Sabtu, 17 Mei 2008

Rp 40 Triliun Hilang dari Laut, Generasi Muda Mesti Peduli

JAKARTA, SABTU - Demi harga diri, harkat, dan martabat bangsa Indonesia, perikanan IUU (illegal, unreported, inregulated) di perairan Indonesia harus dilawan. Penyusupan nelayan asing harus dicegah. Penjarahan sumber ekonomi rakyat harus dihentikan. Perusakan sumber daya ikan harus diakhiri karena setiap tahun Indonesia kehilangan pendapatan dari laut Rp 40 triliun akibat illegal fishing.

Penegasan itu disampaikan Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Adhyaksa Dault pada peluncuran buku Blue Water Crime: Dimensi Sosial Ekonomi Perikanan Ilegal (penerbit Cidesindo, Mei 2008) yang ditulis Dr Ir Victor PH Nikijuluw MSc, Sabtu (17/5) di Jakarta. Victor PH Nikijuluw (48) adalah staf pengajar di program pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Universitas Pattimura. Peneliti yang telah menulis l00 lebih artikel ilmiah di berbagai jurnal nasional dan internasional ini sekarang menjabat Kepala Pusat Riset Perikanan Tangkap Departemen Kelautan dan Perikanan.

Adhyaksa Dault yang juga ahli teknologi kelautan, lulusan program doktor IPB, mengatakan, betapa besar kerugian yang dialami Indonesia karena kita kurang peduli dan perhatian pada laut. Angka Rp 40 triliun ini penting diketahui generasi muda agar tumbuh kesadaran dan ke depan lebih peduli dengan masalah kelautan.

Adhyaksa mengatakan, ketika heboh masalah Ambalat, ada sekelompok pemuda yang datang ke Kantor Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga. Mereka menyatakan siap berjuang mempertahankan Ambalat. Sikap ini dipuji, tapi mereka tidak tahu bahwa Ambalat itu kawasan laut, bukan pulau. “Berenang saja tidak bisa, bagaimana pertahankan laut,” ujarnya.

Adhyaksa menjelaskan, masa depan Indonesia sebenarnya ada di laut. Indonesia dilimpahi Tuhan dengan sumber daya laut yang luas. Dua pertiga wilayah Indonesia adalah laut, dengan lebih dari 17.000 pulau, 81.000 kilometer garis pantai, berbagai organisme laut, serta berbagai jenis ikan yang potensi lestarinya diperkirakan lebih dari 6 juta ton per tahun.

“Ini merupakan fakta ciptaan sekaligus suratan takdir bagi Indonesia sebagai negara kepulauan, sebagai bangsa yang seharusnya dapat memanfaatkan dan mengandalkan sumber daya kelautan, khususnya sumber daya ikan, bagi kesejahteraan rakyatnya,” tandasnya. Indonesia punya potensi ikan tuna, udang, rumput laut, ikan hias, yang apabila dimanfaatkan akan mendatangkan pendapatan yang tidak sedikit. Di balik itu, investasi mesti terus dilakukan.

Jika Departemen Kehutanan mendapatkan anggaran Rp 8 triliun, seharusnya besaran yang sama bisa didapatkan Departemen Kkelautan dan Perikannaan. Selama ini, lanjut Adhyaksa, kita anggap laut sebagai tempat buangan. Padahal, di situlah masa depan Indonesia. Laut menyimpan banyak kekayaan yang belum diolah. Di darat, potensi kehutanan sudah habis, dieksploitasi besar-besaran. Sementara laut belum.

Menurut Mennegpora, jika potensi sumber daya kelautan ini bisa dioptimalkan pemanfaatan dan produksinya, Indonesia tak perlu lagi mengirim tenaga kerja ke luar negeri. Martabat bangsa Indonesia bisa lebih baik. Generasi muda harus punya semangat dan kemauan yang kuat untuk menghentikan praktik illegal fishing. Harus punya hati nurani yang pro pada kehidupan rakyat. Generasi muda harus memiliki komitmen bersama untuk menjaga persada ini. “Buku ini telah menyadarkan kita bahwa laut memiliki potensi sangat besar. Menyadarkan kita tentang penyusupan dan penjarahan bukan saja di halaman rumah kita, tetapi sudah masuk hingga ke dalam rumah kita,” papar Adhyaksa. Karena itu, untuk sosialisasi, Adhyaksa akan mengirimkan buku ini kepada para bupati/wali kota di daerah pesisir.

Sumber : http://ikanmania.wordpress.com/tag/ilegal-fishing/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar