Selasa, 28 November 2006

Kaedah Arkeologi Menjadi Unsur Utama dalam Pengangkatan Benda Cagar Budaya Bawah Air

Pemerintah memberi kesempatan yang luas kepada masyarakat untuk melakukan usaha pengangkatan benda cagar budaya bawah air, sepanjang memenuhi aturan yang berlaku termasuk kaedah-kaedah arkeologi.

"Kaedah arkelogi ini yang harus didahulukan, sebelum faktor ekonomi yang memang menjadi pertimbangan utama perusahaan yang mengeksplorasi benda cagar budaya bawah air ," kata Direktur Peninggalan Bawah Air, Ditjen Sejarah dan Purbakala, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (Depbudpar) Drs. Surya Helmi dalam dialog interaktif di Studio RRI Jakarta, Rabu (28/11).

Dialog interaktif kerja sama Pusat Informasi dan HUMAS Depbudpar dengan RRI yang kali ini mengusung tema 'Pengelolaan Benda Cagar Budaya Bawah Air Indonesia' menampilkan nara sumber Omar Fazni, Dirut PT Adi Kencana, pelaku usaha bidang pengangkatan benda cagar budaya bawah air.

Menurut Surya Helmi, kaedah-kaedah arkeologi terhadap usaha pengangkatan benda cagar budaya bawah air dimaksudkan sebagai upaya untuk konservasi, pelestarian budaya, maupun ilmu pengetahuan. Sehingga kalau dalam pengangkatan benda cagar budaya bawah air itu kemudian ditemukan benda bernilai ekonomi tinggi, negara harus mendapatkan masterpiece-nya lebih dahulu, didata, diteliti untuk ilmu pengetahuan, kemudian baru dinilai secara ekonomis dengan pembagian hasil fifty-fifty untuk pemerintah dan perusahaan yang mengeksplorasi benda cagar budaya bawah air tersebut.

"Aturan main dalam pengangkatan benda cagar budaya bawah air, mulai dari proses survey hingga pengangkatan, telah diatur dalam Keppres No.107 tahun 2001 kemudian diperbarui dalam Perpres No.19 tahun 2005, tentang Kepanitian Nasional terdiri 15 instansi yang memberi izin terhadap usaha tersebut, " kata Surya Helmi.

Usaha di bidang survey dan pengangkatan benda cagar budaya bawah air, menurut Omar Fazni, memiliki risiko sangat tinggi, sehingga jumlah perusahaan yang bergerak di bidang ini relatif sedikit, terhitung oleh jari. "Selain membutuhkan dana besar serta SDM yang handal, tingkat kegagalannya sangat tinggi," kata Omar, yang mengaku selama delapan tahun bergerak di bidang ini telah mengangkat 3 kapal Cina berikut isinya berupa keramik di laut seputar kawasan Kepulauan Riau.

"Namun, dari hasil pengangkatan benda cagar budaya tersebut belum ada yang terjual," katanya, seraya mengatakan karena risikonya sangat tinggi selayaknya pemerintah memberi keluwesan soal perizinan misalnya dengan merampingkan Kepanitian Nasional dari 15 instansi cukup diwakili 3 instansi yakni Depbudpar, Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), serta TNI-AL dan Kepolisian. Dengan demikian prosedurnya akan lebih luwes.

Menurut Surya Helmi, wilayah Indonesia yang strategis berada dalam jalur laut perdagangan internasional, memili ribuan titik lokasi kapal tenggelam yang menjadi cagar budaya bawah air. "Menurut data sejarah kini baru terpetakan sekitar 500 situs sejarah berupa kapal tenggelam dari Cina, Portugis, Spayol, VOC Belanda yang tersebar di bergai daerah perairan di Indonesia, " katanya, seraya mengatakan jumlah situs itu di lapangan tentunya jauh lebih besar karena menurut informasi pada ratusan tahun lalu puluhan ribu kapal dagang Cina yang belayar tidak kembali, sebagian besar tenggelam di perairan Nusantara. (Humas)

Sumber : http://www.budpar.go.id/page.php?ic=511&id=3307

Tidak ada komentar:

Posting Komentar