Sebelum menyinggung soal tersebut, ada baiknya mengingat kembali pokok-pokok
Kejawen meskipun sepintas dan hanya sebagian kecil saja.
A. Manusia dekat dengan alam murni menyerap inti hukum/hukum alam.
" Sudah sejak dulu kala , tanah Jawa hijo royo-royo, subur kang tinandur,
gemahripah loh jinawi , tata -tentrem kerta raharja" Demikian selalu yang
diucapkan Ki Dalang pewayangan.
Kehidupan manusia zaman PURBA itu tidak ngoyo (sibuk),waktu banyak terluang,
melahirkan budayanya berkarakteristik: Sabar, damai, saling menghargai kebebasan
masing-masing - toleran, tepo seliro(tenggang rasa), mawas diri.
B. Manusia percaya isi alam ada Penciptanya.
Khayalan dalam waktu santainya menimbulkan pertanyaan: " kalau aku membuat
alat-alat, lalu bertindak mencari bahan-bahan untuk hidup, siapa orangnya yang
membuat isi alam semuanya itu".
Kesimpulan sederhananya: " Tentu , pasti, ada orang seperti saya ini yang
mempunyai kemampuan yang sangat luar biasa.Sayang dia tidak pernah mau
memperlihatkan diri, Dimanakah Ia adanya?. Tentu di ciptaan-ciptaannya itu:
pohon-pohon besar, gunung-gunung, lautan.."(Penulis lupa nama atau istilah yang
dipakai waktu itu).Keyakinan inilah yang disalah artikan, terutama oleh kaum
Orientalis, bahwa Kejawen itu menyembah BERHALA yang ada di dalam pohon besar
atau batu-batuan dan dianggap sebagai Animisme.
Sesungguhnya banyak kesimpulan: kearifan(wisdom) Kejawen lahir dari kehidupan di
bumi sendiri. Karena itu kiranya Kejawen hingga kini dikategorikan sebagai suatu
Kepercayaan yang dihayati mendalam oleh penghayatnya dalam melahirkan budi
pekerti luhur yang bernilai tinggi.Meskipun seorang Nabi dan Buku Suci yang
disembah tidak ada.
C. Budaya balas-budi (berterima kasih).
Sebagai terimakasih atas jasa-jasa "pencipta" isi alamnya, pada waktu tertentu
penduduk bergotong royong tekun menyampaikan persembahannya berupa makanan dan
hasil tanamannya hingga turun- temurun sampai sekarang yang dinamakan NYADRAN.
Dan banyak berupa tindakan atau hal-hal simbolik saja yang tidak dapat diartikan
secara harfiah.
D.Pertemuan dengan bangsa pendatang.
Dalam abad ke : 3 Masehi, datanglah Hinduisme, disusul dengan Buddhisme satu
abad kemudian. Islam datang pada abad ke: 9 dan berkembang luas beberapa abad
kemudian.
Pertemuan-pertemuan itu bukan menyulut perang, justru membawa pandangan kearifan
Kejawen lebih mendalam yang meluas yang mempengaruhi budayanya juga. Pluralisme
Kejawen membawa manfaat dalam pergaulan seterusnya.
Misalnya: dibidang seni pewayangan epos Mahabharata dan Ramayana diserap dalam
ceritanya setelah penyesuaian dengan asli pewayangan rakyat.
Demikian juga keterampilan rakyat mampu mendirikan bangunan-bangunan dalam
bentuk besar dan kuat seperti candi-candi( Prambanan-Hindhu, Borobudur- Buddha).
mPu Tantular waktu zaman Hinduisme( kerajaan Majapahit) memberi nama puralisme "
BHINEKA TUNGGA IKA".
Suatu penyerapan yang fundamental oleh Kejawen adalah, bahwa Pencipta isi alam
itu bukan di pohon, lautan, tetapi " di atas sana ( Ilahi).
Kejawen memberi sebutan Gusti( Sang Pangeran ) dan ada sebutan sinonim lain yang
digunakan oleh aliran-aliran Kejawen. Demikian juga adanya pemahaman, bahwa
Gusti ada di dalam diri manusia sendiri. Perbedaan-perbedaan faham tidak membawa
pengaruh sedikitpun antara para penghayat dalam pergaulannya.
Tahun baru kalender Jawa( 1 Syuro ) disamankan jatuhnya dengan Tahu Baru
kalender Islam( 1 Hijriah ). Hanya kelender Jawa tetap lebih tua.
E.Visi dan Misi Kejawen.
Dari banyak bentuk wayang yang ada salah satu ada yang bentuknya seperti gunung.
Maka itu namanya gunungan yang ditancapkan di tengah tabir pada pemulaan dan
akhir pertunjukan . Di kulitnya terdapat lukisan gapura yang dijaga raksasa
bersenjata pemukul besar berdiri di kanan dan kiri pintu masuk.
