Senin, 21 Januari 2008 00:58 WIB
Oleh Fajar As
Sebagaimana nasib Soekarno dulu, kini pun pimpinan negara Indonesia bersikap tidak tegas, kejam dan telah dalam bentuk vandalisme, membangun ketidakpastian yang sangat merusak dan membangun perpecahan dalam menyikapi posisi Soeharto, Presiden Republik Indonesia yang berkuasa 32 tahun. Sebagaimana terhadap Soekarno kini terhadap Soeharto pun dilakukan penahanan yang tidak jelas penanganannya. Soekarno didera penyakit sangat berat dalam masa tuanya dan demikian juga Soeharto. Hanya ada perbedaan bagaikan siang dengan malam bahwa Soekarno ditempatkan menjadi manusia yang tidak boleh didekati dan dijauhkan oleh para pejabat negara, dan di pihak lainnya, sedangkan Soeharto mendapat penanganan perawatan yang sangat prima dan mendapat kunjungan massal para pejabat negara.
Soeharto telah melakukan kesalahan sangat besar bila dilihat dari perjalanan bangsa Indonesia ketika menempatkan Soekarno bagaikan musuh yang tidak boleh diampuni. Momentum besar untuk membangun karakter bangsa Indonesia yang luhur, mikul dhuwur mendhem jero (menghormati orang tua dan menjunjung tinggi nama baik orang tua, kekurangan orang tua tidak perlu ditonjolkan) yang selalu dikemukakan Soeharto, tetapi tidak dilaksanakan terhadap orang tua bangsa Indonesia (Soekarno). Tidak menyemayamkan jenazah Soekarno di Istana Negara dan tidak bertindak menjadi Inspektur Upacara penguburan jenazah Soekarno dan menyerahkannya kepada Menteri, sungguh suatu perbuatan yang sangat tidak pantas dilihat dari peran Soekarno sebagai penganjur bangsa Indonesia yang terbesar. Sungguh suatu lembaran hitam perjalanan Bangsa Indonesia yang harus dikoreksi dan dicerahkan.
Soeharto Jatuh
Bila Soekarno dijatuhkan maka Soeharto jatuh oleh karena keruntuhan perekonomian yang dibangunnya sendiri di mana arsitek utamanya adalah Sumitro Djojohadikusumo, Widjojo Nitisastro, M. Sadli, Ali Wardhana, Emil Salim, dan Soebroto. Dan perlu dipahami bahwa baik Soeharto maupun Soeharto jatuh memalukan adalah berdasarkan keruntuhan ekonomi. Jatuhnya Soeharto kelihatan diwarnai oleh hujatan yang sangat luas dan penghinaan terhadap Soeharto oleh pihak-pihak tertentu sungguh sangat kejam dan keterlaluan. B.J. Habibie, K.H. Abdurrahman Wahid, dan Megawati Soekarnaputri terlihat gagal menangani kasus Soeharto dan terlihat dibiarkan berlarut-larut sampai munculnya kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Peluang emas untuk mewujudkan mikul dhuwur mendhem jero berada di tangan SBY, dan Presiden pilihan langsung rakyat ini seharusnyalah memanfaatkan peluang emas, dan tidak menjadikannya menggantung dan penuh ketidakpastian.
Fundamen Kokoh
Untuk menangani kasus Soeharto maka Presiden SBY harus bersikap membangun fundamen yang kokoh posisi Presiden dan mantan Presiden Republik Indonesia. Harga mati pertama yang harus menjadi pegangan adalah di mana Presiden dan mantan Presiden tetap berada di posisi yang mulia oleh karena tokoh-tokoh ini adalah pemimpin bangsa. Dalam kaitan ini harus dihindari, semaksimal-maksimalnya di mana Presiden melakukan kejahatan. Untuk itu kesalahan yang dilalukan Soekarno dan Soeharto yang bertindak totaliter dan sewenang-wenang menjadilah sejarah hitam bangsa Indonesia yang terakhir.
Dan ketentuan Undang-Undang Dasar (UUD) diberlakukan murni di mana yang berdaulat atas yang berkuasa di Indonesia yang merdeka itu adalah seluruh rakyat. Soekarno dan Soeharto oleh karena telah melanggar sangat serius ketentuan UUD maka kedua pemimpin ini berstatus melakukan kesalahan besar dan untuk itu Presiden SBY menerbitkan Maklumat Negara setelah lebih dahulu melakukan konsultasi dengan Jaksa Agung, dan Mahkamah Agung. Bila buktibukti atau indikasi telah sangat kuat yang menunjukkan Soeharto melakukan tindak pidana korupsi atau sejenisnya, maka langkah prioritas puncak yang dilakukan Presiden adalah melakukan konsultasi dengan pihak Soeharto agar dana yang dimilikinya secara tidak sebagian dikembalikan kepada rakyat Indonesia melalui Presiden.
Gugatan perdata yang saat ini digelar oleh Kejaksaan Agung hanya diusahakan penyempurnaannya dengan mempertimbangkan halikhwal yang sangat luas dan demi kepentingan perjalanan Bangsa Indonesia ke depan. Keputusan sangat tegas dari Presiden SBY sungguh sangat mendesak dan dalam proses ini Presiden melakukan konsultasi yang intensif dengan Jaksa Agung dan Mahkamah Agung. Presiden SBY tidak boleh hanya menonton proses ini dan hanya menerbitkan saran dan berbagai retorika tentang Soeharto. Jaksa Agung dapat diminta menerbitkan keputusan mengesampingkan seluruh kasus Soeharto demi kepentingan umum.
Untuk perjalanan bangsa Indonesia ke depan bahwa menempatkan mantan Presiden di posisi yang mulia adalah merupakan kepentingan umum. Dan Presiden atas nama seluruh rakyat Indonesia mengumumkan memaafkan segenap kesalahan atau kelemahan Soeharto. Dengan pola inilah dilakukan tindakan-tindakan politik dan kebijaksanaan negara terhadap siapa pun dan kelompok manapun yang mendapat keuntungan tidak wajar dan tidak sah dari kepemimpinan Soeharto. Jadi tidak boleh lolos dari kewajiban terhadap seluruh rakyat Indonesia. Sambil membangun kesadaran terhadap pihak-pihak yang mendapat keuntungan tidak wajar dari kepemimpinan Soeharto, bahwa Presiden SBY membangun perencanaan keuangan negara yang sempurna sebagaimana ditaur oleh UUD, dan ilmu penanganan keuangan modern. Perbuatan korupsi dan kolusi yang semakin meluas saat ini adalah akibat dari kelemahan dan kesalahan perencanaan keuangan negara Indonesia yang telah berlangsung bertahun tahun.
Bergerak Cepat
Presiden SBY kelihatannya harus bergerak sangat cepat agar posisi Soeharto tidak menjadi tidak jelas. Dengan aksi Presiden atas nama seluruh rakyat yang memaafkan kelemahan dan kesalahan Soeharto, bahwa mantan Presiden ini bila wafat maka jenazahnya disemayamkan di Istana Negara dan Inspektur Upacara pemakamannya ditangani langsung oleh Presiden SBY. Pada saat yang sama bahwa seluruh rakyat Indonesia harus mendapat perubahan kehidupan yang bergerak maju jadi tidak hanya menjadi tumbal dari pergerakan politik dan kekuasaan di Indonesia.
Penulis adalah Pengamat Ekonomi dan Politik Internasional
Sumber : http://pantastic1049.multiply.com/journal/item/14
Tidak ada komentar:
Posting Komentar