Indonesia hingga kini belum meratifikasi konvensi Under Water Heritage UNESCO, mengingat hal itu belum menguntungkan Indonesia secara ekonomis. RI mengusulkan dalam penanganan benda cagar budaya bawah air tidak hanya mengedepankan unsur pelestariannya saja, namun juga mempertimbangan pemanfaatan secara ekonomi bagi masyarakat.
"Kita masih melakukan evaluasi, dan mengusulkan selain unsur pelestarian juga ada kepentingan ekonomis," kata Hari Untoro Drajat, Dirjen Sejarah dan Purbakala, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (Depbudpar) ketika menyampaikan program kerja Ditjen Sejarah dan Purbakala kepada pers di gedung Sapta Pesona Jakarta, Kamis (5/6).
Dikatakan, visi Indonesia dalam penanganan benda cagar budaya bawah air sebagai warisan budaya (under water heritage) tidak hanya dilihat dari sisi pelestariannya semata, melainkan juga menyertakan manfaat ekonomi bagi masyarakat dan negara. "Kalau kita hanya mengedepankan unsur pelestarian sedangkan benda cagar budaya bawah air itu memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat dan negara, tentunya hal itu tidak memberikan keuntungan bagi bangsa kita," kata Hari Untoro.
Hingga kini baru beberapa negara yang telah meratifikasi konvensi Under Water Heritage UNESCO. Pada umumnya mereka bukan negara maritim dan tidak memiliki peninggalan benda cagar budaya bawah air.
Dalam penanganan benda cagar budaya bawah air, yang oleh masyarakat sering disebut harta karun, Indonesia mempunyai pijakan aturan yakni Undang-Undang No.5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (BCB) serta Keppres No.107 tahun 2001 tentang pengelolaan Benda Muatan Kapal Tenggelam (BMKT). (Pusformas)
Sumber : http://www.budpar.go.id/page.php?ic=511&id=3981
1 komentar:
ntar kalo sudah diklaim dan disentuh bangsa lain baru pemerintah berpikir dan bertindak. Selalu begitu.
Posting Komentar