Di belakang gapura ( masuk taman ) ada flora-fauna, ciptaan Gusti, terkesan
indah,aman damai.Itulah gambaran kehidupan di bumi.
Oleh karenanya menurut Kejawen, waktu manusia dilahirkan masuk kehidupan di bumi
, misi terpokok adalah:
MEMAYU HAYUNE BAWONO
Memperindah kehidupan di bumi yang indah( Bawono = kehidupan, bumi_ = buwono ).
Kehidupan selalu membawa perubahan ( bentuk manusia kini lain dengan manusia
purba.Semua bentuk kehidupan, kebiasaan hidup, ilmu pengetahuan, seni dsb).
Kehidupan adalah "KADYO CAKRA MANGGILINGAN" yaitu seperti roda berputar. Dapat
ke atas dapat ke bawah.
Meskipun Kejawen itu mempunyai banyak aliran, tetapi boleh dikata semuanya
berpegang teguh kepada MISI POKOK tersebut.
Untuk mengamankan terlaksananya tuga pokok tersebut, sejak lahir manusia sudah
diberi (given) yaitu "senjata"( percikan ) Gusti sebagai berikut:
NALURI ( perasaan, etos ), NALAR ( otak,rasio ) dan NALURI (spiritualitas,
ketuhanan). Ketiga unsur itu tidak terpisahkan, karena saling menopang.
Percikan ini disampaikan langsung kepada manusia sebagai budi luhur yang "Build
In" dalam diri manusia tanpa perantara manusia lain atau kitab suci.
Dengan demikian maka penghayat Kejawen adalah MANDIRI menghadapi plus dan
minusnya perputaran penghidupannya di bumi. Maka itu manusia
Kejawen selalu harus ingat kepada Pencipta(Gusti), apalagi bila menghadapi
kesulitan atau kegagalan, dan manekung (samadi ) : mohon ampun kepada yang
memberi percikan(Gusti ) karena menghadapi kesulitan atas
keteledorannya dan mohon diberi kesadaran dan kewaspadaan yang kuat (ELING LAN
WASPODO) serta kemampuan menyesaikan persoalannya
sesuai keinginan Gusti. Semangat sejalan keinginan atau bersatu dengan sifat dan
kehendak Gusti itu oleh Kejawen disebut: " MANUNGGALING KAWULO GUSTI ".
Perlu diingat bahwa siapa yang menekuni " manunggaling kawulo Gusti ", nuraninya
harus disokong oleh naluri dan nalar tersebut.
Karena ajaran Kejawin lahir dari ciri-cirinya alam ( yang juga ciptaan Gusti),
ajarannya banyak diperlukan untuk memperoleh keselamatan dan kebahagiaan hidup
di dunia dan sesudahnya ,dengan latihan kejiwaan untuk memperkuat diri yang
dinamakan NGLAKONI atau tirakat, yaitu antara lain, hangurangi dahar lan
guling,(tidak tergantung waktu tertentu maupun lamanya):
- berpuasa
- ngrowot ( hanya makan sayuran dan buah-buahan)
- mutih (tidak makan garam)
- ngebleng (berjaga/ tidak tidur) dalam ruangan kecil yang terbatas yang gelap
tanpa suara.
Meskiupn demikian ajaran Kejawen juga berisi tentang kehidupan sesuadah kematian
yang disebut ( BAWONO LANGGENG ), yaitu antaranya :
" Sangkan Parane Dumadi " ( dari dan Kemana yang telah diciptakan Gusti itu).
Petunjuk-petunjuk atau petuah dalam Kejawen disampaikan berupa Tembang yaitu
lagu atau nyanyian beserta syairnya atau pantun, yang sekarang tidak begitu
lazim digunakan. Meskupun begitu banyak juga yang berupa " kata mutiara "
seperti: "Sepi ing Pamrih, rame ing gawe ( bertindak baik atau menurut petunjuk
Gusti, tanpa mengharap imbalan atau hadiah ), "Aja Dumeh (jangan sombong), Wani
Ngalah Luhur Wekasane ( berani mundur demi membuahkan Kemenangan)" dsb.
F. Musibah.
Tiada penyakit yang tiba-tiba datang lalu sudah sangat kgawat. Tentunya penyakit
itu sudah lama diderita, tetapi tidak dirasa atau diperhatikan.
Demikian juga musibah.
Ajaran Kejawen menyatakan :" Musibah wajib diterima dengan ikhlas, karena
peristiwa itu adalah suatu teguran " NGUNDUH TAN TINANDUR" yang artinya "menuai
yang ditanam".Hendaknya ditanggapi langsung dengan nalar,tekad, dan kesediaan
menerima akibatnya. Maka itu sadar dan waspada harus dibiasakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar