Senin, 16 Maret 2009

Mengkiritisi Yang Kritis

Saat rezim Soeharto berkuasa, kita semua kebingungan dengan caranya memerintah. Mengapa begitu? Sebab, dengan cara apapun yang sudah kita lakukan, kita tidak dapat menyuruhnya untuk turun. Bahkan semakin menjadi-jadi.

Tetapi, ada pepatah "banyak jalan menuju Roma". Para ilmuwan pun mencobanya, dengan meminta bantuan dari pihak asing. Salah satu cara yang ditawarkan oleh pihak asing pada saat itu, adalah melalui LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).

Saat itulah dikenal istilah "Proposal Rekayasa Sosial". Bagaimana cara kerjanya? Caranya adalah, membuat proposal untuk sebuah penelitian sosial di Indonesia, bagi kepentingan mobilisasi masa, untuk melawan rezim Soeharto.

Singkat kata, tak diragukan lagi, keruntuhan Soeharto, merupakan sumbangsih karya LSM-LSM di Indonesia, yang dibantu pihak Asing.

Bagi orang awam, hal ini mungkin dilihat sebagai pekerjaan moral para pelaku LSM. Tapi bagi yang mengamati prosesnya, ternyata ada biaya yang sangat besar di balik semua itu. Dan dari biaya yang besar itu, ternyata ada lagi penyunatan dana oleh para pelaku LSM itu sendiri.

Bagi LSM ukuran sedang, dengan karyawan sekitar 6 orang, sebelum Krisis Moneter, mereka mendapat 4 s/d 6 miliar rupiah per tahun. Belum termasuk biaya operasional tambahan, seperti membuat demo, seminar, diskusi, dlsb. Dengan demikian, kita sudah dpat membayangkan, berapa pendapatan para petinggi LSM-LSM tersebut, bahkan melebihi gaji para manajer bank-bank besar, di Indonesia pada saat itu.

Sekarang Soeharto sudah jatuh, dn kita pun sudah lebih demokratis. Terus, apakah para pelaku LSM ini kehilangan pekerjaan? Tidak, justru makin banyak lagi. Bagaimana caranya? Para pelaku LSM ini merupakan kepanjangan tangan dari negara-negara besar, yang mempunyai kepentingan terhadap sumber alam Indonesia. Wah semakin bingung nih ....!

Tidak usah bingung. Negara besar kan ingin Indonesia selalu tidak stabil. Didlam teori proses demokrtisasi, sebuah negara yang sedang menjalankan demokratisasi, pasti terjadi pergolakan. Ternyata di Indonesia tidak begitu kacau. Maka negara-negara penyandang dana LSM tersebut, mencobanya dengan membiayai LSM, untuk mendukung proses separatis di Indonesia.

Oke sedikit jelas. Terus ....? Jadi satu LSM datang dengan konsep desentralisasi, sedangkan LSM lainnya, dtang dengan konsep kemandirian masyarakat. Tampaknya memang ideal. Tapi, pada pelaksanaannya , LSM pertama bertugas menggolkan keputusan perundangan, untuk membentuk negara bagian. LSM lainnya, datang membawa konsep kemandirian masyarakat, ditambah dengan teori bahasa "suku bangsa adalah bangsa".

Wah wah wah, ternyata sungguh tidak bermoral para pelaku LSM tersebut.

Tanggung jawab kita sebagai warga negara Indonesia, adalah untuk memajukan bangsa, bukan memporakporandakannya. Berarti, demokrasi bukan berarti memecahkan NKRI.

Tidak ada komentar:

Proyek Bersih Parpol Hanya Slogan - AntiKorupsi.org