjuk untuk membaca Kalimasada atau kalimat sahadat.

Diceritakan bahwa setelah Darmakusuma membaca kalimasada, dia langsung meninggal. Mayatnya diurus dan dikuburkan dibelakang Masjid Demak. Ternyata kalimat sahadat dalam dunia pewayangan diletakkan oleh walisanga dalam penggarapan cerita wayang secara indah dan unik. Dalam bulan puasa yang penuh berkah dari Allah swt ini, watak dan sifat Puntadewa tadi dapatlah menjadi cermin atau teladan yang dapat diterapkan dalam dunia keluarga.

Sutadi, Ketua Pepadi jawa Tengah
Moe, translator

------------------------
Note:
1. Sesungguhnya saya bersaksi, bentuk kalimasada sesungguhnya adalah senjata tajam (saya lupa kalo ndak cakra/pedang) - coba search aja. Memang kata ini mirip sekali dg kalimat sahada. Inilah kepandaian mereka dalam membelokkan sesuatu.
2. seingat saya dalam cerita buku yang saya baca dulu :dewa darma mengintip dewi kunthi itu saat mandi di danau, menjadi birahi dan orgasme. Air maninya jatuh ke dauh tempat dewi kunthi yang membuatnya hamil.

Sumber : http://mengenal-islam.t35.com/Sejarah_Wali_Songo.htm

Rabu, 19 Juli 2000

Sejarah Agama Lokal

Tidak ada satu agama pun di dunia, yang mendunia tanpa proses sosialisasi sebelumnya. Pada awalnya, semua Agama lahir sebagai Agama Lokal terlebih dahulu.

Kedjawen adalah agama lokal tertua di Indonesia. Jadi, Kedjawen bukanlah Kejawen Hindu, Kejawen Budha, Kejawen Kristen, dan bukan juga Kejawen Islam.

Tahun 6425 Jawa sama dengan tahun 2000 Masehi

Tahun:
Tahun Jawa : 4425 = Tahun Masehi 1
Tahun 4046 Jawa, masuk pengaruh Hindu dari India ke P Jawa (Dikenal sebagai Zaman Ajisaka)

Empat Sila Utama Pola Hubungan

Kesamaan dan Perbedaan Agama Jawi dengan Beberapa Agama-agama di Dunia lainnya

Agama Tidak Membuat Orang Jadi Baik

Tidak ada satu Agama pun di dunia, yang bisa membuat orang jadi baik. Yang ada; Orang baik dan mempunyai niat yang baik, menggunakan Agama apa pun, untuk tujuan kebaikan. Pasti dia akan jadi baik.
Jadi pilihlah Agama yang sesuai dengan Hati Nurani.

Sifat Ciptaan Tuhan Yang Maha Esa
Sembahyang

Jumat, 23 Juni 2000

Kejawen oleh : Oleh Wal Suparmo

Sebelum menyinggung soal tersebut, ada baiknya mengingat kembali pokok-pokok
Kejawen meskipun sepintas dan hanya sebagian kecil saja.

A. Manusia dekat dengan alam murni menyerap inti hukum/hukum alam.
" Sudah sejak dulu kala , tanah Jawa hijo royo-royo, subur kang tinandur,
gemahripah loh jinawi , tata -tentrem kerta raharja" Demikian selalu yang
diucapkan Ki Dalang pewayangan.
Kehidupan manusia zaman PURBA itu tidak ngoyo (sibuk),waktu banyak terluang,
melahirkan budayanya berkarakteristik: Sabar, damai, saling menghargai kebebasan
masing-masing - toleran, tepo seliro(tenggang rasa), mawas diri.

B. Manusia percaya isi alam ada Penciptanya.
Khayalan dalam waktu santainya menimbulkan pertanyaan: " kalau aku membuat
alat-alat, lalu bertindak mencari bahan-bahan untuk hidup, siapa orangnya yang
membuat isi alam semuanya itu".
Kesimpulan sederhananya: " Tentu , pasti, ada orang seperti saya ini yang
mempunyai kemampuan yang sangat luar biasa.Sayang dia tidak pernah mau
memperlihatkan diri, Dimanakah Ia adanya?. Tentu di ciptaan-ciptaannya itu:
pohon-pohon besar, gunung-gunung, lautan.."(Penulis lupa nama atau istilah yang
dipakai waktu itu).Keyakinan inilah yang disalah artikan, terutama oleh kaum
Orientalis, bahwa Kejawen itu menyembah BERHALA yang ada di dalam pohon besar
atau batu-batuan dan dianggap sebagai Animisme.

Sesungguhnya banyak kesimpulan: kearifan(wisdom) Kejawen lahir dari kehidupan di
bumi sendiri. Karena itu kiranya Kejawen hingga kini dikategorikan sebagai suatu
Kepercayaan yang dihayati mendalam oleh penghayatnya dalam melahirkan budi
pekerti luhur yang bernilai tinggi.Meskipun seorang Nabi dan Buku Suci yang
disembah tidak ada.

C. Budaya balas-budi (berterima kasih).
Sebagai terimakasih atas jasa-jasa "pencipta" isi alamnya, pada waktu tertentu
penduduk bergotong royong tekun menyampaikan persembahannya berupa makanan dan
hasil tanamannya hingga turun- temurun sampai sekarang yang dinamakan NYADRAN.
Dan banyak berupa tindakan atau hal-hal simbolik saja yang tidak dapat diartikan
secara harfiah.

D.Pertemuan dengan bangsa pendatang.
Dalam abad ke : 3 Masehi, datanglah Hinduisme, disusul dengan Buddhisme satu
abad kemudian. Islam datang pada abad ke: 9 dan berkembang luas beberapa abad
kemudian.
Pertemuan-pertemuan itu bukan menyulut perang, justru membawa pandangan kearifan
Kejawen lebih mendalam yang meluas yang mempengaruhi budayanya juga. Pluralisme
Kejawen membawa manfaat dalam pergaulan seterusnya.

Misalnya: dibidang seni pewayangan epos Mahabharata dan Ramayana diserap dalam
ceritanya setelah penyesuaian dengan asli pewayangan rakyat.
Demikian juga keterampilan rakyat mampu mendirikan bangunan-bangunan dalam
bentuk besar dan kuat seperti candi-candi( Prambanan-Hindhu, Borobudur- Buddha).
mPu Tantular waktu zaman Hinduisme( kerajaan Majapahit) memberi nama puralisme "
BHINEKA TUNGGA IKA".

Suatu penyerapan yang fundamental oleh Kejawen adalah, bahwa Pencipta isi alam
itu bukan di pohon, lautan, tetapi " di atas sana ( Ilahi).
Kejawen memberi sebutan Gusti( Sang Pangeran ) dan ada sebutan sinonim lain yang
digunakan oleh aliran-aliran Kejawen. Demikian juga adanya pemahaman, bahwa
Gusti ada di dalam diri manusia sendiri. Perbedaan-perbedaan faham tidak membawa
pengaruh sedikitpun antara para penghayat dalam pergaulannya.
Tahun baru kalender Jawa( 1 Syuro ) disamankan jatuhnya dengan Tahu Baru
kalender Islam( 1 Hijriah ). Hanya kelender Jawa tetap lebih tua.

