27-10-2000 / 22:06 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta: Para elite politik Indonesia seharusnya berpikir lebih kritis dan rasional untuk menggugat hal-hal yang lebih mendasar dalam proses demokratisasi. “Tak masuk akal semua elite politik saat ini hanya sibuk mengurus satu orang Gus Dur saja,” ujar pakar politik hukum asal Amerika Serikat, Daniel S. Lev, di Jakarta, Jumat (27/10) sore.
Daniel mengungkapkan hal itu ketika ditanya mengenai kinerja pemerintahan Gus Dur yang sedang digugat elite politik saat ini. Menurut dia, seharusnya masyarakat politik berpikir mengenai lembaga-lembaga demokrasi yang belum lagi tumbuh kuat. “Ada masalah dengan DPR yang belum lagi dewasa dan juga sistem pengadilan amburadul,” ujarnya.
Secara pribadi, ia menolak berkomentar mengenai kepemimpinan Gus Dur. Bagi dia, yang lebih penting adalah ide-ide yang telah diperjuangkan Gus Dur selama ini. “Anda semua bisa bicara bebas dan berpartai politik secara merdeka, itu semua sangat penting bagi masa depan demokrasi,” tuturnya. Prestasi lainnya adalah keberhasilan Gus Dur meminimalisir peran politik tentara. “Harus diingat tentara menjadi biang kekacauan politik Indonesia sejak 1957,” tegasnya.
Ia mengingatkan bahwa kesalahan Gus Dur dalam kasus Texmaco dan lainnya tetap harus koreksi secara kritis. Meski diakui tidak semua dikritik akan didengar Gus Dur, ia yakin Gus Dur tetap memperhatikan kritik-kritik itu. Ia pun menilai perdebatan mengenai perilaku Gus Dur mulai membosankan dan tidak relevan dengan persoalan mendasar bangsa Indonesia. “Sekali lagi, problem sekarang adalah secepatnya menata sistem pemerintahan, kepolisian, kehakiman, dan birokrasi,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia mempertanyakan mengapa di tengah krisis yang berkepanjangan, para elite Indonesia masih sempat pamer mobil mewah. “Itu duit datang dari mana? Sementara, di sisi lain, angka pengangguran meningkat lebih dari 50 persen,” ujarnya, heran. Untuk itu, disarankan agar rakyat Indonesia memikirkan tingkah laku para elite mereka. “Kaum elite itu cukup berbahaya jika tidak dibatasi pengaruhnya,” tegasnya. Hanya dengan pembangunan institusi sosial yang kuatlah, pertumbuhan politik demokrasi Indonesia bisa dicapai. Jadi, menurut Daniel, ketimbang memikirkan perilaku Gus Dur, lebih baik memikirkan hal yang mendasar bagi negeri ini. (Nezar Patria)
Sumber : http://www.tempo.co.id/harian/fokus/52/2,1,17,id.html