E.Visi dan Misi Kejawen.
Dari banyak bentuk wayang yang ada salah satu ada yang bentuknya seperti gunung.
Maka itu namanya gunungan yang ditancapkan di tengah tabir pada pemulaan dan
akhir pertunjukan . Di kulitnya terdapat lukisan gapura yang dijaga raksasa
bersenjata pemukul besar berdiri di kanan dan kiri pintu masuk.
Di belakang gapura ( masuk taman ) ada flora-fauna, ciptaan Gusti, terkesan
indah,aman damai.Itulah gambaran kehidupan di bumi.
Oleh karenanya menurut Kejawen, waktu manusia dilahirkan masuk kehidupan di bumi
, misi terpokok adalah:

MEMAYU HAYUNE BAWONO
Memperindah kehidupan di bumi yang indah( Bawono = kehidupan, bumi_ = buwono ).
Kehidupan selalu membawa perubahan ( bentuk manusia kini lain dengan manusia
purba.Semua bentuk kehidupan, kebiasaan hidup, ilmu pengetahuan, seni dsb).
Kehidupan adalah "KADYO CAKRA MANGGILINGAN" yaitu seperti roda berputar. Dapat
ke atas dapat ke bawah.
Meskipun Kejawen itu mempunyai banyak aliran, tetapi boleh dikata semuanya
berpegang teguh kepada MISI POKOK tersebut.
Untuk mengamankan terlaksananya tuga pokok tersebut, sejak lahir manusia sudah
diberi (given) yaitu "senjata"( percikan ) Gusti sebagai berikut:

NALURI ( perasaan, etos ), NALAR ( otak,rasio ) dan NALURI (spiritualitas,
ketuhanan). Ketiga unsur itu tidak terpisahkan, karena saling menopang.
Percikan ini disampaikan langsung kepada manusia sebagai budi luhur yang "Build
In" dalam diri manusia tanpa perantara manusia lain atau kitab suci.

Dengan demikian maka penghayat Kejawen adalah MANDIRI menghadapi plus dan
minusnya perputaran penghidupannya di bumi. Maka itu manusia
Kejawen selalu harus ingat kepada Pencipta(Gusti), apalagi bila menghadapi
kesulitan atau kegagalan, dan manekung (samadi ) : mohon ampun kepada yang
memberi percikan(Gusti ) karena menghadapi kesulitan atas

keteledorannya dan mohon diberi kesadaran dan kewaspadaan yang kuat (ELING LAN
WASPODO) serta kemampuan menyesaikan persoalannya
sesuai keinginan Gusti. Semangat sejalan keinginan atau bersatu dengan sifat dan
kehendak Gusti itu oleh Kejawen disebut: " MANUNGGALING KAWULO GUSTI ".
Perlu diingat bahwa siapa yang menekuni " manunggaling kawulo Gusti ", nuraninya
harus disokong oleh naluri dan nalar tersebut.
Karena ajaran Kejawin lahir dari ciri-cirinya alam ( yang juga ciptaan Gusti),
ajarannya banyak diperlukan untuk memperoleh keselamatan dan kebahagiaan hidup
di dunia dan sesudahnya ,dengan latihan kejiwaan untuk memperkuat diri yang
dinamakan NGLAKONI atau tirakat, yaitu antara lain, hangurangi dahar lan
guling,(tidak tergantung waktu tertentu maupun lamanya):
- berpuasa
- ngrowot ( hanya makan sayuran dan buah-buahan)
- mutih (tidak makan garam)
- ngebleng (berjaga/ tidak tidur) dalam ruangan kecil yang terbatas yang gelap
tanpa suara.

Meskiupn demikian ajaran Kejawen juga berisi tentang kehidupan sesuadah kematian
yang disebut ( BAWONO LANGGENG ), yaitu antaranya :
" Sangkan Parane Dumadi " ( dari dan Kemana yang telah diciptakan Gusti itu).
Petunjuk-petunjuk atau petuah dalam Kejawen disampaikan berupa Tembang yaitu
lagu atau nyanyian beserta syairnya atau pantun, yang sekarang tidak begitu
lazim digunakan. Meskupun begitu banyak juga yang berupa " kata mutiara "
seperti: "Sepi ing Pamrih, rame ing gawe ( bertindak baik atau menurut petunjuk
Gusti, tanpa mengharap imbalan atau hadiah ), "Aja Dumeh (jangan sombong), Wani
Ngalah Luhur Wekasane ( berani mundur demi membuahkan Kemenangan)" dsb.

F. Musibah.
Tiada penyakit yang tiba-tiba datang lalu sudah sangat kgawat. Tentunya penyakit
itu sudah lama diderita, tetapi tidak dirasa atau diperhatikan.
Demikian juga musibah.
Ajaran Kejawen menyatakan :" Musibah wajib diterima dengan ikhlas, karena
peristiwa itu adalah suatu teguran " NGUNDUH TAN TINANDUR" yang artinya "menuai
yang ditanam".Hendaknya ditanggapi langsung dengan nalar,tekad, dan kesediaan
menerima akibatnya. Maka itu sadar dan waspada harus dibiasakan.

Mata Angin - Serat Centhini

Serat Centhini

1. Wetan : Legi, kuthane perak, langsene seto, manuke kuntul, jaladrine santen, sastrane Ho-No-Co-Ro-Ko. (Timur : Legi, kotanya perak/putih, kelambunya putih, burungnya kuntul/putih, hurufnya Ho-No-Co-Ro-Ko).
2. Duksino : Paing, kuthane swoso, lengsene rekto, manuke wolung, jaladrine ludiro, sastrane Do-To-So-Wo-Lo. (Selatan : Paing, kotanya emas campur tembaga/merah, kelambunya merah, burungnya elang/merah, lautnya darah/merah, hurufnya Do-To-So-Wo-Lo).
3. Pracimo : Pon, kuthane mas, langsene pito, manuke podhang, jaladrine madu, sasreane Po-Dho-Jo-Yo-Nyo (Barat : Pon kotamya emas/kuning, kelambunya kuning, burungnya podhang/kuning, lautnya madu/kuning, hurufnya Po-Dho-Jo-Yo-Nyo)
4. Utoro : Wage kuthane wesi, langsene wulung, manuke dhandang, jaladrine nilo, sastrane Mo-Go-Bo-Tho-Ngo. (Utara : Wage, kotanya besi/hitam, kelambunya hitam, burungnya gagak/hitam, lautnya nila/hitam, hurufnya Mo-Go-Bo-Tho-Ngo).
5. Madyantoro : Kliwon, kuthane prunggu, langsane monco-warno, manuke gogik, jaladrine wedang, sastrane ongko 1 tekan 9. (Tengah : Kliwon kotanya perunggu/aneka warna, kelambunya aneka warna, burungnya gogik/aneka warna, lautnya wedang/aneka warna, hurufnya angka 1 sampai 9).

Pasaran - Serat Pawukon

Serat Pawukon

1. Pasaran Legi lungguhe wetan, kuthane seloko, segarane santen, manuke kuntul, aksarane Ho-No-Co-Ro-Ko. (Pasaran Legi berkedudukan di timur, kotanya perak/putih, lautnya santan/putih, burungnya kuntul/putih, hurufnya Ho-No-Co-Ro-Ko).

2. Pasaran Paing lungguhe kidul, kuthane tembogo, segarane getih, manuke wolung, aksarane Do-To-So-Wo-Lo. (Pasaran Paing berkedudukan di selatan kotanya tembaga/merah, lautnya darah/merah, burungnya rajawali/merah, hurufnya Do-To-So-Wo-Lo).
3. Pasaran Pon lungguhe kulon, kuthane kencono, segarane madu, manuke podhang, aksarane Po-Dho-Jo-Yo-Nyo. (Pasaran Pon berkedudukan di barat, kotanya emas/kuning, lautnya madu/kuning, burungnya podhang/kuning, hurufnya Po-Dho-Jo-Yo-Nyo).
4. Pasaran Wage lungguhane lor, kuthane wesi, segarane nilo, manuke gagak, aksarane Mo-Go-Bo-Tho-Ngo. (Pasaran Wage berkedudukan di utara, kotanya besi/hitam, lautnya nila/hitam, burungnya gagak/hitam, hurufnya Mo-Go-Bo-Tho-Ngo).
5. Pasaran Kliwon lungguhe tengah, kuthane prungu, segarane wedang, manuke gogik, aksarane ongko 1-9. (Pasaran Kliwon, berkedudukan di tengah, kotanya perungu/bermacam warna, lautnya wedang/bermacam warna, burungnya gogik/bulunya bermacam warna, hurufnya angka 1-9).

Sedulur Tua

Sejatine sing diarani sedulur tuwa yaiku kakang kawah utawa sing umum dikenal banyu ketuban neng istilah basa Indonesia.

Sadulur Papat; Kakang Kawah, Getih, Adi ari-ari, lan Puser


Kalimat berikutnya

Puasa Cara Kejawen

Puasa Dengan Cara Kejawen :
1. Mutih
Dalam puasa mutih ini seseorang tdk boleh makan apa-apa kecuali hanya nasi putih dan air putih saja. Nasi putihnya pun tdk boleh ditambah apa-apa lagi (seperti gula, garam dll.) jadi betul-betul hanya nasi putih dan air puih saja. Sebelum melakukan puasa mutih ini, biasanya seorang pelaku puasa harus mandi keramas dulu sebelumnya dan membaca mantra ini : “niat ingsun mutih, mutihaken awak kang reged, putih kaya bocah mentas lahirdipun ijabahi gusti allah.”

2. Ngeruh
Dalam melakoni puasa ini seseorang hanya boleh memakan sayuran / buah-buahan saja. Tidak diperbolehkan makan daging, ikan, telur dsb.

3. Ngebleng
Puasa Ngebleng adalah menghentikan segala aktifitas normal sehari-hari. Seseorang yang melakoni puasa Ngebleng tidak boleh makan, minum, keluar dari rumah/kamar, atau melakukan aktifitas seksual. Waktu tidur-pun harus dikurangi. Biasanya seseorang yang melakukan puasa Ngebleng tidak boleh keluar dari kamarnya selama sehari semalam (24 jam). Pada saat menjelang malam hari tidak boleh ada satu lampu atau cahaya-pun yang menerangi kamar tersebut. Kamarnya harus gelap gulita tanpa ada cahaya sedikitpun. Dalam melakoni puasa ini diperbolehkan keluar kamar hanya untuk buang air saja.

4. Pati geni
Puasa Patigeni hampir sama dengan puasa Ngebleng. Perbedaanya ialah tidak boleh keluar kamar dengan alasan apapun, tidak boleh tidur sama sekali. Biasanya puasa ini dilakukan sehari semalam, ada juga yang melakukannya 3 hari, 7 hari dst. Jika seseorang yang melakukan puasa Patigeni ingin buang air maka, harus dilakukan didalam kamar (dengan memakai pispot atau yang lainnya). Ini adalah mantra puasa patigeni : “niat ingsun patigeni, amateni hawa panas ing badan ingsun, amateni genine napsu angkara murka krana Gusti Allah”.

5. Ngelowong
Puasa ini lebih mudah dibanding puasa-puasa diatas Seseorang yang melakoni puasa Ngelowong dilarang makan dan minum dalam kurun waktu tertentu. Hanya diperbolehkan tidur 3 jam saja (dalam 24 jam). Diperbolehkan keluar rumah.

6. Ngrowot
Puasa ini adalah puasa yang lengkap dilakukan dari subuh sampai maghrib. Saat sahur seseorang yang melakukan puasa Ngrowot ini hanya boleh makan buah-buahan itu saja! Diperbolehkan untuk memakan buah lebih dari satu tetapi hanya boleh satu jenis yang sama, misalnya pisang 3 buah saja. Dalam puasa ini diperbolehkan untuk tidur.

7. Nganyep
Puasa ini adalah puasa yang hanya memperbolehkan memakan yang tidak ada rasanya. Hampir sama dengan Mutih , perbedaanya makanannya lebih beragam asal dengan ketentuan tidak mempunyai rasa.

8. Ngidang
Hanya diperbolehkan memakan dedaunan saja, dan air putih saja. Selain daripada itu tidak diperbolehkan.

9. Ngepel
Ngepel berarti satu kepal penuh. Puasa ini mengharuskan seseorang untuk memakan dalam sehari satu kepal nasi saja. Terkadang diperbolehkan sampai dua atau tiga kepal nasi sehari.

10. Ngasrep
Hanya diperbolehkan makan dan minum yang tidak ada rasanya, minumnya hanya diperbolehkan 3 kali saja sehari.

11. Senin-kamis
Puasa ini dilakukan hanya pada hari senin dan kamis saja seperti namanya. Puasa ini identik dengan agama islam. Karena memang Rasulullah SAW menganjurkannya.

12. Wungon
Puasa ini adalah puasa pamungkas, tidak boleh makan, minum dan tidur selama 24 jam.

13. Tapa Jejeg
Tidak duduk selama 12 jam

14. Lelono
Melakukan perjalanan (jalan kaki) dari jam 12 malam sampai jam 3 subuh (waktu ini dipergunakan sebagai waktu instropeksi diri).

15. Kungkum
Kungkum merupakan tapa yang sangat unik. Banyak para pelaku spiritual merasakan sensasi yang dahsyat dalam melakukan tapa ini. Tatacara tapa Kungkum adalah sebagai beikut :
a) Masuk kedalam air dengan tanpa pakaian selembar-pun dengan posisi bersila (duduk) didalam air dengan kedalaman air se tinggi leher.
b) Biasanya dilakukan dipertemuan dua buah sungai
c) Menghadap melawan arus air
d) Memilih tempat yang baik, arus tidak terlalu deras dan tidak terlalu banyak lumpur didasar sungai
e) Lingkungan harus sepi, usahakan tidak ada seorang manusiapun disana
f) Dilaksanakan mulai jam 12 malam (terkadang boleh dari jam 10 keatas) dan dilakukan lebih dari tiga jam (walau ada juga yang memperbolehkan pengikutnya kungkum hanya 15 menit).
g) Tidak boleh tertidur selama Kungkum
h) Tidak boleh banyak bergerak
i) Sebelum masuk ke sungai disarankan untuk melakukan ritual pembersihan (mandi dulu)
j) Pada saat akan masuk air baca mantra ini :
“ Putih-putih mripatku Sayidina Kilir, Ireng-ireng mripatku Sunan Kali Jaga, Telenging mripatku Kanjeng Nabi Muhammad.”
k) Pada saat masuk air, mata harus tertutup dan tangan disilangkan di dada
l) Nafas teratur
m) Kungkum dilakukan selama 7 malam biasanya

16. Ngalong
Tapa ini juga begitu unik. Tapa ini dilakuakn dengan posisi tubuh kepala dibawah dan kaki diatas (sungsang). Pada tahap tertentu tapa ini dilakukan dengan kaki yang menggantung di dahan pohon dan posisi kepala di bawah (seperti kalong/kelelawar). Pada saat menggantung dilarang banyak bergerak. Secara fisik bagi yang melakoni tapa ini melatih keteraturan nafas. Biasanya puasa ini dibarengi dengan puasa Ngrowot.

17. Ngeluwang
Tapa Ngeluwang adalah tapa paling menakutkan bagi orang-orang awam dan membutuhkan keberanian yang sangat besar. Tapa Ngeluwang disebut-sebut sebagai cara untuk mendapatkan daya penglihatan gaib dan menghilangkan sesuatu. Tapa Ngeluwang adalah tapa dengan dikubur di suatu pekuburan atau tempat yang sangat sepi. Setelah seseorang selesai dari tapa ini, biasanya keluar dari kubur maka akan melihat hal-hal yang mengerikan (seperti arwah gentayangan, jin dlsb). Sebelum masuk kekubur, disarankan baca mantra ini :
“ Niat ingsun Ngelowong, anutupi badan kang bolong siro mara siro mati, kang ganggu maang jiwa insun, lebur kaya dene banyu krana Gusti Allah.”

Dalam melakoni puasa-puasa diatas, bagi pemula sangatlah berat jika belum terbiasa. Oleh karena itu disini akan dibekali dengan ilmu lambung karang. Ilmu ini berfungsi untuk menahan lapar dan dahaga. Dengan kata lain ilmu ini dapat sangat membantu bagi oarang-orang yang masih ragu-ragu dalam melakoni puasa-puasa diatas. Selain praktis dan mudah dipelajari, sebenarnya ilmu lambung karang ini berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang kebanykan harus ditebus/dimahari dengan puasa. Selain itu syarat atau cara mengamalkannyapun sangat mudah, yaitu :

1. Mandi keramas untuk membersihkan diri dari segala macam kekotor
2. Menjaga hawa nafsu.
3. Baca mantra lambung karang ini sebanyak 7 kali ketika ingin melaksanakan puasa, yaitu :

Sadulur papat dalem bade shiam
Cempla cempli gedhene
Wetengku saciplukan bajang
Gorokanku sak dami aking
Kapan ingsun nuruti budine
Aluamah kudu amangan wareg
Wareg tanpa mangan
Kapan ingsun nuruti budine
Aluamah kudu angombe
Ngungakna segara kidul
Wareg tanpa angombe
Dalem pasrah Gusti Allah

Sedulur Tua

Mardika mawi basa Jawi
Langsung menyang: pandhu arah, golèk
Sedulur tua iku salah siji ajaran falsafah Jawa prakawis klairan menungsa lan ana neng konsep ajaran sedulur papat. Miturut falsafah iki, saben wong Jawa iku nduwe papat sedulur yaiku: kakang kawah, adhi ari-ari, getih, lan puser. Kabeh sedulur iku ana wektu proses mbobot.

Sejatine sing diarani sedulur tuwa yaiku kakang kawah utawa sing umum dikenal banyu ketuban neng istilah basa Indonesia.

Sumber artikel iki saka kaca situs web: "http://jv.wikipedia.org/wiki/Sedulur_tua"

Walisongo

Walisongo atau Walisanga dikenal sebagai penyebar agama Islam di tanah Jawa pada abad ke-17. Mereka tinggal di tiga wilayah penting pantai utara Pulau Jawa, yaitu Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat.

Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat para Walisongo ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.
Daftar isi

* 1 Arti Walisongo
* 2 Nama-nama Walisongo
o 2.1 Maulana Malik Ibrahim
o 2.2 Sunan Ampel
+ 2.2.1 Sunan Bonang dan Sunan Drajat
o 2.3 Sunan Kudus
o 2.4 Sunan Giri
o 2.5 Sunan Kalijaga
+ 2.5.1 Sunan Muria
o 2.6 Sunan Gunung Jati
* 3 Tokoh pendahulu Walisongo
o 3.1 Syekh Jumadil Qubro
o 3.2 Syekh Maulana Akbar
o 3.3 Syekh Quro
o 3.4 Syekh Datuk Kahfi
o 3.5 Syekh Khaliqul Idrus
* 4 Bukti dan analisa sejarah bahwa Walisongo keturunan Hadramaut
* 5 Kontroversi
* 6 Sumber tertulis tentang Walisongo
* 7 Lihat pula
* 8 Pranala luar
* 9 Referensi

Arti Walisongo

Ada beberapa pendapat mengenai arti Walisongo. Pertama adalah wali yang sembilan, yang menandakan jumlah wali yang ada sembilan, atau sanga dalam bahasa Jawa. Pendapat lain menyebutkan bahwa kata songo/sanga berasal dari kata tsana yang dalam bahasa Arab berarti mulia. Pendapat lainnya lagi menyebut kata sana berasal dari bahasa Jawa, yang berarti tempat.

Pendapat lain yang mengatakan bahwa Walisongo ini adalah sebuah dewan yang didirikan oleh Raden Rahmat (Sunan Ampel) pada tahun 1474. Saat itu dewan Walisongo beranggotakan Raden Hasan (Pangeran Bintara); Makhdum Ibrahim (Sunan Bonang, putra pertama dari Sunan Ampel); Qasim (Sunan Drajad, putra kedua dari Sunan Ampel); Usman Haji (Pangeran Ngudung, ayah dari Sunan Kudus); Raden Ainul Yaqin (Sunan Giri, putra dari Maulana Ishaq); Syekh Suta Maharaja; Raden Hamzah (Pangeran Tumapel) dan Raden Mahmud.

Para Walisongo adalah intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Pengaruh mereka terasakan dalam beragam bentuk manifestasi peradaban baru masyarakat Jawa, mulai dari kesehatan, bercocok-tanam, perniagaan, kebudayaan, kesenian, kemasyarakatan, hingga ke pemerintahan.

Nama-nama Walisongo

Meskipun terdapat perbedaan pendapat mengenai siapa saja yang termasuk sebagai Walisongo, pada umumnya terdapat sembilan nama yang dikenal sebagai anggota Walisongo yang paling terkenal, yaitu:

* Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim
* Sunan Ampel atau Raden Rahmat
* Sunan Bonang atau Raden Makhdum Ibrahim
* Sunan Drajat atau Raden Qasim
* Sunan Kudus atau Jaffar Shadiq
* Sunan Giri atau Raden Paku atau Ainul Yaqin
* Sunan Kalijaga atau Raden Said
* Sunan Muria atau Raden Umar Said
* Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah

Para Walisongo tidak hidup pada saat yang persis bersamaan. Namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, bila tidak dalam ikatan darah juga karena pernikahan atau dalam hubungan guru-murid.

Maulana Malik Ibrahim

!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Sunan Gresik

Maulana Malik Ibrahim , keturunan ke-11 dari Husain bin Ali, juga disebut sebagai Sunan Gresik, atau terkadang Syekh Maghribi dan Makdum Ibrahim As-Samarqandy. Maulana Malik Ibrahim diperkirakan lahir di Samarkand di Asia Tengah, pada paruh awal abad ke-14. Babad Tanah Jawi versi Meinsma menyebutnya Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah Jawa terhadap As-Samarqandy, berubah menjadi Asmarakandi.[1] Sebagian cerita rakyat, ada pula yang menyebutnya dengan panggilan Kakek Bantal.

Maulana Malik Ibrahim adalah wali pertama yang membawakan Islam di tanah Jawa. Maulana Malik Ibrahim juga mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Ia banyak merangkul rakyat kebanyakan, yaitu golongan yang tersisihkan dalam masyarakat Jawa di akhir kekuasaan Majapahit. Misinya ialah mencari tempat di hati masyarakat sekitar yang ketika itu tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Pada tahun 1419, setelah selesai membangun dan menata pondokan tempat belajar agama di Leran, Maulana Malik Ibrahim wafat. Makamnya kini terdapat di desa Gapura Wetan, Gresik, Jawa Timur.

Sunan Ampel

Sunan Ampel bernama asli Raden Rahmat, keturunan ke-12 dari Husain bin Ali, adalah putra Maulana Malik Ibrahim, Muballigh yang bertugas dakwah di Champa, dengan ibu putri Champa. Jadi, terdapat kemungkinan Sunan Ampel memiliki darah Uzbekistan dari ayahnya dan Champa dari ibunya. Sunan Ampel adalah tokoh utama penyebaran Islam di tanah Jawa, khususnya untuk Surabaya dan daerah-daerah sekitarnya.

Sunan Bonang dan Sunan Drajat

Sunan Bonang dan Sunan Drajat adalah putra Sunan Ampel. Mereka adalah putra-putra Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban bernama Arya Teja. Sunan Bonang dan Sunan Drajat merupakan keturunan ke-13 dari Husain bin Ali

Sunan Kudus

Sunan Kudus adalah putra Sunan Ngudung, putra Raden Usman Haji yang belum dapat diketahui dengan jelas silsilahnya. Sunan Kudus adalah buah pernikahan Sunan Ngudung yang menikah dengan Syarifah, adik dari Sunan Bonang. Sunan Kudus keturunan ke-14 dari Husain bin Ali, diperkirakan wafat pada tahun 1550.

Sunan Giri

Sunan Giri adalah putra Maulana Ishaq. Sunan Giri adalah keturunan ke-12 dari Husain bin Ali, merupakan murid dari Sunan Ampel dan saudara seperguruan dari Sunan Bonang.

Sunan Kalijaga

Sunan Kalijaga adalah putra adipati Tuban yang bernama Tumenggung Wilatikta atau Raden Sahur. Dalam satu riwayat, Sunan Kalijaga disebutkan menikah dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishaq.

Sunan Muria

Sunan Muria atau Raden Umar Said adalah putra Sunan Kalijaga. Ia adalah putra dari Sunan Kalijaga yang menikah dengan Dewi Sujinah, putri Sunan Ngudung.

Sunan Gunung Jati

Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah adalah putra Syarif Abdullah putra Nurul Alam putra Syekh Jamaluddin Akbar. Di titik ini (Syekh Jamaluddin Akbar Gujarat) bertemulah garis nasab Sunan Ampel dan Sunan Gunung Jati. Ibunda Sunan Gunung Jati adalah Nyai Rara Santang, seorang putri keturunan keraton Pajajaran, anak dari Sri Baduga Maharaja, atau dikenal juga sebagai Prabu Siliwangi dari perkawinannya dengan Nyai Subang Larang. Makam dari Nyai Rara Santang bisa kita temui di dalam klenteng di Pasar Bogor, berdekatan dengan pintu masuk Kebun Raya Bogor.

Tokoh pendahulu Walisongo

Syekh Jumadil Qubro

!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Syekh Jumadil Qubro

Syekh Jumadil Qubro adalah tokoh yang sering disebutkan dalam berbagai babad dan cerita rakyat sebagai salah seorang pelopor penyebaran Islam di tanah Jawa. Ia umumnya dianggap bukan keturunan Jawa, melainkan berasal dari Asia Tengah. Terdapat beberapa versi babad yang meyakini bahwa ia adalah keturunan ke-10 dari Husain bin Ali, yaitu cucu Nabi Muhammad SAW. Sedangkan Martin van Bruinessen (1994) menyatakan bahwa ia adalah tokoh yang sama dengan Jamaluddin Akbar (lihat keterangan Syekh Maulana Akbar di bawah).

Sebagian babad berpendapat bahwa Syekh Jumadil Qubro memiliki dua anak, yaitu Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik) dan Maulana Ishaq, yang bersama-sama dengannya datang ke pulau Jawa. Syekh Jumadil Qubro kemudian tetap di Jawa, Maulana Malik Ibrahim ke Champa, dan adiknya Maulana Ishaq mengislamkan Samudera Pasai. Dengan demikian, beberapa Walisongo yaitu Sunan Ampel (Raden Rahmat) dan Sunan Giri (Raden Paku) adalah cucunya; sedangkan Sunan Bonang, Sunan Drajad dan Sunan Kudus adalah cicitnya. Hal tersebut menyebabkan adanya pendapat yang mengatakan bahwa para Walisongo merupakan keturunan etnis Uzbek yang dominan di Asia Tengah, selain kemungkinan lainnya yaitu etnis Persia, Gujarat, ataupun Hadramaut.

Makamnya terdapat di beberapa tempat yaitu di Semarang, Trowulan, atau di desa Turgo (dekat Pelawangan), Yogyakarta. Belum diketahui yang mana yang betul-betul merupakan kuburnya.[2]

Syekh Maulana Akbar

Syekh Maulana Akbar adalah adalah seorang tokoh di abad 14-15 yang dianggap merupakan pelopor penyebaran Islam di tanah Jawa. Nama lainnya ialah Syekh Jamaluddin Akbar dari Gujarat, dan ia kemungkinan besar adalah juga tokoh yang dipanggil dengan nama Syekh Jumadil Kubro, sebagaimana tersebut di atas. Hal ini adalah menurut penelitian Martin van Bruinessen (1994), yang menyatakan bahwa nama Jumadil Kubro (atau Jumadil Qubro) sesungguhnya adalah hasil perubahan hyper-correct atas nama Jamaluddin Akbar oleh masyarakat Jawa.[3]

Silsilah Syekh Maulana Akbar (Jamaluddin Akbar) dari Nabi Muhammad SAW umumnya dinyatakan sebagai berikut: Sayyidina Husain, Ali Zainal Abidin, Muhammad al-Baqir, Ja'far ash-Shadiq, Ali al-Uraidhi, Muhammad al-Naqib, Isa ar-Rummi, Ahmad al-Muhajir, Ubaidullah, Alwi Awwal, Muhammad Sahibus Saumiah, Alwi ats-Tsani, Ali Khali' Qasam, Muhammad Shahib Mirbath, Alwi Ammi al-Faqih, Abdul Malik (Ahmad Khan), Abdullah (al-Azhamat) Khan, Ahmad Jalal Syah, dan Jamaluddin Akbar al-Husaini (Maulana Akbar).

Menurut cerita rakyat, sebagian besar Walisongo memiliki hubungan atau berasal dari keturunan Syekh Maulana Akbar ini. Tiga putranya yang disebutkan meneruskan dakwah di Asia Tenggara; adalah Ibrahim Akbar (atau Ibrahim as-Samarkandi) ayah Sunan Ampel yang berdakwah di Champa dan Gresik, Ali Nuralam Akbar kakek Sunan Gunung Jati yang berdakwah di Pasai, dan Zainal Alam Barakat.

Penulis asal Bandung Muhammad Al Baqir dalam Tarjamah Risalatul Muawanah (Thariqah Menuju Kebahagiaan) memasukkan beragam catatan kaki dari riwayat-riwayat lama tentang kedatangan para mubaligh Arab ke Asia Tenggara. Ia berkesimpulan bahwa cerita rakyat tentang Syekh Maulana Akbar yang sempat mengunjungi Nusantara dan wafat di Wajo, Makasar (dinamakan masyarakat setempat makam Kramat Mekkah), belum dapat dikonfirmasikan dengan sumber sejarah lain. Selain itu juga terdapat riwayat turun-temurun tarekat Sufi di Jawa Barat, yang menyebutkan bahwa Syekh Maulana Akbar wafat dan dimakamkan di Cirebon, meskipun juga belum dapat diperkuat sumber sejarah lainnya.

Syekh Quro

Syekh Quro adalah pendiri pesantren pertama di Jawa Barat, yaitu pesantren Quro di Tanjungpura, Karawang pada tahun 1428.[4]

Nama aslinya Syekh Quro ialah Hasanuddin. Beberapa babad menyebutkan bahwa ia adalah muballigh (penyebar agama} asal Mekkah, yang berdakwah di daerah Karawang. Ia diperkirakan datang dari Champa atau kini Vietnam selatan. Sebagian cerita menyatakan bahwa ia turut dalam pelayaran armada Cheng Ho, saat armada tersebut tiba di daerah Tanjung Pura, Karawang.

Syekh Quro sebagai guru dari Nyai Subang Larang, anak Ki Gedeng Tapa penguasa Cirebon. Nyai Subang Larang yang cantik dan halus budinya, kemudian dinikahi oleh Raden Manahrasa dari wangsa Siliwangi, yang setelah menjadi raja Kerajaan Pajajaran bergelar Sri Baduga Maharaja. Dari pernikahan tersebut, lahirlah Pangeran Kian Santang yang selanjutnya menjadi penyebar agama Islam di Jawa Barat.

Makam Syekh Quro terdapat di desa Pulo Kalapa, Lemahabang, Karawang.

Syekh Datuk Kahfi

Syekh Datuk Kahfi adalah muballigh asal Baghdad memilih markas di pelabuhan Muara Jati, yaitu kota Cirebon sekarang. Ia bernama asli Idhafi Mahdi.

Majelis pengajiannya menjadi terkenal karena didatangi oleh Nyai Rara Santang dan Kian Santang (Pangeran Cakrabuwana), yang merupakan putra-putri Nyai Subang Larang dari pernikahannya dengan raja Pajajaran dari wangsa Siliwangi. Di tempat pengajian inilah tampaknya Nyai Rara Santang bertemu atau dipertemukan dengan Syarif Abdullah, cucu Syekh Maulana Akbar Gujarat. Setelah mereka menikah, lahirlah Raden Syarif Hidayatullah kemudian hari dikenal sebagai Sunan Gunung Jati.

Makam Syekh Datuk Kahfi ada di Gunung Jati, satu komplek dengan makam Sunan Gunung Jati.

Syekh Khaliqul Idrus

Syekh Khaliqul Idrus adalah seorang muballigh Parsi yang berdakwah di Jepara. Menurut suatu penelitian, ia diperkirakan adalah Syekh Abdul Khaliq, dengan laqob Al-Idrus, anak dari Syekh Muhammad Al-Alsiy yang wafat di Isfahan, Parsi.

Syekh Khaliqul Idrus di Jepara menikahi salah seorang cucu Syekh Maulana Akbar yang kemudian melahirkan Raden Muhammad Yunus. Raden Muhammad Yunus kemudian menikahi salah seorang putri Majapahit hingga mendapat gelar Wong Agung Jepara. Pernikahan Raden Muhammad Yunus dengan putri Majapahit di Jepara ini kemudian melahirkan Raden Abdul Qadir yang menjadi menantu Raden Patah, bergelar Adipati Bin Yunus atau Pati Unus. Setelah gugur di Malaka 1521, Pati Unus dipanggil dengan sebutan Pangeran Sabrang Lor. [5]

Bukti dan analisa sejarah bahwa Walisongo keturunan Hadramaut

Walaupun masih ada pendapat yang menyebut Walisongo adalah keturunan Samarkand (Asia Tengah), Champa atau tempat lainnya, namun tampaknya tempat-tampat tersebut lebih merupakan jalur penyebaran para mubaligh daripada merupakan asal-muasal mereka yang sebagian besar adalah kaum Sayyid atau Syarif. Beberapa argumentasi yang diberikan oleh Muhammad Al Baqir, dalam bukunya Thariqah Menuju Kebahagiaan, mendukung bahwa Walisongo adalah keturunan Hadramaut:

* L.W.C van den Berg, Islamolog dan ahli hukum Belanda yang mengadakan riset pada 1884-1886, dalam bukunya Le Hadhramout et les colonies arabes dans l'archipel Indien (1886)[6] mengatakan:

”Adapun hasil nyata dalam penyiaran agama Islam (ke Indonesia) adalah dari orang-orang Sayyid Syarif. Dengan perantaraan mereka agama Islam tersiar di antara raja-raja Hindu di Jawa dan lainnya. Selain dari mereka ini, walaupun ada juga suku-suku lain Hadramaut (yang bukan golongan Sayyid Syarif), tetapi mereka ini tidak meninggalkan pengaruh sebesar itu. Hal ini disebabkan mereka (kaum Sayyid Syarif) adalah keturunan dari tokoh pembawa Islam (Nabi Muhammad SAW).”

* van den Berg juga menulis dalam buku yang sama (hal 192-204):

”Pada abad ke-15, di Jawa sudah terdapat penduduk bangsa Arab atau keturunannya, yaitu sesudah masa kerajaan Majapahit yang kuat itu. Orang-orang Arab bercampul-gaul dengan penduduk, dan sebagian mereka mempuyai jabatan-jabatan tinggi. Mereka terikat dengan pergaulan dan kekeluargaan tingkat atasan. Rupanya pembesar-pembesar Hindu di kepulauan Hindia telah terpengaruh oleh sifat-sifat keahlian Arab, oleh karena sebagian besar mereka berketurunan pendiri Islam (Nabi Muhammad SAW). Orang-orang Arab Hadramawt (Hadramaut) membawa kepada orang-orang Hindu pikiran baru yang diteruskan oleh peranakan-peranakan Arab, mengikuti jejak nenek moyangnya."
Pernyataan van den Berg spesifik menyebut abad ke-15, yang merupakan abad spesifik kedatangan atau kelahiran sebagian besar Walisongo di pulau Jawa. Abad ke-15 ini jauh lebih awal dari abad ke-18 yang merupakan saat kedatangan gelombang berikutnya, yaitu kaum Hadramaut yang bermarga Assegaf, Al Habsyi, Al Hadad, Alaydrus, Alatas, Al Jufri, Syihab, Syahab dan banyak marga Hadramaut lainnya.

* Hingga saat ini umat Islam di Hadramaut sebagian besar bermadzhab Syafi’i, sama seperti mayoritas di Srilangka, pesisir India Barat (Gujarat dan Malabar), Malaysia dan Indonesia. Bandingkan dengan umat Islam di Uzbekistan dan seluruh Asia Tengah, Pakistan dan India pedalaman (non-pesisir) yang sebagian besar bermadzhab Hanafi.
* Kesamaan dalam pengamalan madzhab Syafi'i bercorak tasawuf dan mengutamakan Ahlul Bait; seperti mengadakan Maulid, membaca Diba & Barzanji, beragam Shalawat Nabi, doa Nur Nubuwwah dan banyak amalan lainnya hanya terdapat di Hadramaut, Mesir, Gujarat, Malabar, Srilangka, Sulu & Mindanao, Malaysia dan Indonesia. Kitab fiqh Syafi’i Fathul Muin yang populer di Indonesia dikarang oleh Zainuddin Al Malabary dari Malabar, isinya memasukkan pendapat-pendapat baik kaum Fuqaha maupun kaum Sufi. Hal tersebut mengindikasikan kesamaan sumber yaitu Hadramaut, karena Hadramaut adalah sumber pertama dalam sejarah Islam yang menggabungkan fiqh Syafi'i dengan pengamalan tasawuf dan pengutamaan Ahlul Bait.
* Di abad ke-15, raja-raja Jawa yang berkerabat dengan Walisongo seperti Raden Patah dan Pati Unus sama-sama menggunakan gelar Alam Akbar. Gelar tersebut juga merupakan gelar yang sering dikenakan oleh keluarga besar Jamaluddin Akbar di Gujarat pada abad ke-14, yaitu cucu keluarga besar Azhamat Khan (atau Abdullah Khan) bin Abdul Malik bin Alwi, seorang anak dari Muhammad Shahib Mirbath ulama besar Hadramaut abad ke-13. Keluarga besar ini terkenal sebagai mubaligh musafir yang berdakwah jauh hingga pelosok Asia Tenggara, dan mempunyai putra-putra dan cucu-cucu yang banyak menggunakan nama Akbar, seperti Zainal Akbar, Ibrahim Akbar, Ali Akbar, Nuralam Akbar dan banyak lainnya.

Kontroversi

Sejarawan Slamet Muljana mengundang kontroversi dalam buku Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa (1968), dengan menyatakan bahwa Walisongo adalah keturunan Tionghoa Indonesia.[rujukan?] Pendapat tersebut mengundang reaksi keras masyarakat yang berpendapat bahwa Walisongo adalah keturunan Arab-Indonesia. Pemerintah Orde Baru sempat melarang terbitnya buku tersebut.[rujukan?]

Sumber tertulis tentang Walisongo

1. Terdapat beberapa sumber tertulis masyarakat Jawa tentang Walisongo, antara lain Serat Walisanga karya Ranggawarsita pada abad ke-19, Kitab Walisongo karya Sunan Dalem (Sunan Giri II) yang merupakan anak dari Sunan Giri, dan juga diceritakan cukup banyak dalam Babad Tanah Jawi.
2. Mantan Mufti Johor Sayyid `Alwî b. Tâhir b. `Abdallâh al-Haddâd (meninggal tahun 1962) juga meninggalkan tulisan yang berjudul Sejarah perkembangan Islam di Timur Jauh (Jakarta: Al-Maktab ad-Daimi, 1957). Ia menukil keterangan diantaranya dari Haji `Ali bin Khairuddin, dalam karyanya Ketrangan kedatangan bungsu (sic!) Arab ke tanah Jawi sangking Hadramaut.
3. Dalam penulisan sejarah para keturunan Bani Alawi seperti al-Jawahir al-Saniyyah oleh Sayyid Ali bin Abu Bakar Sakran, 'Umdat al-Talib oleh al-Dawudi, dan Syams al-Zahirah oleh Sayyid Abdul Rahman Al-Masyhur; juga terdapat pembahasan mengenai leluhur Sunan Gunung Jati, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Bonang dan Sunan Gresik.

Lihat pula

* Mazhab Syafi'i
* Suku Arab-Indonesia
* Syekh Muhammad Shahib Mirbath
* Sunan Bayat
* Ki Ageng Pandan Arang

Pranala luar

* (en) Najmuddin al-Kubra, Jumadil Kubra and Jamaluddin al-Akbar: Traces of Kubrawiyya influence in early Indonesian Islam Online publication of Martin van Bruinessen, by Universiteit Utrecht
* (id) Syekh Hasanuddin: Pendiri Pesantren Pertama di Jawa Barat Republika Online: Jumat, 28 April 2006

Referensi

1. ^ Meinsma, J.J., 1903. Serat Babad Tanah Jawi, Wiwit Saking Nabi Adam Dumugi ing Tahun 1647. S'Gravenhage.
2. ^ Istilah maqam, selain berarti kubur juga dapat berarti tempat menetap atau tempat yang pernah dikunjungi seorang tokoh; contohnya seperti makam Nabi Ibrahim di Masjidil Haram.
3. ^ van Bruinessen, Martin, 1994. Najmuddin al-Kubra, Jumadil Kubra and Jamaluddin al-Akbar: Traces of Kubrawiyya influence in early Indonesian Islam, Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 150, hal 305-329.
4. ^ Drs. H. Ridwan Saidi (27 Maret 2007). Disampaikan pada Seminar Genealogi Intelektual Ulama Betawi. Diselenggarakan oleh JIC (Jakarta Islamic Centre), Jakarta. Artikel Republika Online: Jumat, 13 April 2007.
5. ^ Lihat pula: Pangeran Sabrang Lor.
6. ^ van den Berg, Lodewijk Willem Christiaan, 1886. ''Le Hadhramout et les colonies arabes dans l'archipel Indien. Impr. du gouvernement, Batavia.

l • d • s
Sunan-sunan Walisongo

Gresik • Ampel • Bonang • Drajat • Kudus • Giri • Kalijaga • Muria • Gunung Jati

Kejawen

Beberapa aliran kejawen

Terdapat ratusan aliran kejawen dengan penekanan ajaran yang berbeda-beda. Beberapa jelas-jelas sinkretik, yang lainnya bersifat reaktif terhadap ajaran agama tertentu. Namun biasanya ajaran yang banyak anggotanya lebih menekankan pada cara mencapai keseimbangan hidup dan tidak melarang anggotanya mempraktekkan ajaran agama (lain) tertentu.

Beberapa aliran dengan anggota besar

* Sumarah
* Budi Dharma
* Paguyuban Ngesti Tunggal
* Sapta Dharma

Aliran yang bersifat reaktif misalnya aliran yang mengikuti ajaran Sabdopalon, atau penghayat ajaran Syekh Siti Jenar.

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Kejawen

SEJARAH WALISONGO

Menengok konflik Masa Lalu
Biasanya, konflik yang terjadi di kalangan ulama -terutama ulama jaman dahulu, lebih banyak diakibatkan karena persoalan (rebutan pengaruh) politik. Tidak hanya terjadi pada era kiai-ulama masa kini, tapi sejak jaman Wali Songo-pun, konflik seperti itu pernah terjadi.

Bahkan, sejarah Islam telah mencatat bahwa jenazah Muhammad Rasulullah SAW baru dimakamkan tiga hari setelah wafatnya, dikarenakan para sahabat justru sibuk rebutan soal posisi khalifah pengganti Nabi
(Tarikh Ibnu Ishak, ta'liq Muhammad Hamidi).

Di era Wali Songo -kelompok ulama yang "diklaim" oleh NU sebagai nenek-moyangnya dalam perihal berdakwah dan ajarannya, sejarah telah mencatat pula terjadinya konflik yang "fenomenal" antara Wali Songo (yang mementingkan syari'at) dengan kelompok Syekh Siti Jenar (yang mengutamakan hakekat).

Konflik itu berakhir dengan fatwa hukuman mati bagi Syekh Siti Jenar dan pengikutnya. Sejarah juga mencatat bahwa dalam persoalan politik, Wali Songo yang oleh masyarakat dikenal sebagai kelompok ulama penyebar agama Islam di Nusantara yang cukup solid dalam berdakwah itu, Ternyata juga bisa terpolarisasi ke dalam tiga kutub politik; Giri Kedaton (Sunan Giri, di Gresik), Sunan Kalijaga (Adilangu, Demak) dan Sunan Kudus (Kudus).

Kutub-kutub politik itu memiliki pertimbangan dan alasan sendiri-sendiri yang berbeda, dan sangat sulit untuk dicarikan titik temunya; dalam sidang para wali sekalipun. Terutama perseteruan dari dua nama yang terakhir, itu sangat menarik. Karena pertikaian kedua wali tersebut dengan begitu gamblangnya sempat tercatat dalam literatur sejarah klasik Jawa, seperti: "Babad Demak", "Babad Tanah Djawi", "Serat Kandha", dan "Babad Meinsma".

Lagi-lagi, konflik itu diakibatkan karena persoalan politik. Perseteruan yang terjadi antara para wali itu bisa terjadi, bermula setelah Sultan Trenggono (raja ke-2 Demak) wafat. Giri Kedaton yang beraliran "Islam mutihan" (lebih mengutamakan tauhid) mendukung Sunan Prawata dengan pertimbangan ke-'alimannya. Sementara Sunan Kudus mendukung Aryo Penangsang karena dia merupakan pewaris sah (putra tertua) dari Pangeran Sekar Seda Lepen (kakak Trenggono) yang telah dibunuh oleh Prawata (anak Trenggono). Sedangkan Sunan Kalijaga (aliran tasawuf, abangan) mendukung Joko Tingkir (Hadiwijaya), dengan pertimbangan ia akan mampu memunculkan sebuah kerajaan kebangsaan nusantara yang akomodatif terhadap budaya.

Sejarah juga mencatat, konflik para wali itu "lebih seru" bila dibandingkan dengan konflik ulama sekarang, karena pertikaian mereka sangat syarat dengan intrik politik yang kotor, seperti menjurus pada pembunuhan terhadap lawan politik. Penyebabnya tidak semata karena persoalan politik saja, tapi di sana juga ada hal-hal lain seperti: pergesekan pengaruh ideologi, hegemoni aliran oleh para wali, pengkhianatan murid terhadap guru, dendam guru terhadap murid, dan sebagainya.


*catatan wachdie..
bagaimana bangsa indonesia tidak dijajah? jika kita melihat cerita para negarawan islamnya sendiri pada rakus kekuasaan!!!!

Sumber : http://mengenal-islam.t35.com/Sejarah_Wali_Songo.htm

Kelicikan Walisongo

.. pada waktu Siti Jenar dihukum mati darahnya berwarna putih dan berbau harum. terdengar musik dari angkasa .. namun atas kelicikan walisongo, mayat Siti Jenar diganti dengan mayat anjing kemudian dipertontonkan di depan umum...

Aliran Siti Jenar inilah yang kemudian berkembang menjadi aliran kejawen di Jawa...


Sumber : http://mengenal-islam.t35.com/Sejarah_Wali_Songo.htm
Proyek Bersih Parpol Hanya Slogan - AntiKorupsi.org